Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Mei 2013 -
Baca: Roma 8:31-39
"Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." Roma 8:37
Di dalam Ibrani 10:38 tertulis: "...tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah." (Ibrani 11:6a). Dan iman itu harus diwujudkan dalam perbuatan nyata, jika tidak, maka "...iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Adapun perbuatan iman itu selalu diawali dengan apa yang disebut pernyataan iman, yaitu perkataan positif yang keluar dari mulut kita yang melahirkan suatu keyakinan teguh. Perkataan positif yang dilandasi oleh iman pasti akan membentuk suatu perbuatan yang positif pula, sehingga sesuatu yang diimani itu tidak menjadi sia-sia, yang pada saatnya akan menjadi suatu kenyataan.
Berdasarkan pembacaan ayat firman Tuhan hari ini, apa yang harus diimani oleh setiap orang percaya? "Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang
menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak
mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?" (Roma 8:31-32). Hidup ini tidak selamanya mulus tanpa aral, adakalanya kita dihadapkan pada berbagai tantangan hidup, bisa berupa masalah dalam rumah tangga, sakit-penyakit, krisis keuangan dan lain-lain. Namun sebagai anak-anak Tuhan kesemuanya itu bukanlah menjadi alasan bagi kita untuk menjadi lemah dan tawar hati. Mengapa? Karena kita percaya bahwa Tuhan Yesus selalu ada bersama kita dan di pihak kita, "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). PengorbanNya di atas kayu salib adalah bukti nyata betapa Tuhan sangat mengasihi kita sehingga nyawaNya pun rela Dia berikan. Bukan hanya itu, Tuhan juga memberikan Roh Kudus sebagai Penolong. Dialah yang akan membantu kita untuk mengatasi segala kelemahan dan persoalan yang sedang kita alami, "...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4). Kesadaran diri akan siapa yang ada di pihak kita akan menentukan bagaimana sikap dan reaksi kita terhadap apa pun yang terjadi. Jika Tuhan ada di pihak kita, tak ada yang perlu ditakutkan lagi! (Bersambung).
Friday, May 3, 2013
Thursday, May 2, 2013
RAJA UZIA: Hati yang Berubah!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Mei 2013 -
Baca: 2 Tawarikh 26:16-23
"Setelah ia menjadi kuat, ia menjadi tinggi hati sehingga ia melakukan hal yang merusak. Ia berubah setia kepada TUHAN, Allahnya, dan memasuki bait TUHAN untuk membakar ukupan di atas mezbah pembakaran ukupan." 2 Tawarikh 26:16
Alkitab menyatakan bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Dengan caraNya yang ajaib Tuhan menolong raja Uzia sehingga ia menjadi kuat dan termasyhur. ketika kita karib dengan Tuhan dan memiliki kehidupan yang seturut dengan kehendakNya, apa pun yang kita lakukan akan dibuatNya berhasil. Kunci inilah yang juga Tuhan sampaikan kepada Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Namun, ayat nas di atas sungguh mencengangkan: setelah posisinya kuat dan berhasil, kehidupan raja Uzia mulai berubah. Raja Uzia menjadi tinggi hati (sombong) dan tidak lagi setia kepada Tuhan. Kalau dulunya ia begitu tekun mencari Tuhan dan melakukan apa yang benar, setelah berada di puncak karirnya ia tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan dan melakukan hal yang merusak. Dengan beraninya ia "...memasuki bait TUHAN untuk membakar ukupan di atas mezbah pembakaran ukupan." (ayat nas), padahal membakar ukupan kepada Tuhan itu hanya boleh dilakukan oleh imam-imam keturunan Harun yang telah dikuduskan oleh Tuhan. Dan ketika ia ditegur oleh imam Azarya, raja Uzia malah tersinggung dan amarahnya meluap. Akibatnya "...timbullah penyakit kusta pada dahinya," (ayat 19b), bahkan akibat ketidaktaatannya itu "Raja Uzia sakit kusta sampai kepada hari matinya, dan sebagai orang yang sakit kusta ia tinggal dalam sebuah rumah pengasingan, karena ia dikucilkan dari rumah Tuhan." (ayat 21).
Apa yang dialami raja Uzia ini hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi kita. Banyak orang ketika berada di puncak dan diberkati menjadi lupa diri dan tidak lagi tekun mencari Tuhan. Mereka lebih bergantung pada apa yang dimilikinya. Berhati-hatilah!
"Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil," Ayub 1:21b
Baca: 2 Tawarikh 26:16-23
"Setelah ia menjadi kuat, ia menjadi tinggi hati sehingga ia melakukan hal yang merusak. Ia berubah setia kepada TUHAN, Allahnya, dan memasuki bait TUHAN untuk membakar ukupan di atas mezbah pembakaran ukupan." 2 Tawarikh 26:16
Alkitab menyatakan bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Dengan caraNya yang ajaib Tuhan menolong raja Uzia sehingga ia menjadi kuat dan termasyhur. ketika kita karib dengan Tuhan dan memiliki kehidupan yang seturut dengan kehendakNya, apa pun yang kita lakukan akan dibuatNya berhasil. Kunci inilah yang juga Tuhan sampaikan kepada Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Namun, ayat nas di atas sungguh mencengangkan: setelah posisinya kuat dan berhasil, kehidupan raja Uzia mulai berubah. Raja Uzia menjadi tinggi hati (sombong) dan tidak lagi setia kepada Tuhan. Kalau dulunya ia begitu tekun mencari Tuhan dan melakukan apa yang benar, setelah berada di puncak karirnya ia tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan dan melakukan hal yang merusak. Dengan beraninya ia "...memasuki bait TUHAN untuk membakar ukupan di atas mezbah pembakaran ukupan." (ayat nas), padahal membakar ukupan kepada Tuhan itu hanya boleh dilakukan oleh imam-imam keturunan Harun yang telah dikuduskan oleh Tuhan. Dan ketika ia ditegur oleh imam Azarya, raja Uzia malah tersinggung dan amarahnya meluap. Akibatnya "...timbullah penyakit kusta pada dahinya," (ayat 19b), bahkan akibat ketidaktaatannya itu "Raja Uzia sakit kusta sampai kepada hari matinya, dan sebagai orang yang sakit kusta ia tinggal dalam sebuah rumah pengasingan, karena ia dikucilkan dari rumah Tuhan." (ayat 21).
Apa yang dialami raja Uzia ini hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi kita. Banyak orang ketika berada di puncak dan diberkati menjadi lupa diri dan tidak lagi tekun mencari Tuhan. Mereka lebih bergantung pada apa yang dimilikinya. Berhati-hatilah!
"Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil," Ayub 1:21b
Subscribe to:
Posts (Atom)