Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Oktober 2013 -
Baca: Matius 18:21-35
"Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." Matius 18:22
Bisakah kita dikatakan memiliki kasih sementara kita masih menyimpan dendam, sakit hati dan tidak bisa mengampuni orang lain? "Jikalau seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah,' dan ia membenci
saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi
saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak
dilihatnya." (1 Yohanes 4:20).
Ada tidaknya kasih dalam diri seseorang akan terefleksi dalam kehidupan sehari-hari dan mempengaruhi kehidupannya, baik itu dalam perkataan, sikap dan juga perbuatan. Jadi kasih bukan hanya berbicara tentang apa yang ada di dalam hati, melainkan mencakup seluruh keberadaan hidupnya yang terwujud dalam perbuatan kesehariannya, baik itu kasih kepada Tuhan dan juga kepada sesama yang kesemuanya harus dilakukan dengan sukacita, tanpa keterpaksaan. Salah satu bukti lain akan kasih yang tak boleh diabaikan adalah hal mengampuni orang lain. Mengapa mengampuni sangat penting bagi orang Kristen? Karena Tuhan telah terlebih dahulu menunjukkan kasihNya dengan mengorbankan nyawaNya di Kalvari untuk mengampuni dosa-dosa kita. Pengampunan inilah yang menjadi dasar kekristenan. Kita diselamatkan, diangkat sebagai anak-anak Allah, diberkati, disembuhkan, dipulihkan, mengalami mujizat dan penggenapan janji-janji Tuhan dengan diawali sebuah pengampunan yang dikerjakan Tuhan di kayu salib; dan pengampunanNya itu sempurna, tak terbatas. "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti
salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih
seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Itulah sebabnya mengampuni adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya tanpa kecuali.
Sebesar apa pun kesalahan orang, sebanyak apa pun kejahatan orang, apa pun persoalannya, kita harus bisa memberikan pengampunan yang tidak terbatas jumlahnya. Kalau kita sadar bahwa dosa kita sudah diampuni oleh Tuhan, masakan kita tetap mengeraskan hati untuk tidak memberikan pengampunan kepada orang lain? Dengan tegas Tuhan berkata, "...jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15). (Bersambung)
Sunday, October 6, 2013
Saturday, October 5, 2013
TUHAN YESUS: Teladan Kasih Utama!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Oktober 2013 -
Baca: 1 Yohanes 4:7-21
"Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya." 1 Yohanes 4:21
Tanda utama bagi pengikut Kristus adalah memiliki kasih, kasih yang bukan hanya digembar-gemborkan di atas mimbar atau terpampang di spanduk-spanduk semata, melainkan kasih yang harus dilakukan.
Tuhan Yesus adalah teladan utama bagi kita sehingga kita pun wajib mengikuti dan meneladani Dia; jika tidak, layakkah kita disebut sebagai orang Kristen? Mengasihi orang lain yang mengasihi kita adalah hal yang biasa, semua orang bisa melakukannya. Namun inilah perintah Tuhan: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (Matius 22:39). Ini berarti sasaran kasih adalah siapa saja, yang baik terhadap kita maupun yang membenci atau memusuhi kita. Juga "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu." (Lukas 6:27-28). Tuhan Yesus adalah Pribadi yang paling banyak dihina, dihujat, dicaci, dicela, diludahi dan disakiti lebih daripada siapa pun yang pernah hidup di dunia ini. Sedari Ia lahir raja Herodes sudah berniat hendak membunuhNya. Juga semasa pelayananNya di bumi orang-orang Farisi, Saduki dan ahli-ahli Taurat pun mencela serta menggunakan berbagai cara untuk menjatuhkan, menyingkirkan, bahkan berniat menghabisiNya. Puncaknya Yesus harus mati di kayu salib. Namun di saat-saat terakhir hidupNya di kayu salib pun Ia masih dihina: "Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya." (Matius 27:42). Alkitab pun menyatakan, "Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya." (Yohanes 1:11).
Meski mengalami penderitaan begitu hebat Yesus tidak membiarkan hatiNya dikuasai sakit hati, dendam atau kebencian. Ia mengijinkan kasih Bapa mengalir dan menguasai hatiNya sehingga dapat berkata, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34). Andaikata sebaliknya, tidak akan ada jalan keselamatan dan penebusan dosa bagi manusia. Maka mari kita ikuti jejakNya.
"Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." 1 Yohanes 2:6
Baca: 1 Yohanes 4:7-21
"Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya." 1 Yohanes 4:21
Tanda utama bagi pengikut Kristus adalah memiliki kasih, kasih yang bukan hanya digembar-gemborkan di atas mimbar atau terpampang di spanduk-spanduk semata, melainkan kasih yang harus dilakukan.
Tuhan Yesus adalah teladan utama bagi kita sehingga kita pun wajib mengikuti dan meneladani Dia; jika tidak, layakkah kita disebut sebagai orang Kristen? Mengasihi orang lain yang mengasihi kita adalah hal yang biasa, semua orang bisa melakukannya. Namun inilah perintah Tuhan: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (Matius 22:39). Ini berarti sasaran kasih adalah siapa saja, yang baik terhadap kita maupun yang membenci atau memusuhi kita. Juga "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu." (Lukas 6:27-28). Tuhan Yesus adalah Pribadi yang paling banyak dihina, dihujat, dicaci, dicela, diludahi dan disakiti lebih daripada siapa pun yang pernah hidup di dunia ini. Sedari Ia lahir raja Herodes sudah berniat hendak membunuhNya. Juga semasa pelayananNya di bumi orang-orang Farisi, Saduki dan ahli-ahli Taurat pun mencela serta menggunakan berbagai cara untuk menjatuhkan, menyingkirkan, bahkan berniat menghabisiNya. Puncaknya Yesus harus mati di kayu salib. Namun di saat-saat terakhir hidupNya di kayu salib pun Ia masih dihina: "Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya." (Matius 27:42). Alkitab pun menyatakan, "Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya." (Yohanes 1:11).
Meski mengalami penderitaan begitu hebat Yesus tidak membiarkan hatiNya dikuasai sakit hati, dendam atau kebencian. Ia mengijinkan kasih Bapa mengalir dan menguasai hatiNya sehingga dapat berkata, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34). Andaikata sebaliknya, tidak akan ada jalan keselamatan dan penebusan dosa bagi manusia. Maka mari kita ikuti jejakNya.
"Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." 1 Yohanes 2:6
Subscribe to:
Posts (Atom)