Tuesday, July 9, 2013

KASIH KRISTUS: Dasar Hidup Suami Isteri (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juli 2013 -

Baca:  Efesus 5:22-23

"Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya."  Efesus 5:33

Membangun mahligai rumah tangga ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan oleh para muda-mudi, sebab situasi dan kondisi berumah tangga sangat berbeda jauh dengan masa pacaran.  Dibutuhkan kesiapan mental dan juga materi supaya perkawinan yang dibangun dapat membuahkan kebahagiaan dan langgeng, apalagi menurut penelitian angka perceraian di Indonesia tergolong cukup tinggi.  Bukankah ini sangat memprihatinkan?

     Ada beberapa hal yang seringkali menjadi penyebab retaknya sebuah rumah tangga:  ketidakharmonisan antarpasangan, beda prinsip, perselingkuhan dan juga faktor ekonomi.  Kalau kita perhatikan, perceraian dalam rumah tangga tak lepas dari persoalan yang mendasar dalam kehidupan pasangan suami isteri, dan tidak menutup kemungkinan terjadi dan melanda keluarga-keluarga Kristen pula.  Apabila keluarga Kristen tidak lagi berpusatkan pada Kristus dan tidak menjadikan kasih Kristus sebagai dasar dalam membina hubungan rumah tangga, maka akan sangat berbahaya!  Karena itu marilah kita senantiasa berpegang teguh pada firman Tuhan supaya rumah tangga kita dapat terbangun sesuai dengan apa yang menjadi kehendak Tuhan.

     Kita dapat memahami dasar-dasar perintah Tuhan dalam membangun rumah tangga yang berpusatkan pada Kristus dengan mengingat beberapa hal:  pertama, perihal tanggung jawab pada suami.  Tertulis:  "Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya,"  (Efesus 5:25).  Jadi seorang suami harus mengasihi isterinya di segala keadaan.  Itulah yang menjadi kehendak Tuhan bagi para suami.  Alkitab juga mengingatkan bahwa doa-doa suami akan menjadi terhalang apabila ia tidak mengasihi isterinya dengan sungguh.  "Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang."  (1 Petrus 3:7).

Doa-doa Saudara ingin dijawab Tuhan?  Kasihilah isteri dengan tulus, sebagaimana Kristus mengasihi Saudara!

Monday, July 8, 2013

RAJA YANG TERTOLAK (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juli 2013 -

Baca:  1 Samuel 15:1-35

"Dan TUHAN menyesal, karena Ia menjadikan Saul raja atas Israel."  1 Samuel 15:35b

Menjadi raja Israel bukanlah posisi sembarangan dan tidak semua orang beroleh kesempatan terhormat ini.  Sayang, Saul menyalahgunakan kepercayaan ini dan gagal mengemban tugasnya dengan baik.  Terpilihnya Saul menjadi raja seharusnya menyadarkannya bahwa Tuhan punya rencana yang indah dalam hidupnya dan meresponsnya dengan sikap hati dan karakter yang berkenan, sehingga mampu membawa bangsanya makin mengasihi Tuhan dan diberkati, namun yang dilakukan Saul justru sebaliknya, mengecewakan Tuhan dengan perbuatan-perbuatannya yang bodoh.  Itulah sebabnya Roh Tuhan meninggalkan Saul dan akhirnya Tuhan pun menyesal menjadikannya sebagai raja.

     Saul bukan saja melakukan perzinahan rohani dengan meminta nasihat dukun, ia juga gagal dalam ujian kesabaran dan ketaatan.  Suatu ketika ia diperintahkan Samuel pergi ke Gilgal dan harus menunggu abdi Allah itu selama 7 hari di sana.  Tapi ketika dilihatnya bahwa Samuel tidak kunjung tiba, sementara ia dan rakyatnya terdesak karena serangan orang-orang Filistin, kesabaran Saul pun hilang, apalagi rakyat mulai pergi meninggalkannya.  Saat itulah ego Saul muncul dengan berkata,  "'Bawalah kepadaku korban bakaran dan korban keselamatan itu.' Lalu ia mempersembahkan korban bakaran."  (1 Samuel 13:9), padahal mempersembahkan korban kepada Tuhan bukanlah wewenangnya, tapi tugas dan tanggung jawab imam (dalam hal ini Samuel).  Ketika ditegur Samuel, Saul malah mengkambinghitamkan rakyatnya, tidak dengan rendah hati mengakui kesalahannya, menganggap diri selalu benar.  Pelanggaran demi pelanggaran dilakukan Saul sejak awal ia memerintah sampai akhir hidupnya sehingga  "TUHAN telah mengoyakkan dari padamu jabatan raja atas Israel pada hari ini dan telah memberikannya kepada orang lain yang lebih baik dari padamu."  (1 Samuel 15:28).

     Karakter Saul ini sangat kontras bila dibandingkan dengan Daud yang selalu terbuka terhadap teguran.  Hati Daud mudah hancur dan bertobat dengan sungguh di hadapan Tuhan setiap kali melakukan pelanggaran.

Karena ketidaktaatannya Saul harus lengser dan digantikan oleh Daud yang lebih berkenan kepada Tuhan!