Saturday, August 3, 2013

MEMBENARKAN DIRI SENDIRI (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Agustus 2013 -

Baca:  Matius 7:1-5

"Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu."  Matius 7:5

Menghakimi dan melihat segala kesalahan atau kelemahan orang lain, meski itu sekecil kuman, adalah pekerjaan yang paling mudah dilakukan.  Sedangkan yang paling sulit adalah melihat kesalahan diri sendiri meski kesalahan itu begitu besar.  Itulah sifat alamiah manusia.  Firman Tuhan mengingatkan kita dengan keras,  "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi."  (Matius 7:1).  Dan  "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain."  (Galatia 6:4).  Sikap membenarkan diri sendiri dan menganggap orang lain sebagai sumber kesalahan atau ketidakbenaran adalah tindakan yang tidak berkenan kepada Tuhan.  Siapakah sesungguhnya kita ini?

     Perhatikan apa yang disampaikan Yesus dalam perumpamaannya mengenai dua orang yang pergi ke rumah Tuhan untuk berdoa yaitu orang Farisi dan pemungut cukai (baca  Lukas 18:9-14).  Kita tahu orang Farisi mahir firman Tuhan, terkenal dengan keahlian dan pengajarannya tentang Kitab suci sehingga ia sangat disegani dan dihormati umat Israel.  Secara kasat mata orang melihatnya sebagai orang yang tekun menjalankan ibadahnya.  Karena itu doa-doa yang dipanjatkan orang Farisi ini berisi seabrek laporan aktivitas rohaninya:  kesetiaannya beribadah, berpuasa 2x seminggu, memberikan persepuluhan dan semua hal yang Alkitabiah.  Ia menganggap diri sempurna, benar, suci, lebih hebat, merasa tidak sama dengan orang lain.  Dengan sombongnya ia berkata di hadapan Tuhan  "...aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;"  (Lukas 18:11).

     Lalu perhatikan pemungut cukai itu:  berdiri jauh-jauh, bahkan tidak berani menengadah ke atas, tapi menundukkan kepalanya dalam-dalam, serta memukul-mukul dirinya karena merasa dirinya tidak layak di hadapan Tuhan,  "Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini."  (Lukas 18:13).  Ia menyadari keberadaan dirinya yang kotor, hina dan penuh dengan dosa.  Sebagai pemungut cukai ia memiliki reputasi yang buruk di mata masyarakat.  Semua orang menjauhinya dan sudah mencap jelek dirinya.  (Bersambung)

Friday, August 2, 2013

KEKRISTENAN YANG TERUJI (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Agustus 2013 -

Baca:  Yesaya 31:1-9

"Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang berkuasa."  Yesaya 31:3a

Perhatikan pernyataan Daud ini,  "Berikanlah kepada kami pertolongan terhadap lawan, sebab sia-sia penyelamatan dari manusia."  (Mazmur 60:13).  Hal ini menunjukkan bahwa Daud memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan karena sadar bahwa berharap kepada manusia dan segala yang ada di dunia ini, baik itu jabatan, uang atau kekayaan, adalah sia-sia belaka.  Kekuatan manusia sangat terbatas, sementara kekayaan adalah sesuatu yang tidak pasti,  "Kalau engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang ke angkasa seperti rajawali."  (Amsal 23:5).  Alkitab pun menegaskan,  "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN."  (Yesaya 31:1).  Karena itu marilah kita membangun dasar hidup kita dengan iman kepada Tuhan Yesus.  Dia sudah cukup bagi kita!  "Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus."  (1 Korintus 3:11).  Jika dasar hidup kita dibangun di atas Batu karang yang teguh, seberat apa pun angin dan badai persoalan menerjang kita akan tetap kuat berdiri dan tak tergoyahkan.

     2.  Milikilah tujuan hidup yang benar.  Sebagai orang percaya biarlah tujuan hidup kita yang terutama adalah memuliakan nama Tuhan.  Tidak sebatas saat beribadah, tapi di segala aspek kehidupan kita, apa pun yang kita kerjakan harus bertujuan untuk kemuliaan nama Tuhan.  "Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita."  (Kolose 3:17).  Selama berada di bumi Tuhan Yesus telah mengabdikan hidupNya untuk melakukan kehendak Bapa.  "Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya."  (Yohanes 17:4).  Memuliakan nama Tuhan berarti hidup dalam ketaatan sehingga hidup kita menjadi berkat bagi banyak orang.

Sudahkah hidup kita teruji demikian?