Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 April 2013 -
Baca: Lukas 15:1-32
"...akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat,
lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang
tidak memerlukan pertobatan." Lukas 15:7
Ada tertulis: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah
belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk
memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Matius 9:12-13). Inilah misi yang diberikan Bapa kepada AnakNya, Yesus Kristus.
Jika orang-orang Farisi dan Saduki serta ahli-ahli Taurat sangat 'alergi' terhadap orang-orang yang dianggapnya berdosa, Tuhan Yesus justru menjangkau dan melayani orang-orang berdosa, bukan menghakimi, mencela dan menjauhi mereka seperti yang dilakukan orang-orang Farisi dan Saduki, juga ahli-ahli Taurat. Setiap kali Tuhan Yesus dekat dengan para pendosa, mereka langsung mengkritik Yesus habis-habisan, contoh: ketika para pemungut cukai dan orang-orang berdosa datang kepada Yesus, "Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat,
katanya: 'Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan
mereka.'" (Lukas 15:2). Oleh karena itu Tuhan Yesus memberikan perumpamaan supaya mereka mengerti benar akan maksud dan tujuan-Nya datang ke dunia. Ada tiga perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus yaitu tentang domba yang hilang, dirham yang hilang dan juga anak yang hilang. Meski mempunyai seratus ekor domba, jika ada seekor dombanya yang hilang si gembala pasti akan pergi mencari dombanya yang sesat itu, "Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira," (Lukas 15:5). Begitu juga seorang wanita yang kehilangan satu dari sepuluh dirhamnya, pasti akan berupaya dengan sekuat tenaga untuk mencarinya, dan ketika dirhamnya ditemukan kembali bersukacitalah wanita itu. Seorang ayah meluapkan kegembiraannya yang tiada tara ketika melihat anaknya yang hilang telah kembali ke rumah, bahkan ia memberi perintah kepada hamba-hambanya untuk memakaian kepadanya jubah yang terbaik, cincin dan juga sepatu. Tidak hanya itu, "...ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita." (Lukas 15:23).
Inilah yang dirasakan Tuhan Yesus ketika ada seorang berdosa bertobat dan berbalik kepada Tuhan. Saat itu pula sorga dipenuhi dengan sorak-sorai sukacita. Tangan Tuhan selalu terbuka menyambut anak-anakNya yang terhilang, yang mau kembali kepadaNya. Sungguh, "Tuhan itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya." (Mazmur 145:8). Oleh karena itu selagi masih ada waktu dan kesempatan jangan pernah sia-siakan anugerah keselamatan yang Dia berikan. Jangan menunda-nunda waktu untuk bertobat karena kita tidak tahu berapa lama lagi kita hidup di dunia ini, sebab jika sudah terlambat, kita tidak punya waktu lagi untuk memperbaikinya, yang ada hanyalah penyesalan tiada arti.
"Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang
menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena
Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua
orang berbalik dan bertobat." 2 Petrus 3:9
Saturday, April 27, 2013
Friday, April 26, 2013
LEBIH SUKA MENJADI 'TUAN'
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 April 2013 -
Baca: Lukas 17:7-10
"Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." Lukas 17:10
Mana yang Saudara pilih? Menjadi tuan atau hamba? Memerintah atau diperintah? Tanpa harus di-survey terlebih dahulu banyak orang pasti akan memilih menjadi tuan daripada hamba, memerintah daripada diperintah. Karena menjadi tuan atau bos berarti mempunyai wewenang dan kuasa untuk memerintah, serta dihormati oleh bawahan. Namun tidak mudah bagi seseorang yang menempati posisi 'di atas' dan terhormat untuk mau merendahkan diri dan berbaur dengan mereka yang ada di bawahnya.
Orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang mengerti betul firman Tuhan lebih menunjukkan sikapnya sebagai 'tuan' daripada seorang hamba Tuhan. Mereka suka sekali mendapatkan pujian dan penghormatan dari sesamanya, "mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi." (Matius 23:6-7). Bukan hanya itu, mereka juga memandang rendah orang-orang berdosa. Sementara menjadi hamba berarti harus siap untuk diperintah serta melayani di mana pun dan kapan pun tanpa punya hak untuk membantah atau mengelak. Jarang sekali orang mau menjadi 'hamba' bagi orang lain. Tapi, inilah yang dilakukan oleh Yesus. Sesungguhnya Dia punya hak penuh untuk memerintah dan dilayani karena Dia adalah Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuan. Namun hal ini tidak dilakukan oleh Yesus, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6). Justru Dia datang ke dalam dunia ini "...bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Saat melayani di bumi Yesus harus mengalami penolakan, cibiran dan fitnahan. Namun Dia tetap membuka tanganNya untuk menolong, menyembuhkan dan memberkati mereka. Bahkan saat di olok-olok, diludahi, dianiaya, disiksa dan sampai mati di atas Kalvari tiada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya yang menunjukkan bahwa Dia kecewa, mengeluh, bersungut-sungut dan dendam terhadap mereka. Justru Dia berdoa, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34).
Dewasa ini banyak orang Kristen yang terlibat dalam pelayanan memposisikan dirinya sebagai 'tuan' daripada hamba. Kita cenderung minta dilayani daripada melayani. Mudah menggerutu dan bersungut-sungut bila tidak mendapatkan fasilitas yang memadai atau tidak nyaman; kita maunya langsung terlibat dalam pelayanan besar yang bisa dilihat oleh banyak orang. Ada pula yang berani pasang 'tarif'. 'Hati hamba' telah kehilangan esensinya.
"Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" Matius 20:26-27
Baca: Lukas 17:7-10
"Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." Lukas 17:10
Mana yang Saudara pilih? Menjadi tuan atau hamba? Memerintah atau diperintah? Tanpa harus di-survey terlebih dahulu banyak orang pasti akan memilih menjadi tuan daripada hamba, memerintah daripada diperintah. Karena menjadi tuan atau bos berarti mempunyai wewenang dan kuasa untuk memerintah, serta dihormati oleh bawahan. Namun tidak mudah bagi seseorang yang menempati posisi 'di atas' dan terhormat untuk mau merendahkan diri dan berbaur dengan mereka yang ada di bawahnya.
Orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang mengerti betul firman Tuhan lebih menunjukkan sikapnya sebagai 'tuan' daripada seorang hamba Tuhan. Mereka suka sekali mendapatkan pujian dan penghormatan dari sesamanya, "mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi." (Matius 23:6-7). Bukan hanya itu, mereka juga memandang rendah orang-orang berdosa. Sementara menjadi hamba berarti harus siap untuk diperintah serta melayani di mana pun dan kapan pun tanpa punya hak untuk membantah atau mengelak. Jarang sekali orang mau menjadi 'hamba' bagi orang lain. Tapi, inilah yang dilakukan oleh Yesus. Sesungguhnya Dia punya hak penuh untuk memerintah dan dilayani karena Dia adalah Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuan. Namun hal ini tidak dilakukan oleh Yesus, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6). Justru Dia datang ke dalam dunia ini "...bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Saat melayani di bumi Yesus harus mengalami penolakan, cibiran dan fitnahan. Namun Dia tetap membuka tanganNya untuk menolong, menyembuhkan dan memberkati mereka. Bahkan saat di olok-olok, diludahi, dianiaya, disiksa dan sampai mati di atas Kalvari tiada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya yang menunjukkan bahwa Dia kecewa, mengeluh, bersungut-sungut dan dendam terhadap mereka. Justru Dia berdoa, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34).
Dewasa ini banyak orang Kristen yang terlibat dalam pelayanan memposisikan dirinya sebagai 'tuan' daripada hamba. Kita cenderung minta dilayani daripada melayani. Mudah menggerutu dan bersungut-sungut bila tidak mendapatkan fasilitas yang memadai atau tidak nyaman; kita maunya langsung terlibat dalam pelayanan besar yang bisa dilihat oleh banyak orang. Ada pula yang berani pasang 'tarif'. 'Hati hamba' telah kehilangan esensinya.
"Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" Matius 20:26-27
Subscribe to:
Posts (Atom)