Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 November 2013 -
Baca: Mazmur 122:1-9
"Aku bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: 'Mari kita pergi ke rumah TUHAN.'" Mazmur 122:1
Daud adalah salah satu tokoh di antara banyak tokoh di dalam Alkitab yang memiliki kehidupan yang luar biasa. Bagaimana Daud bisa seperti itu? Apa rahasianya? Karena Daud sangat dekat dengan Tuhan.
Daud memiliki kehidupan rohani yang berkualitas. Kesungguhannya dalam beribadah kepada Tuhan tak diragukan lagi. Tiada hari terlewatkan tanpa membangun keintiman dengan Tuhan. Di mana pun dan kapan pun ia suka sekali memuji-muji Tuhan. "Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2). Berdoa serta merenungkan firman Tuhan siang dan malam adalah gaya hidup Daud setiap hari. Ia berkata, "Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di
tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada
diam di kemah-kemah orang fasik." (Mazmur 84:11). Ini menunjukkan bahwa Daud sangat mengasihi Tuhan. Karena kasihnya kepada Tuhan Daud lebih menyukai berada di pelataran Tuhan meskipun itu hanya satu hari dibandingkan seribu hari berada di tempat lain. Dengan kata lain Daud rindu berada di dalam hadirat Tuhan.
Ayat nas menyatakan betapa daud memiliki respons yang baik ketika orang lain mengajaknya untuk beribadah kepada Tuhan, bahkan sangat bersukacita. Bagaimana dengan kita? Ada banyak orang Kristen yang justru memiliki respons sebaliknya ketika diajak untuk beribadah. Mereka tidak semangat, malas, ogah-ogahan dan cenderung bersikap skeptis, apalagi jika dihimbau untuk turut terlibat dalam pelayanan. Mereka lebih memilih untuk menyibukkan diri dengan urusan pribadi sehingga urusan rohani menjadi urusan nomor sekian. Dengan berbagai alasan mereka pun berusaha menghindarkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah yang ada dengan alasan banyak pekerjaan, terlalu sibuk atau sangat lelah. Firman Tuhan mengingatkan kita, "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita,
seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling
menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang
mendekat." (Ibrani 10:25). (Bersambung)
Wednesday, November 20, 2013
Tuesday, November 19, 2013
AMAN DAN TENTRAM PALSU (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 November 2013 -
Baca: Amsal 14:1-35
"Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya." Amsal 14:26
Maukah kita ini disebut orang-orang munafik? Tentu tidak. Maka kita harus mengerti apa itu ibadah yang berkenan kepada Tuhan, yaitu ibadah yang disertai ketaatan melakukan firmannya. Jadi "Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat." (Penghkotbah 4:17). Tuhan Yesus berkata, "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku." (Yohanes 14:15).
Peringatan selanjutnya ditujukan kepada orang-orang yang merasa tenteram di Samaria. Samaria adalah ibukota kerajaan Israel bagian utara. Kota Samaria lambang kemakmuran dan kekuasaan. Ketika itu orang-orang di Samaria berlimpah harta dan kekayaan. Daerah Basan terkenal dengan hasil peternakannya yang bernilai sangat tinggi, sehingga kehidupan orang-orang di Samaria secara ekonomi bisa dikatakan makmur. Sayang, dengan kekayaan yang dimiliki mereka bertindak semena-mena terhadap sesamanya: memeras orang lemah dan menginjak orang miskin. "Dengarlah firman ini, hai lembu-lembu Basan, yang ada di gunung Samaria, yang memeras orang lemah, yang menginjak orang miskin, yang mengatakan kepada tuan-tuanmu: bawalah ke mari, supaya kita minum-minum! Tuhan ALLAH telah bersumpah demi kekudusan-Nya: sesungguhnya, akan datang masanya bagimu, bahwa kamu diangkat dengan kait dan yang tertinggal di antara kamu dengan kail ikan." (Amos 4:1-2). Mereka lebih mempercayakan hidupnya kepada harta kekayaan daripada bersandar kepada Tuhan.
Orang-orang Israel tidak lagi menjadikan Tuhan sebagai sumber pertolongan. Mereka lebih memilih mencari pertolongan kepada manusia atau bangsa lain yang mereka sangka lebih bisa diandalkan dan diharapkan. "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5).
"Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan." Wahyu 2:5a
Baca: Amsal 14:1-35
"Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya." Amsal 14:26
Maukah kita ini disebut orang-orang munafik? Tentu tidak. Maka kita harus mengerti apa itu ibadah yang berkenan kepada Tuhan, yaitu ibadah yang disertai ketaatan melakukan firmannya. Jadi "Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat." (Penghkotbah 4:17). Tuhan Yesus berkata, "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku." (Yohanes 14:15).
Peringatan selanjutnya ditujukan kepada orang-orang yang merasa tenteram di Samaria. Samaria adalah ibukota kerajaan Israel bagian utara. Kota Samaria lambang kemakmuran dan kekuasaan. Ketika itu orang-orang di Samaria berlimpah harta dan kekayaan. Daerah Basan terkenal dengan hasil peternakannya yang bernilai sangat tinggi, sehingga kehidupan orang-orang di Samaria secara ekonomi bisa dikatakan makmur. Sayang, dengan kekayaan yang dimiliki mereka bertindak semena-mena terhadap sesamanya: memeras orang lemah dan menginjak orang miskin. "Dengarlah firman ini, hai lembu-lembu Basan, yang ada di gunung Samaria, yang memeras orang lemah, yang menginjak orang miskin, yang mengatakan kepada tuan-tuanmu: bawalah ke mari, supaya kita minum-minum! Tuhan ALLAH telah bersumpah demi kekudusan-Nya: sesungguhnya, akan datang masanya bagimu, bahwa kamu diangkat dengan kait dan yang tertinggal di antara kamu dengan kail ikan." (Amos 4:1-2). Mereka lebih mempercayakan hidupnya kepada harta kekayaan daripada bersandar kepada Tuhan.
Orang-orang Israel tidak lagi menjadikan Tuhan sebagai sumber pertolongan. Mereka lebih memilih mencari pertolongan kepada manusia atau bangsa lain yang mereka sangka lebih bisa diandalkan dan diharapkan. "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5).
"Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan." Wahyu 2:5a
Subscribe to:
Posts (Atom)