Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Oktober 2013 -
Baca: Filipi 1:12-26
"Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus--itu memang jauh lebih baik; tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu." Filipi 1:23-24
Dalam perjalanan hidup ini acapkali kita diperhadapkan dengan pilihan-pilihan yang sangat berat, baik dalam hal membuat keputusan, memilih pasangan hidup, memilih sekolah yang bagus, memilih pekerjaan yang sesuai, mengerjakan tugas pelayanan dan sebagainya. Terlebih-lebih jika kita diperhadapkan dengan dua pilihan yang sama beratnya dan sangat menentukan masa depan hidup kita. Rasul Paulus pun diperhadapkan dengan dua pilihan yang dilematis, namun bukan pilihan seperti buah simalakama, melainkan dua pilihan yang mengandung berkat luar biasa, yaitu: "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21).
Rasul Paulus menulis surat ini tidak sedang dalam keadaan yang baik dan menyenangkan, melainkan saat ia berada di penjara. Namun hal itu tidak membuatnya sedih, kecewa dan putus pengharapan, justru rohnya makin menyala-nyala bagi Tuhan. Ia pun berprinsip jika Tuhan menghendakinya untuk hidup lebih lama lagi di dunia ini berarti ada suatu kesempatan baginya untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan, melayani Dia dan memberikan Injil lebih lagi. "...jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:22a). Jadi hidup yang dijalani Paulus bukan lagi hidup untuk diri sendiri, namun untuk Kristus sepenuhnya. Bagi Paulus Kristus adalah segala-galanya, melebihi apa pun yang ada di dunia ini. "...apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya." (Filipi 3:7-8a). Sebaliknya, andai pun penguasa Romawi harus menjatuhkan hukuman mati kepadanya bukanlah malapetaka bagi Paulus, justru ini adalah berkat yang luar biasa baginya, karena Paulus tahu benar bahwa setelah kematian ada kehidupan yang sesungguhnya. Ia tahu ke mana akan pergi dan di mana ia akan berada.
Jadi, kematian bagi Paulus merupakan sebuah keuntungan yang besar, sebab ia akan segera bertemu dengan Tuhan Yesus Kristus, Sang Juruselamat, di dalam Kerajaan Sorga dan memerintah bersama Dia. (Bersambung)
Thursday, October 17, 2013
Wednesday, October 16, 2013
CARA HIDUP YANG SIA-SIA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Oktober 2013 -
Baca: Galatia 3:1-14
"Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia!" Galatia 3:4
Adakalanya kita tak ubahnya seperti "...orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya." (Matius 7:26).
Adapun dasar hidup yang benar bagi orang percaya adalah firman Tuhan. Jika firman Tuhan yang menjadi dasar hidup kita, kita akan mengalami campur tangan Tuhan yang luar biasa, sebab firmanNya adalah ya dan amin, karena "...firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." (Yesaya 55:11). Jadi, "... seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana:" (Yesaya 14:24), dan "Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan," (Yesaya 46:10). Kita juga dikatakan memiliki cara hidup yang sia-sia apabila kita tidak menyelesaikan apa yang sudah kita mulai. Kepada jemaat di Galatia rasul Paulus menegur dengan keras, "Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?" (Galatia 3:3). Seseorang dikatakan bodoh bukan karena ia tidak berbuat apa-apa; mungkin ia melakukan segala sesuatu, namun tidak pernah menyelesaikannya sampai akhir sehingga apa yang dikerjakan itu pun menjadi tidak berguna. Inilah yang dilakukan rasul Paulus, "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." (2 Timotius 4:7), agar "...supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27).
Ingin menjadi pribadi yang berdampak bagi orang lain, hidup berkemenangan dan makin berkenan kepada Tuhan? Mulai dari sekarang tinggalkan cara hidup yang sia-sia. Tuhan memanggil kita untuk menjadi kepala, bukan ekor (Ulangan 28:13); untuk menjadi garam dan terang dunia (Matius 5:13-16). Karena itu jangna hanya berfokus pada diri sendiri, tapi berusahalah supaya kehidupan kita menjadi berkat dan berdampak bagi orang lain. Jadikan firman Tuhan sebagai pedoman hidup dan andalkan Tuhan dalam segala hal, serta kerjakan segala perkara yang dipercayakan kepada kita dengan setia sampai akhir.
Jangan sia-siakan pengorbanan Kristus dengan melakukan hal yang sia-sia lagi!
Baca: Galatia 3:1-14
"Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia!" Galatia 3:4
Adakalanya kita tak ubahnya seperti "...orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya." (Matius 7:26).
Adapun dasar hidup yang benar bagi orang percaya adalah firman Tuhan. Jika firman Tuhan yang menjadi dasar hidup kita, kita akan mengalami campur tangan Tuhan yang luar biasa, sebab firmanNya adalah ya dan amin, karena "...firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." (Yesaya 55:11). Jadi, "... seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana:" (Yesaya 14:24), dan "Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan," (Yesaya 46:10). Kita juga dikatakan memiliki cara hidup yang sia-sia apabila kita tidak menyelesaikan apa yang sudah kita mulai. Kepada jemaat di Galatia rasul Paulus menegur dengan keras, "Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?" (Galatia 3:3). Seseorang dikatakan bodoh bukan karena ia tidak berbuat apa-apa; mungkin ia melakukan segala sesuatu, namun tidak pernah menyelesaikannya sampai akhir sehingga apa yang dikerjakan itu pun menjadi tidak berguna. Inilah yang dilakukan rasul Paulus, "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." (2 Timotius 4:7), agar "...supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27).
Ingin menjadi pribadi yang berdampak bagi orang lain, hidup berkemenangan dan makin berkenan kepada Tuhan? Mulai dari sekarang tinggalkan cara hidup yang sia-sia. Tuhan memanggil kita untuk menjadi kepala, bukan ekor (Ulangan 28:13); untuk menjadi garam dan terang dunia (Matius 5:13-16). Karena itu jangna hanya berfokus pada diri sendiri, tapi berusahalah supaya kehidupan kita menjadi berkat dan berdampak bagi orang lain. Jadikan firman Tuhan sebagai pedoman hidup dan andalkan Tuhan dalam segala hal, serta kerjakan segala perkara yang dipercayakan kepada kita dengan setia sampai akhir.
Jangan sia-siakan pengorbanan Kristus dengan melakukan hal yang sia-sia lagi!
Subscribe to:
Posts (Atom)