Saturday, October 19, 2013

TUHAN YESUS SEBAGAI BATU PENJURU

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Oktober 2013 -

Baca:  1 Petrus 2:1-10

"Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan."  1 Petrus 2:6

Rasul Petrus menegaskan bahwa Yesus disebut sebagai batu yang terpilih dan merupakan batu penjuru yang mahal, sehingga barangsiapa percaya kepadaNya tidak akan dipermalukan  (ayat nas).

     Mengapa Tuhan Yesus disebut sebagai batu pilihan?  Karena Dia telah dipilih secara khusus oleh Allah dan ditentukan sebagai pondasi kehidupan serta dasar keselamatan bagi setiap orang yang percaya kepadaNya.  Tertulis:  "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan."  (Kisah 4:12).  Jadi,  "...jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan."  (Roma 10:9).  Hal ini menunjukkan bahwa  "...tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus."  (1 Korintus 3:11).

     Batu penjuru adalah batu yang menentukan arah sebuah bangunan, batu yang pertama kali diletakkan yang menjadi patokan pembangunan.  Sebagai batu penjuru Tuhan Yesus adalah pusat dari segala aspek kehidupan kita;  Dia adalah batu yang menentukan arah kehidupan kita.  Karena itu kita harus menjadikan Tuhan Yesus sebagai prioritas dan tujuan hidup kita karena Dia adalah Pemegang kendali hidup kita;  artinya Dia harus menjadi pusat dan tujuan hidup kita karena Dia adalah Alfa dan Omega,  "...yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa."  (Wahyu 1:8).  Dialah yang mengawali seluruh kehidupan ini dan juga yang menjadi tujuan akhir dari kehidupan ini.  Seluruh keberadaan hidup kita pada hakekatnya menuju ke arah Yesus.  Jika kita mengaku sebagai orang Kristen tapi tidak mengarahkan hidup sepenuhnya kepada Yesus sama artinya kita sedang berusaha melepaskan diri dari bangunan tersebut.  Yesus menegaskan,  "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar."  (Yohanes 15:5b-6).  (Bersambung)

Friday, October 18, 2013

HIDUP ADALAH UNTUK KRISTUS (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Oktober 2013 -

Baca:  2 Korintus 5:1-10

"Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya,"  2 Korintus 5:10

Rasul Paulus memiliki keyakinan kokoh akan Injil yang diberitakannya,  "...karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya,"  (Roma 1:16).

     Baginya kematian berarti meninggalkan semua penderitaan, masalah dan kesesakan yang menjadi bagian hidup manusia di muka bumi ini.  "Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita."  (Roma 8:18).  Jadi,  "...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia. Selama kita di dalam kemah ini, kita mengeluh, karena kita rindu mengenakan tempat kediaman sorgawi di atas tempat kediaman kita yang sekarang ini,"  (2 Korintus 5:1-2).  Namun ia pun merasa terbeban tinggal lebih lama di dunia ini.  Bukan bertujuan menikmati hidup tapi bekerja bagi Kristus, melayani Dia dan menghasilkan buah pelayanannya.  Inilah pilihan yang harus dihadapi Paulus yaitu antara melayani Kristus di dunia ini atau tinggal bersama Dia di sorga.

     Bagi kebanyakan orang yang tidak mengerti akan panggilan hidupnya, hidup adalah untuk mengejar materi atau kekayaan, mengutamakan diri sendiri, serta memuaskan segala keinginan daging.  Akhirnya kematian bukan lagi sebagai keuntungan, tapi musibah dan malapetaka.  Oleh karena itu manusia selalu ketakutan menghadapi kematian, bahkan menyebut dan membicarakannya saja mereka enggan.  Namun bagi orang percaya yang merespons panggilan hidupnya sebagai kesempatan melayani Kristus, memberi buah bagiNya dan memuliakanNya melalui perkataan dan perbuatan, akan berkata bahwa mati adalah keuntungan.

     Kita yang masih diberi hidup sampai detik ini sudahkah mengisi hari-hari dengan takut akan Tuhan dan mempersembahkan hidup bagi Dia?  Marilah pergunakan setiap talenta dan karunia kita untuk melayani Tuhan dan menghasilkan buah sesuai pertobatan.

"Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja."  Yohanes 9:4