Thursday, October 3, 2013

ORANG PERCAYA: Hidup Dalam Kasih (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Oktober 2013 -

Baca:  Yohanes 13:31-35

"Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi."  Yohanes 13:34

Sebagai manusia kita adalah makhluk sosial, artinya kita diciptakan untuk hidup berpasangan dan berinteraksi dengan orang lain.  Dalam hal ini kasih diperlukan, sebab kasih itu di butuhkan oleh semua orang yang ada di dunia ini.  Tanpa kasih dunia ini akan dipenuhi oleh pergolakan, kacau-balau, bahkan diwarnai oleh pertumpahan darah, tetapi dengan kasih segala bentuk permusuhan dapat ditundukkan di bawah kaki Kristus.

     Bagaimana caranya hidup di dalam kasih?  Pertama, saling berbagi.  Kita patut mencontoh kehidupan gereja mula-mula di mana mereka hidup rukun dan sungguh-sungguh mempraktekkan kasih.  Jemaat saling terikat oleh kasih yang sangat mendalam sehingga rela untuk berbagi.  Milik seseorang bukan lagi sebagai miliknya sendiri, tetapi milik bersama.  "...segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing."  (Kisah 2:44-45).  Kedua, saling menolong.  Kita selalu membutuhkan orang lain untuk saling menolong, menopang dan melengkapi.  Karena kita tak pernah lepas dari situasi-situasi sulit, kesesakan, penderitaan, kerepotan, sakit-penyakit dan kelemahan-kelemahan lainnya, maka kita memerlukan pertolongan dari orang lain  "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus."  (Galatia 6:2).  Rasul Paulus juga menambahkan,  "Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu."  (Efesus 4:2b).

     Sudahkah kita menunjukkan kasih kita kepada orang lain dalam wujud nyata?  Ataukah kita diam saja dan sengaja menghindar ketika melihat orang lain sedang dalam kesusahan, karena takut direpotkan?  Belajarlah dari kisah seorang Samaria yang baik hati, di mana ia telah menunjukkan kasihnya kepada orang lain yang sedang dalam penderitaan.  "Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya."  (Lukas 10:34).  (Bersambung)

Wednesday, October 2, 2013

BERJALAN DALAM KEBENARAN TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Oktober 2013 -

Baca:  Matius 24:37-44

"Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia."  Matius 24:37

Keselamatan yang dialami oleh Nuh dan keluarganya adalah upah dari ketaatannya.  Nuh telah terbukti mampu hidup dalam kebenaran meski berada di tengah-tengah dunia yang dipenuhi dengan kejahatan.

     "Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah."  (Kejadian 6:9).  Ketika orang-orang sezamannya lebih memilih hidup menurut keinginan daging dan memuaskan hawa nafsunya, Nuh justru secara konsisten berjalan dalam kehendak Tuhan.  Ia senantiasa membangun persekutuan yang karib dengan Tuhan;  dan terhadap orang yang bergaul karib denganNya Tuhan menyatakan diriNya sebagai sahabat, sehingga  "...perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka."  (Mazmur 25:14).  Isi hati, kehendak dan rencana Tuhan pun disampaikan kepada Nuh:  "...sesungguhnya Aku akan mendatangkan air bah meliputi bumi untuk memusnahkan segala yang hidup dan bernyawa di kolong langit; segala yang ada di bumi akan mati binasa."  (Kejadian 6:17).

     Meskipun orang-orang di sekitarnya mencemooh, mencibir, mengintimidasi, mentertawakan dan menilai tindakan Nuh membuat bahtera adalah konyool, karena waktu itu tidak ada tanda akan turun hujan, tak sedikit pun melemahkan dan menggoyahkan imannya.  Nuh  "...dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan-dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya;  (Ibrani 11:7).  Tanpa memiliki iman yang teguh serta penyerahan hidup penuh kepada Tuhan mustahil Nuh dapat mengerjakan apa yang diperintahkan Tuhan kepadanya.  Hal ini membuktikan bahwa ia memiliki integritas!  Nuh berprinsip  "...harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia."  (Kisah 5:29).  Walaupun keadaan dan situasi sekitar sama sekali tidak mendukungnya untuk hidup dalam kebenaran, Nuh berani melawan arus!

    Di tengah dunia yang dipenuhi ketidakbenaran dan kejahatan, inilah kehendak Tuhan,  "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini,"  (Roma 12:2).

Sudahkah kita menempatkan kehendak Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup ini?  Ataukah kita malah berkompromi dengan kehidupan duniawi?