Sunday, August 4, 2013

MEMBENARKAN DIRI SENDIRI (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Agustus 2013 -

Baca:  Roma 2:1-16

"Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama."  Roma 2:1

Pemungut cukai adalah orang yang memungut pajak dari rakyat Israel atas nama pemerintahan Roma.  Karena itu ia sangat dimusuhi orang-orang Israel karena dianggap melayani penguasa Roma dan menindas orang-orang sebangsanya.  Ia dipandang sebagai orang yang kejam dan tidak memiliki hati nurani.

     Namun si pemungut cukai datang kepada Tuhan dengan hati hancur.  "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah."  (Mazmur 51:19).  Dan ada tertulis,  "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan."  (1 Yohanes 1:9).  Pemungut cukai mengakui segala dosa dan pelanggaran kepada Tuhan dengan penuh kerendahan hati dan Ia berkenan, sehingga  "Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak."  (Lukas 18:14).  Sebaliknya Tuhan sangat mencela orang Farisi yang datang kepadaNya dengan penuh kesombongan, membenarkan diri sendiri dan cenderung menghakimi orang lain, padahal  "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati."  (Yakobus 4:6).  Menurut penilaian manusia, apa yang diperbuat orang Farisi ini sungguh sangat rohaniah dan pasti berkenan kepada Tuhan.  Tapi,  "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."  (1 Samuel 16:7b).

     Tuhan tahu persis motivasi kita saat mengerjakan sesuatu dan dalam menjalankan ibadah.  Ia tidak bisa dikelabui dengan aktivitas-aktivitas rohani kita.  Merasa benar sendiri beda dengan dibenarkan Tuhan.  Jadi jangan sekali-kali menganggap rendah orang lain dan menjadi sombong sehingga mata kita pun tertutup terhadap kekurangan dan kelemahan diri sendiri.  Kita diselamatkan semata-mata karena kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus,  "...jangan ada orang yang memegahkan diri."  (Efesus 2:9).

Orang yang meninggikan diri akan direndahkan oleh Tuhan!

Saturday, August 3, 2013

MEMBENARKAN DIRI SENDIRI (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Agustus 2013 -

Baca:  Matius 7:1-5

"Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu."  Matius 7:5

Menghakimi dan melihat segala kesalahan atau kelemahan orang lain, meski itu sekecil kuman, adalah pekerjaan yang paling mudah dilakukan.  Sedangkan yang paling sulit adalah melihat kesalahan diri sendiri meski kesalahan itu begitu besar.  Itulah sifat alamiah manusia.  Firman Tuhan mengingatkan kita dengan keras,  "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi."  (Matius 7:1).  Dan  "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain."  (Galatia 6:4).  Sikap membenarkan diri sendiri dan menganggap orang lain sebagai sumber kesalahan atau ketidakbenaran adalah tindakan yang tidak berkenan kepada Tuhan.  Siapakah sesungguhnya kita ini?

     Perhatikan apa yang disampaikan Yesus dalam perumpamaannya mengenai dua orang yang pergi ke rumah Tuhan untuk berdoa yaitu orang Farisi dan pemungut cukai (baca  Lukas 18:9-14).  Kita tahu orang Farisi mahir firman Tuhan, terkenal dengan keahlian dan pengajarannya tentang Kitab suci sehingga ia sangat disegani dan dihormati umat Israel.  Secara kasat mata orang melihatnya sebagai orang yang tekun menjalankan ibadahnya.  Karena itu doa-doa yang dipanjatkan orang Farisi ini berisi seabrek laporan aktivitas rohaninya:  kesetiaannya beribadah, berpuasa 2x seminggu, memberikan persepuluhan dan semua hal yang Alkitabiah.  Ia menganggap diri sempurna, benar, suci, lebih hebat, merasa tidak sama dengan orang lain.  Dengan sombongnya ia berkata di hadapan Tuhan  "...aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;"  (Lukas 18:11).

     Lalu perhatikan pemungut cukai itu:  berdiri jauh-jauh, bahkan tidak berani menengadah ke atas, tapi menundukkan kepalanya dalam-dalam, serta memukul-mukul dirinya karena merasa dirinya tidak layak di hadapan Tuhan,  "Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini."  (Lukas 18:13).  Ia menyadari keberadaan dirinya yang kotor, hina dan penuh dengan dosa.  Sebagai pemungut cukai ia memiliki reputasi yang buruk di mata masyarakat.  Semua orang menjauhinya dan sudah mencap jelek dirinya.  (Bersambung)