Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Januari 2014
Baca: Lukas 15:11-32
"Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." Lukas 15:32
Setelah mengalami kegagalan, kehancuran dan mengalami jalan buntu untuk setiap permasalahan yang kita hadapi seringkali kita baru menyadari akan kesalahan yang kita perbuat dan menyesal. Memang, penyesalan selalu datang terlambat. Inilah yang dirasakan anak bungsu, "Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." (Lukas 15:17-18). Akhirnya anak bungsu pun memutuskan untuk kembali ke rumah ayahnya. Ia tidak peduli apakah ayahnya masih mau menerimanya atau tidak.
Perhatikan: ketika anaknya yang bungsu kembali, "Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia." (Lukas 15:20b). Luar biasa! Dengan tangan terbuka ayah menyambut kembali anak bungsunya yang telah lama hilang. Bukan hanya itu, ia pun memberikan jubah yang terbaik, cincin dan juga sepatu (ayat 22b). Inilah gambaran kasih Bapa yang sungguh besar kepada kita; tanganNya selalu terbuka untuk menyambut dan menerima kita kembali meskipun kita telah memberontak, hidup dalam ketidaktaatan dan meninggalkan Dia demi menuruti keinginan hawa nafsu. Jubah yang diberikan ayah kepada anak bungsu adalah gambaran kebenaran dan keselamatan. Kebenaran telah hilang dalam diri semua manusia oleh karena dosa, "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10). Firman Tuhan menegaskan bahwa "...upah dosa ialah maut;" (Roma 6:23) namun "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).
PengorbananNya di kayu salib membenarkan manusia dan memberi manusia keselamatan. "Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati
telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu. Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:17-18).
Sunday, January 12, 2014
Saturday, January 11, 2014
ALLAH: Bapa yang Baik (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Januari 2014
Baca: Lukas 15:1-32
"Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku." Lukas 15:12a
Kita patut bersyukur, oleh karena pengorbanan Tuhan kita Yesus Kristus di atas Kavlari, kita yang dahulunya terbuang jauh karena dosa diperdamaikan kembali dengan Allah, bahkan kita diangkat sebagai anak-anak Allah dengan panggilan yang sangat intim yaitu Bapa. Kata Bapa menunjukkan hubungan kasih yang tiada jarak, erat, tidak ada keraguan atau keengganan lagi. Bahkan lebih dari itu "...jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia." (Roma 8:17). Sebagai anak kita juga berhak atas warisan yang telah disediakan oleh Bapa bagi anak-anakNya.
Dalam pembacaan firman hari ini Tuhan Yesus melukiskan kebesaran kasih Bapa melalui perumpamaan tentang anak yang hilang. Anak bungsu adalah gambaran dari kehidupan di dalam kasih karunia, sedangkan ayah yang baik adalah gambaran dari pribadi Bapa di sorga yang dipenuhi oleh kasih karunia untuk anak-anakNya. Anak bungsu memaksa ayahnya untuk segera membagikan harta kekayaannya kepada anak-anaknya. Si bungsu meminta harta yang menjadi haknya terlebih dahulu; dan karena kasihnya yang begitu besar, sang ayah pun membagi-bagikan harta kekayaannya tersebut. Setelah menerima harta dari sang ayah si bungsu ini pun segera menjual seluruh hartanya, lalu pergi ke negeri yang jauh meninggalkan ayah dan kakaknya. Di tempat jauh inilah si bungsu memboroskan harta kekayaan untuk berfoya-foya hingga harta yang dimilikinya tersebut ludes tak tersisa. Keadaannya makin buruk karena di negeri di mana ia tinggal terjadi bencana kelaparan yang hebat, sehingga ia pun menjadi sangat melarat. Untuk bertahan hidup ia bekerja sebagai penjaga babi, dan karena laparnya ia sampai ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi.
Anak bungsu menanggung akibat dari kesalahannya sendiri: hidupnya gagal dan hancur total sampai di titik terendah setelah keluar dan meninggalkan rumah ayahnya.
Baca: Lukas 15:1-32
"Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku." Lukas 15:12a
Kita patut bersyukur, oleh karena pengorbanan Tuhan kita Yesus Kristus di atas Kavlari, kita yang dahulunya terbuang jauh karena dosa diperdamaikan kembali dengan Allah, bahkan kita diangkat sebagai anak-anak Allah dengan panggilan yang sangat intim yaitu Bapa. Kata Bapa menunjukkan hubungan kasih yang tiada jarak, erat, tidak ada keraguan atau keengganan lagi. Bahkan lebih dari itu "...jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia." (Roma 8:17). Sebagai anak kita juga berhak atas warisan yang telah disediakan oleh Bapa bagi anak-anakNya.
Dalam pembacaan firman hari ini Tuhan Yesus melukiskan kebesaran kasih Bapa melalui perumpamaan tentang anak yang hilang. Anak bungsu adalah gambaran dari kehidupan di dalam kasih karunia, sedangkan ayah yang baik adalah gambaran dari pribadi Bapa di sorga yang dipenuhi oleh kasih karunia untuk anak-anakNya. Anak bungsu memaksa ayahnya untuk segera membagikan harta kekayaannya kepada anak-anaknya. Si bungsu meminta harta yang menjadi haknya terlebih dahulu; dan karena kasihnya yang begitu besar, sang ayah pun membagi-bagikan harta kekayaannya tersebut. Setelah menerima harta dari sang ayah si bungsu ini pun segera menjual seluruh hartanya, lalu pergi ke negeri yang jauh meninggalkan ayah dan kakaknya. Di tempat jauh inilah si bungsu memboroskan harta kekayaan untuk berfoya-foya hingga harta yang dimilikinya tersebut ludes tak tersisa. Keadaannya makin buruk karena di negeri di mana ia tinggal terjadi bencana kelaparan yang hebat, sehingga ia pun menjadi sangat melarat. Untuk bertahan hidup ia bekerja sebagai penjaga babi, dan karena laparnya ia sampai ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi.
Anak bungsu menanggung akibat dari kesalahannya sendiri: hidupnya gagal dan hancur total sampai di titik terendah setelah keluar dan meninggalkan rumah ayahnya.
Subscribe to:
Posts (Atom)