Wednesday, May 15, 2013

MENGIKUT KRISTUS: Perihal Motivasi

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Mei 2013 -

Baca:  Matius 8:18-22

"Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya."  Matius 8:20

Banyak orang berpikir bahwa mengikut Kristus adalah pekerjaan yang mudah.  Benarkah?  Sebagai pengikut Kristus kita dituntut untuk memiliki komitmen dan juga motivasi yang benar.  Kalau hanya sekedar ikut-ikutan, apalah artinya.  Jangan hanya bangga dengan label 'kristen' jika tidak diiringi dengan sikap dan perbuatan yang mencerminkan Kristus, sebab menjadi Kristen berarti memproklamirkan diri sebagai pengikut Yesus Kristus.  Alkitab dengan tegas menyatakan,  "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup."  (1 Yohanes 2:6).

     Apa yang menjadi motivasi Saudara dalam mengikut Tuhan?  Perhatikan apa yang dikatakan Tuhan Yesus ketika melihat banyak orang berbondong-bondong mengikuti Dia,  "...sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang."  (Yohanes 6:26).  'Roti' berbicara tentang kebutuhan-kebutuhan jasmani.  Bila orientasi kita dalam mengikut Kristus hanya sebatas itu, suatu saat nanti kita pasti akan kecewa.  Banyak orang pada mulanya begitu menggebu-gebu mengikut Tuhan, tapi di tengah perjalanan mereka mundur dan meninggalkan Tuhan setelah apa yang mereka harapkan belum terwujud.  Begitu ada tawaran lain yang lebih menggiurkan tidak segan-segan mereka akan berpaling dari Kristus.  Atau kita mengikut Tuhan, bahkan terlibat dalam pelayanan, tapi di dalam hati kita terselip ambisi dan motivasi tidak benar.

     Dalam perjalananNya menuju kota Yerusalem ada seorang ahli Taurat yang datang kepada Yesus dan berkeinginan mengikut Dia.  "Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi."  (Matius 8:19).  Mengapa Tuhan Yesus tidak langsung meluluskan keinginan ahli Taurat itu?  Apa yang membuat Dia tidak berkenan?  Yang menjadi pokok permasalahan bukan terletak pada keseriusan dari ahli Taurat itu tapi pada motivasi atau sikap hatinya dalam mengikut Tuhan, sebab  "...TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita."  (1 Tawarikh 28:9).  Ahli Taurat dikenal suka menerima pujian dan hormat dari manusia,  "Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang;"  (Matius 23:5).  (Bersambung)

Tuesday, May 14, 2013

CINTA UANG: Akar Segala Kejahatan (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Mei 2013 -

Baca:  Lukas 12:13-21

"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu."  Lukas 12:15

Dikatakan bahwa,  "...mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan."  (1 Timotius 6:9).  Kata  'ingin kaya' dan 'jerat' menunjukkan bahwa orang itu sudah dikuasai dan dijerat oleh uang.  Akibatnya mereka melakukan perbuatan-perbuatan jahat dan menyimpang dari kebenaran karena uang.  Karena uang Ananias dan Safira berlaku tidak jujur, akhirnya keduanya mati secara tragis (baca  Kisah 5:1-11).  Orang nekat merampok, mencuri, menjambret karena matanya dibutakan oleh uang.  Para pejabat yang sudah kaya masih saja merasa tidak cukup dengan uang dan kekayaannya sehingga mereka pun melakukan kejahatan dengan melakukan korupsi, menerima suap.  "...siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya."  (Pengkotbah 5:9).  Jadi kesemuanya itu berakar dari rasa cinta uang.

     Orang yang tidak pernah merasa cukup dengan harta yang dimilikinya, walau telah memiliki segudang kekayaan, pada dasarnya adalah orang yang miskin karena mereka masih saja merasa kurang dan selalu kurang.  Sebaliknya orang yang senantiasa bisa bersyukur atas apa yang dimiliki dan di segala keadaan adalah orang yang kaya, sebab kekayaan sejati itu bukan diukur dari banyaknya uang atau melimpahnya harta, tapi bersumber pada kepuasan batiniah.  Rasul paulus berkata,  "...ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah."  (1 Timotius 6:7-8). 

     Berhati-hatilah!  seseorang yang cinta akan uang, cepat atau lambat akan terjatuh dalam berbagai dosa karena mereka berpotensi untuk tidak bersyukur kepada Tuhan dan melakukan perbuatan yang menyimpang dari kebenaran, namun  "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu."  (1 Tesalonika 5:18).

Jangan sampai kita diperhamba uang dan mencintai uang lebih dari segalanya!