Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Desember 2013 -
Baca: Mazmur 23:1-6
"TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku." Mazmur 23:1
Kekristenan adalah sebuah kehidupan, karena itulah harus menjadi realita dalam hidup orang percaya setiap hari. Selama kita memandang kekristenan hanya sebatas agama dan bukan sebagai realita, sampai kapan pun kerohanian kita tidak akan maju, iman kita tidak akan bertumbuh dan pengenalan kita akan Pribadi Tuhan tetap saja dangkal. Namun jika kita memandang kekristenan sebagai suatu kehidupan yang tak terpisahkan dengan pribadi Tuhan Yesus dan sebuah hubungan yang karib dengan Dia, maka kita akan menjadi orang Kristen yang jauh berbeda, karena mengalami perjalanan rohani yang nyata dengan Dia sebagai akibat perjumpaan dengan Dia secara pribadi. Itulah sebabnya Daud berkata, "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Artinya bagi setiap orang yang bertemu dengan Tuhan secara pribadi dan membangun hubungan yang karib dengan Dia, Dia pasti akan menyatakan diriNya sehingga orang tersebut menyebut namaNya.
Selain sebagai raja atas Israel, di masa hidupnya Daud memiliki pengalaman hidup sebagai gembala. Meski kambing domba yang digembalakannya hanya berjumlah 2-3 ekor ia melakukan tugasnya dengan penuh kesetiaan. Dengan penuh kesabaran ia membimbing kambing dombanya ke padang yang berumput hijau supaya cukup makanan dan ke air yang tenang, bahkan ia rela mempertaruhkan nyawanya demi keselamatan kambing dombanya dari terkaman binatang buas. "Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang
singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari
mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap
janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya." (1 Samuel 17:34-35).
Berdasarkan pengalaman inilah terciptalah mazmur 23 ini. Daud menyadari dan merasakan betapa Tuhan sangat mengasihi dan memperhatikan hidupnya seperti seorang gembala yang begitu mempedulikan domba-dombanya sehingga ia pun berkata, "Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku." (Mazmur 23:2). (Bersambung)
Monday, December 23, 2013
Sunday, December 22, 2013
MENIPU DIRI SENDIRI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Desember 2013 -
Baca: 1 Yohanes 2:1-6
"Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran." 1 Yohanes 2:4
Kita dikatakan menipu diri sendiri jika: 2. Kita hidup dalam ketidaktaatan atau tidak melakukan perintah Tuhan. Kita berkata bahwa kita mengasihi Tuhan dan mengenal Dia, tapi bila kita tidak menuruti perintahNya kita disebut sebagai pendusta atau penipu. Yakobus pun juga menegaskan, "...hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Seringkali kita tampak 'rohani' di situasi-situasi tertentu saja, saat berada di gereja atau pada saat jam-jam ibadah saja. Selebihnya di hari-hari biasa, saat menjalani kehidupan di tengah-tengah dunia, kita terbawa oleh arus dunia ini dan hidup serupa dengan dunia ini, padahal firmannya menyatakan: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Rasul Paulus mengingatkan, "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7).
Yakobus dalam suratnya berkata, "Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya." (Yakobus 1:26). Sudahkah kita menguasai ucapan atau lidah kita? Kita mudah sekali melakukan pelanggaran dalam hal ucapan. Kita mudah sekali berkata jorok, mengumpat orang lain, mengeluarkan sumpah serapah, menggosip atau membicarakan orang lain dan sebagainya. Berhati-hatilah! Jika kita bertindak demikian, sia-sialah ibadah kita. Itulah sebabnya pemazmur bertekad, "Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku;" (Mazmur 39:2), sebab "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21).
Selain daripada hal-hal di atas, Alkitab juga mencatat bahwa jika seseorang tidak mengembalikan persepuluhan yang merupakan milik Tuhan ia disebut juga sebagai orang yang telah menipu Tuhan (baca Maleakhi 3:8).
Ibadah yang tidak disertai dengan ketaatan melakukan firman Tuhan adalah penipuan terhadap diri sendiri!
Baca: 1 Yohanes 2:1-6
"Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran." 1 Yohanes 2:4
Kita dikatakan menipu diri sendiri jika: 2. Kita hidup dalam ketidaktaatan atau tidak melakukan perintah Tuhan. Kita berkata bahwa kita mengasihi Tuhan dan mengenal Dia, tapi bila kita tidak menuruti perintahNya kita disebut sebagai pendusta atau penipu. Yakobus pun juga menegaskan, "...hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Seringkali kita tampak 'rohani' di situasi-situasi tertentu saja, saat berada di gereja atau pada saat jam-jam ibadah saja. Selebihnya di hari-hari biasa, saat menjalani kehidupan di tengah-tengah dunia, kita terbawa oleh arus dunia ini dan hidup serupa dengan dunia ini, padahal firmannya menyatakan: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Rasul Paulus mengingatkan, "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7).
Yakobus dalam suratnya berkata, "Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya." (Yakobus 1:26). Sudahkah kita menguasai ucapan atau lidah kita? Kita mudah sekali melakukan pelanggaran dalam hal ucapan. Kita mudah sekali berkata jorok, mengumpat orang lain, mengeluarkan sumpah serapah, menggosip atau membicarakan orang lain dan sebagainya. Berhati-hatilah! Jika kita bertindak demikian, sia-sialah ibadah kita. Itulah sebabnya pemazmur bertekad, "Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku;" (Mazmur 39:2), sebab "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21).
Selain daripada hal-hal di atas, Alkitab juga mencatat bahwa jika seseorang tidak mengembalikan persepuluhan yang merupakan milik Tuhan ia disebut juga sebagai orang yang telah menipu Tuhan (baca Maleakhi 3:8).
Ibadah yang tidak disertai dengan ketaatan melakukan firman Tuhan adalah penipuan terhadap diri sendiri!
Subscribe to:
Posts (Atom)