Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Januari 2014
Baca: Yesaya 62:1-12
"Sebab seperti seorang muda belia menjadi suami seorang anak dara,
demikianlah Dia yang membangun engkau akan menjadi suamimu, dan seperti
girang hatinya seorang mempelai melihat pengantin perempuan, demikianlah
Allahmu akan girang hati atasmu." Yesaya 62:5
Setelah menjadi sahabat Kristus kita tidak berhenti di sini, namun kita harus bertumbuh menjadi mempelai Kristus yang dewasa. Seperti halnya seorang laki-laki hanya akan menikah dengan wanita yang sudah dewasa dan sepadan dengannya, begitu pula Kristus, Ia hanya akan memilih orang-orang Kristen yang dewasa rohani dan memiliki kehidupan yang berkenan untuk menjadi mempelaiNya. Setiap orang percaya adalah calon mempelai Kristus. "Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus." (2 Korintus 11:2b).
Dalam menanti-nantikan kedatangan Sang Mempelai (Kristus), yang tidak akan lama lagi, ada hal-hal yang harus kita perhatikan. Pertama, kita harus hidup dalam kekudusan. "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Menjaga kekudusan dan kesucian adalah hal utama bagi calon mempelai Kristus. Seorang mempelai pria pasti menginginkan pasangannya nanti (mempelai wanita) dalam keadaan suci dan tidak bernoda sampai hari pernikahan. "supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan
cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya
jemaat kudus dan tidak bercela." (Efesus 5:27). Hidup dalam kekudusan berarti tidak berkompromi dengan dosa; tidak mencemarkan diri dengan kehidupan duniawi; tidak menyerahkan anggota tubuh kepada dosa untuk dipakai senjata kelaliman, sebab "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24).
Kedua, kita harus setia menantikan kedatanganNya. "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6). Tanpa kesetiaan, seseorang akan mudah kecewa dan berubah sikap saat yang dinanti-nantikan itu belum juga datang.
Saturday, January 25, 2014
Friday, January 24, 2014
SERUPA KRISTUS: Menjadi SahabatNya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Januari 2014
Baca: Yohanes 15:9-17
"Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." Yohanes 15:14
Tuhan menginginkan agar setiap orang percaya makin hari makin meningkatkan hubungan denganNya, semakin hari semakin intim dan karib dengan Dia seperti hubungan seorang sahabat. Tuhan mau kita menjadi sahabat-sahabatNya.
Orang yang menjadi sahabat Kristus adalah orang yang senantiasa bergaul karib dengan Dia, seia-sekata di segala keadaan, baik itu suka maupun duka. Menjadi sahabat berarti lebih dari sekedar teman: kedua belah pihak sudah saling mengenal luar-dalam, saling memahami, saling berbagi. Ada unsur kesetiaan dan juga komitmen di dalamnya. Jadi hubungan persahabatan itu hubungan yang sangat spesial atau khusus, di mana kedua belah pihak saling membagi isi hati, bahkan tidak ada hal yang dirahasiakan. Penulis Amsal menggambarkan, "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17), bahkan "...ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara." (Amsal 18:24). Itulah arti seorang sahabat! Tuhan Yesus berkata, "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku." (Yohanes 15:14-15). Pada saat kita belajar menjadi sahabat Yesus kita sedang belajar untuk mengenal dan memahami isi hati, pikiran, perasaan dan juga kehendakNya. Bagaimana kita bisa mengenal dan memahami isi hati, pikiran, perasaan, dan kehendak Tuhan? Yaitu melalui firmanNya. Kita harus tinggal di dalam firmanNya, artinya kita tidak lupa memperkatakan kitab Taurat tersebut, merenungkan itu siang dan malam dan bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya. (baca Yosua 1:8).
Seberapa dekat hubungan kita dengan Tuhan? Apakah kita mendekat kepadaNya hanya ketika sedang dalam permasalahan yang berat? Ataukah kekariban kita dengan Tuhan seperti hubungan antarsahabat di setiap waktu? Sudahkah kita layak disebut sebagai sahabat Kristus?
"TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." Mazmur 25:14
Baca: Yohanes 15:9-17
"Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." Yohanes 15:14
Tuhan menginginkan agar setiap orang percaya makin hari makin meningkatkan hubungan denganNya, semakin hari semakin intim dan karib dengan Dia seperti hubungan seorang sahabat. Tuhan mau kita menjadi sahabat-sahabatNya.
Orang yang menjadi sahabat Kristus adalah orang yang senantiasa bergaul karib dengan Dia, seia-sekata di segala keadaan, baik itu suka maupun duka. Menjadi sahabat berarti lebih dari sekedar teman: kedua belah pihak sudah saling mengenal luar-dalam, saling memahami, saling berbagi. Ada unsur kesetiaan dan juga komitmen di dalamnya. Jadi hubungan persahabatan itu hubungan yang sangat spesial atau khusus, di mana kedua belah pihak saling membagi isi hati, bahkan tidak ada hal yang dirahasiakan. Penulis Amsal menggambarkan, "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17), bahkan "...ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara." (Amsal 18:24). Itulah arti seorang sahabat! Tuhan Yesus berkata, "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku." (Yohanes 15:14-15). Pada saat kita belajar menjadi sahabat Yesus kita sedang belajar untuk mengenal dan memahami isi hati, pikiran, perasaan dan juga kehendakNya. Bagaimana kita bisa mengenal dan memahami isi hati, pikiran, perasaan, dan kehendak Tuhan? Yaitu melalui firmanNya. Kita harus tinggal di dalam firmanNya, artinya kita tidak lupa memperkatakan kitab Taurat tersebut, merenungkan itu siang dan malam dan bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya. (baca Yosua 1:8).
Seberapa dekat hubungan kita dengan Tuhan? Apakah kita mendekat kepadaNya hanya ketika sedang dalam permasalahan yang berat? Ataukah kekariban kita dengan Tuhan seperti hubungan antarsahabat di setiap waktu? Sudahkah kita layak disebut sebagai sahabat Kristus?
"TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." Mazmur 25:14
Subscribe to:
Posts (Atom)