Thursday, November 7, 2013

BERKAT-BERKAT SALOMO (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 November 2013 -

Baca:  1 Raja-Raja 3:1-15

"Dan Salomo menunjukkan kasihnya kepada TUHAN dengan hidup menurut ketetapan-ketetapan Daud, ayahnya; hanya, ia masih mempersembahkan korban sembelihan dan ukupan di bukit-bukit pengorbanan."  1 Raja-Raja 3:3

Jika mempelajari hidup Salomo, secara garis besar kita dapat mengklasifikasikan dalam tiga tahap yaitu tahap awal ketika ia memiliki rasa takut akan Tuhan, tahap kedua yaitu masa keemasan atau kejayaannya dan kemudian tahap akhir saat ia mengalami kemerosotan rohani.

     Di tahap awal ketika menjabat sebagai pemimpin tertinggi Israel menggantikan ayahnya (Daud), Salomo memiliki hati yang takut akan Tuhan.  Ia menunjukkan motivasi pelayanan yang baik.  Ketaatan dan kasihnya kepada Tuhan begitu menyala-nyala sehingga ia berusaha melakukan apa pun untuk memuliakan Tuhan.  Salomo selalu teringat akan nasihat terakhir ayahnya sebelum meninggal:  "Lakukanlah kewajibanmu dengan setia terhadap TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya, dan dengan tetap mengikuti segala ketetapan, perintah, peraturan dan ketentuan-Nya, seperti yang tertulis dalam hukum Musa, supaya engkau beruntung dalam segala yang kaulakukan dan dalam segala yang kautuju, dan supaya TUHAN menepati janji yang diucapkan-Nya tentang aku, yakni: Jika anak-anakmu laki-laki tetap hidup di hadapan-Ku dengan setia, dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa, maka keturunanmu takkan terputus dari takhta kerajaan Israel."  (1 Raja-Raja 2:3-4).  Hal ini terlihat ketika Tuhan bertanya kepadanya,  "Mintalah apa yang hendak Kuberikan kepadamu."  (1 Raja-Raja 3:5).  Jika seseorang ditawari suatu pemberian oleh orang lain, terlebih-lebih yang menawari orang kaya atau memiliki kedudukan lebih tinggi, pada umumnya orang akan menggunakan jurus 'aji mumpung';  gayung pun bersambut, ia pasti akan menyodorkan daftar permintaan sesuai dengan keinginan hatinya.  Mungkin ia akan meminta uang dalam jumlah tertentu, rumah, mobil atau fasilitas-fasilitas lainnya.

     Salomo berbeda.  Ia tidak dengan serta-merta menggunakan kesempatan ini dengan meminta perkara-perkara yang memuaskan kedagingannya, padahal yang menawari itu adalah Tuhan, Si empunya langit dan bumi dan segala isinya.  Ia tidak meminta harta kekayaan, kekuasaan, kemenangan dan sebagainya.  (Bersambung)

Wednesday, November 6, 2013

DOA DALAM PENYERAHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 November 2013 -

Baca:  1 Petrus 5:1-11

"Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu."  1 Petrus 5:7

Pernahkah doa-doa Saudara tidak beroleh jawaban dari Tuhan, padahal Saudara sudah berdoa sekian lama?  Mungkin sering sekali.  Banyak faktor yang menyebabkan doa-doa kita tak dijawab Tuhan, salah satunya adalah karena doa kita tidak seperti yang Tuhan kehendaki, yaitu berdoa dengan penuh penyerahan diri.  Meski sudah berdoa tapi hati kita masih saja diliputi kekuatiran dan kebimbangan:  "Apakah Tuhan sanggup menolongku, memulihkan keluargaku dan menyembuhkan sakitku?"  Ini membuktikan bahwa kita tidak memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan.  Doa dalam penyerahan artinya menyerahkan semua permasalahan hidup kepada Tuhan, termasuk semua kekuatiran, keraguan, kegelisahan dan kebimbangan kepada Tuhan sepenuhnya.  Tuhan tidak menghendaki kita terus diliputi perasaan-perasaan negatif.  Ayub memiliki pengalaman  akan hal ini:  "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul."  (Ayub 3:25-26).

     Jadi kita harus segenap hati melepaskan semua masalah dan menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan.  Bila kita sungguh-sungguh menyerahkan semuanya kepada Tuhan, kita tidak perlu kuatir lagi karena segala beban tidak lagi berada di atas pundak kita, tetapi ada di tangan Tuhan.  Sesunggunya kita tahu bahwa Tuhan itu berkuasa dan sanggup melakukan segala perkara, tetapi kita tidak memberiNya kesempatan untuk menyatakan kuasaNya.  Kita membatasi Tuhan untuk bertindak padahal kita sudah membawa semua pergumulan melalui doa;  namun ketika kita melangkah pergi kita mengambil kembali beban itu dan memikulnya di atas pundak kita.  Jadi kita sendiri yang sebenarnya tidak mau melepaskan diri dari masalah tersebut.  Tuhan Yesus tidak menghendaki kita terus diliputi oleh kekuatiran dan kegelisahan setiap hari.

     Sudahkah kita benar-benar memiliki penyerahan diri kepada Tuhan, ataukah penyerahan kita kepadaNya hanya basa-basi saja?

"Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak;"  Mazmur 37:5