Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Oktober 2013 -
Baca: Yehezkiel 3:16-21
"Hai anak manusia, Aku telah menetapkan engkau menjadi penjaga kaum
Israel. Bilamana engkau mendengarkan sesuatu firman dari pada-Ku,
peringatkanlah mereka atas nama-Ku." Yehezkiel 3:17
Tuhan memilih dan menyelamatkan kita adalah suatu kondisi yang bukan untuk kita nikmati sendiri, melainkan untuk sebuah misi.
Keberadaan setiap orang Kristen adalah 'penjaga' bagi sesamanya. Artinya kita memiliki tanggung jawab memberitakan Injil atau kabar keselamatan ini kepada orang-orang yang belum percaya. Kita tidak boleh tinggal diam dan bersikap masa bodoh! Kita harus memiliki keberanian bersaksi kepada mereka. Dengan kekuatan sendiri mustahil kita berani untuk itu, namun di dalam kita ada Roh Kudus dan "...Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Jadi tidak ada alasan untuk tidak melangkah mengerjakan tugas ini, sebab kita telah menerima kuasa untuk menjadi saksi-saksi Kristus (baca Kisah 1:8). Beritakan kepada orang-orang yang belum percaya bahwa "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab
di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada
manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Jadi barangsiapa percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat akan diselamatkan (baca Roma 10:9-10). Memang, kita tidak dapat membuat orang lain bertobat, itu adalah bagian Tuhan melalui kuasa Roh KudusNya. Namun tugas kita adalah melayani, memberitahu, menegur dan mengingatkan orang-orang yang belum percaya kepada Tuhan atau mereka yang hidupnya bertentangan dengan firman Tuhan; tentunya dengan cara yang bijaksana dan tepat, bukan menghakimi, sampai Roh Kudus menjamah hati mereka dan menuntun mereka kepada Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan memerintahkan kita untuk memiliki kepedulian terhadap orang lain.
Kerinduan Tuhan agar Yehezkiel menjadi 'penjaga' bagi sesamanya ini juga kerinduan Tuhan bagi kita. Inilah yang disebut Amanat Agung Tuhan! Jika kita melihat orang lain jatuh dan hidup dalam kejahatan, sementara kita dengan sengaja membiarkannya, hal itu akan menjadi tanggung jawab kita di hadapan Tuhan.
Sudahkah kita mengerjakan tugas dari Tuhan ini?
Monday, October 14, 2013
Sunday, October 13, 2013
PENGHALANG KASIH KEPADA SESAMA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Oktober 2013 -
Baca: 1 Korintus 13:1-13
"Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing." 1 Korintus 13:1
Banyak hal dalam hidup ini yang acapkali menghalangi kita untuk berbuat kasih kepada orang lain. Ada saja ganjalan yang membuat kita tidak bebas mengasihi sesama kita. Untuk dapat menyatakan kasih dengan benar kepada sesama, hati kita harus terlebih dahulu terbebas dari kepentingan diri sendiri, ambisi, motivasi yang keliru, iri hati, kebencian dan sebagainya. Jika di dalam diri kita masih terselip adanya kepentingan diri sendiri, mustahil kita dapat mengasihi orang lain dengan tulus, sampai kapan pun kasih itu tidak akan pernah sampai. Ketika kita hanya berfokus pada diri sendiri, memikirkan dan memperhatikan kepentingan sendiri, saat itu pula kepentingan orang lain pasti akan kita abaikan dan korbankan. Dalam keadaan yang demikian kasih kita kepada sesama akan dingin dan mati.
Rasul Paulus memperingatkan, "...hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." (Filipi 2:2-4). Sifat mementingkan diri sendiri identik dengan keangkuhan atau kesombongan, di mana seseorang merasa tidak membutuhkan orang lain sehingga memandang rendah orang lain. Sikap ini akan menghalangi hubungan kita dengan orang lain.
Sifat mementingkan diri sendiri, kesombongan, keangkuhan, kecongkakan bukan berasal dari Tuhan, melainkan tabiat khas dari si Iblis, selain adanya ambisi tertentu dari manusia. Ambisi adalah keinginan yang mendorong seseorang menggunakan segala cara untuk mewujudkan keinginannya. Ambisi semacam ini adalah ambisi yang keliru dan bersifat negatif, adakalanya berkaitan dengan kekuasaan atau jabatan yang seringkali menggiurkan banyak orang, yang akhirnya membuat orang bersaing secara tidak sehat dengan saling menjegal dan menjatuhkan.
Dalam kondisi seperti ini mustahil orang bisa mengasihi orang lain.
Baca: 1 Korintus 13:1-13
"Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing." 1 Korintus 13:1
Banyak hal dalam hidup ini yang acapkali menghalangi kita untuk berbuat kasih kepada orang lain. Ada saja ganjalan yang membuat kita tidak bebas mengasihi sesama kita. Untuk dapat menyatakan kasih dengan benar kepada sesama, hati kita harus terlebih dahulu terbebas dari kepentingan diri sendiri, ambisi, motivasi yang keliru, iri hati, kebencian dan sebagainya. Jika di dalam diri kita masih terselip adanya kepentingan diri sendiri, mustahil kita dapat mengasihi orang lain dengan tulus, sampai kapan pun kasih itu tidak akan pernah sampai. Ketika kita hanya berfokus pada diri sendiri, memikirkan dan memperhatikan kepentingan sendiri, saat itu pula kepentingan orang lain pasti akan kita abaikan dan korbankan. Dalam keadaan yang demikian kasih kita kepada sesama akan dingin dan mati.
Rasul Paulus memperingatkan, "...hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." (Filipi 2:2-4). Sifat mementingkan diri sendiri identik dengan keangkuhan atau kesombongan, di mana seseorang merasa tidak membutuhkan orang lain sehingga memandang rendah orang lain. Sikap ini akan menghalangi hubungan kita dengan orang lain.
Sifat mementingkan diri sendiri, kesombongan, keangkuhan, kecongkakan bukan berasal dari Tuhan, melainkan tabiat khas dari si Iblis, selain adanya ambisi tertentu dari manusia. Ambisi adalah keinginan yang mendorong seseorang menggunakan segala cara untuk mewujudkan keinginannya. Ambisi semacam ini adalah ambisi yang keliru dan bersifat negatif, adakalanya berkaitan dengan kekuasaan atau jabatan yang seringkali menggiurkan banyak orang, yang akhirnya membuat orang bersaing secara tidak sehat dengan saling menjegal dan menjatuhkan.
Dalam kondisi seperti ini mustahil orang bisa mengasihi orang lain.
Subscribe to:
Posts (Atom)