Wednesday, December 25, 2013

SUKACITA BAGI DUNIA (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Desember 2013 -

Baca:  Lukas 2:8-20

"Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud."  Lukas 2:11

Natal telah tiba!  Hari ini seluruh umat Kristiani di seluruh penjuru bumi diliputi sukacita, karena kita kembali beroleh kesempatan merayakan natal.  Semarak lagu-lagu natal sudah kita dengar di berbagai tempat sejak minggu-minggu kemarin, baik itu di pusat-pusat perbelanjaan, hotel dan sebagainya.  Terlebih lagi gereja-gereja tak kalah antusias merias diri, mulai dari pernak-pernik hingga berbagai atraksi yang telah dipersiapkan jauh-jauh hari guna menyambut momen yang sangat berbahagia ini, seperti latihan drama, paduan suara, gerak dan lagu, bahkan ada pula yang menggelar bazar atau pasar murah bagi jemaat.  Seringkali waktu dan pikiran kita tersita hanya untuk menghias gereja dan mendisain acara natal semeriah mungkin, tapi kita lupa makna dari natal itu sendiri.

     Biasanya suasana malam hari adalah sunyi senyap dan gelap gulita karena banyak orang sudah terlelap di balik selimutnya.  Namun ada pemandangan yang berbeda di padang belantara, tempat di mana para gembala menjaga kawanan ternaknya pada suatu malam.  Suatu tempat yang sama sekali tidak diperhitungkan oleh manusia, di mana biasanya hanya terdengar suara kambing domba mengembik, berubah menjadi gegap gempita.  "Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. Lalu kata malaikat itu kepada mereka: 'Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa:'"  (Lukas 2:9-10).

     Apakah yang sedang terjadi?  Terang dari sorga meliputi tempat itu seiring datangnya malaikat Tuhan membawa kabar sukacita bahwa telah lahir Sang Juruselamat yaitu Yesus Kristus di kota Daud.  Uniknya orang yang pertama kali menerima kabar sukacita dari sorga ini bukanlah orang-orang yang ternama, berpangkat atau rohaniawan, tetapi orang-orang yang mungkin dipandang sebelah mata oleh dunia.  Mereka adalah para gembala domba, sekelompok orang yang berstatus sosial rendah, kaum yang sama sekali tidak masuk perhitungan.  Hal ini menunjukkan bahwa kedatangan Sang Juruselamat ke dunia bukan hanya untuk orang-orang atau golongan tertentu saja, melainkan juga untuk segala kaum bangsa tanpa memandang kulit dan juga status sosial.  (Bersambung)

Tuesday, December 24, 2013

TUHAN ADALAH GEMBALAKU (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Desember 2013 -

Baca:  Yohanes 10:11-21

"Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;"  Yohanes 10:11

Daud menyadari bahwa dirinya tak ubahnya seperti domba:  lemah tak berdaya, tidak bisa menjaga diri sendiri, memiliki rasa takut namun keras kepala, mudah sekali lari dan memberontak sehingga rentan untuk tersesat.  "Aku sesat seperti domba yang hilang, carilah hamba-Mu ini, sebab perintah-perintah-Mu tidak kulupakan."  (Mazmur 119:176).  Dalam keadaan demikian kehadiran seorang gembala sangat dibutuhkan.  Bersama dengan gembala, domba dikelilingi dengan berkat, segala kebutuhannya terpenuhi.

     Daud mengakui bahwa Tuhan adalah gembala yang baik.  Sebagai gembala yang baik Tuhan akan membuat kita tidak berkekurangan sesuatu apa pun, bahkan Ia mau menerima kita apa adanya, menjaga, menopang, menolong dan menyatakan kasihNya setiap saat.  Dengan penuh kesabaran Ia menuntun dan memandu kita, sehingga  "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku."  (Mazmur 23:4).  Gembala yang baik selalu berjalan di depan, kemudian domba-dombanya akan mengikutinya.  "Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya."  (Yohanes 10:4).  Selain itu, di tangan gembala selalu ada gada dan tongkat.  Gada berfungsi menghajar dan membunuh binatang buas yang hendak mengganggu dan memangsa domba.  Sedangkan tongkat berfungsi memukul dengan pelan bokong domba-domba yang sedang berlarian, memberontak dan bergerak menjauh dari gembala atau sedang ke luar dari jalur.  Pukulan ini tidak keras tapi terasa sakit juga dengan tujuan mendisiplinkan mereka.  Atau tongkat dikalungkan ke leher domba dengan tujuan menarik si domba agar kembali ke barisan atau rombongan, sebab jika domba berjalan sendiri dan tercerai dikhawatirkan akan tersesat dan kemungkinan besar akan menjadi mangsa binatang buas.

     Memang tongkat didikan Tuhan itu terasa tidak nyaman dan sakit bagi daging kita, tapi semuanya mendatangkan kebaikan bagi kita.

Tuhan adalah Jehovah Rohi, Dia adalah Gembala dan kita adalah domba-dombaNya.  Sebagai Gembala yang baik Dia tahu yang terbaik bagi kita.