Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 April 2013 -
Baca: Roma 16:1-2
"Sebab ia sendiri telah memberikan bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku sendiri." Roma 16:2b
Hari ini, 21 April merupakan salah satu hari bersejarah bangsa Indonesia. Ya....kita memperingati hari Kartini. Kartini adalah nama seorang wanita yang dianggap sebagai pelopor gerakan emansipasi wanita di Indonesia, suatu usaha menuntut persamaan hak kaum wanita terhadap pria di segala bidang kehidupan. Emansipasi ini bertujuan memberi wanita kesempatan belajar, bekerja dan berkarya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Dialah R.A. Kartini yang lahir di Rembang (Jepara) 21 April 1879, sang pelopor. Setelah menamatkan Sekolah Dasar Kartini tidak diperbolehkan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Ia dipingit karena hendak dinikahkan. Meski demikian hal itu tidak menyurutkan niat Kartini muda untuk terus belajar. Ia tetap rajin membaca buku-buku untuk menambah pengetahuan. Kartini menjadi seorang yang maju pola pikirnya sehingga ia pun rindu para wanita Indonesia berpikiran maju seperti dirinya. Kartini juga sering menulis surat kepada teman-temannya yang ada di negeri Belanda, salah satunya adalah JH Abendanon. Surat-surat yang dikirim Kartini dikumpulkan dan dibukukan serta diberi judul 'Habis Gelap Terbitlah Terang' oleh JH Abendanon. Inilah sekelumit tentang Kartini. Berkat perjuangannya, wanita-wanita indonesia tidak lagi terbelakang. Wanita tidak lagi hanya berperan di seputar rumah dan dapur tapi di segala bidang kehidupan yang ada. Mereka memiliki hak-hak yang sama dengan pria. Kini wanita bisa berprofesi apa pun asal mereka mampu.
Pada kesempatan ini mari kita belajar dari salah satu wanita yang tercatat dalam Alkitab yang patut kita teladani: Febe, yang berarti 'berseri-seri atau bersinar'. Sesuai dengan arti namanya, kehidupan Febe bersinar dan menjadi teladan bagi banyak orang. Ia adalah seorang pelayan Tuhan di Kenkrea, sebuah kota pelabuahan di sebelah timur Korintus. Sebagai pemimpin jemaat Febe membuktikan bahwa dia memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan kaum pria. Bila dilihat dari namanya Febe bukanlah seorang Yahudi, tapi ia orang yang percaya kepada Tuhan Yesus dan hidupnya telah diubahkan. Febe bukan hanya percaya saja, tapi juga memiliki komitmen untuk melayani Tuhan. Keberadaannya sebagai pelayan jemaat adalah bukti bahwa Febe bukanlah orang Kristen yang biasa-biasa saja, tapi dia seorang Kristen yang 'di atas rata-rata', sehingga ia pun dipercaya untuk menjadi pemimpin.
Selain sebagai pemimpin, Febe adalah sosok pribadi yang dikenal murah hati. Ia suka membantu orang lain dan juga pekerjaan Tuhan yang diakui juga oleh Paulus, "...ia sendiri telah memberikan bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku sendiri." Adakah kita punya kemurahan hati seperti Febe ini? Ada tertulis, "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri, tetapi orang yang kejam menyiksa badannya sendiri." (Amsal 11:7). Itulah sebabnya rasul Paulus mendorong agar orang-orang percaya di Roma menyambut dan menerima kehadiran Febe dengan baik, bahkan "...berikanlah kepadanya bantuan bila diperlukannya." Febe pun menuai apa yang telah ditaburnya! Sungguh, "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan," (Amsal 14:23).
Selagi ada kesempatan mari kita giat melayani Tuhan, sebab apa pun yang kita perbuat bagi Tuhan dan juga sesama itu tidak akan pernah sia-sia!
Sunday, April 21, 2013
Saturday, April 20, 2013
SIAPAKAH KITA?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 April 2013 -
Baca: 1 Korintus 4:6-21
"Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?" 1 Korintus 4:7
Ketika Tuhan Yesus dan murid-muridNya mendekati Yerusalem melewati Betfage yang terletak di Bukit Zaitun, Yesus menyuruh dua orang muridNya untuk pergi ke pedesaan lebih dahulu untuk mencari seekor keledai betina beserta anaknya dan membawanya kepada Yesus. Kedua murid itu melakukan seperti apa yang diperintahkan Yesus kepada mereka. "Mereka membawa keledai betina itu bersama anaknya, lalu mengalasinya dengan pakaian mereka dan Yesuspun naik ke atasnya. Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan. Dan orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang mengikuti-Nya dari belakang berseru, katanya: 'Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!'" (Matius 21:7-9).
Marilah kita sejenak berimajinasi membayangkan peristiwa ini. Ketika keledai muda yang ditumpangi Yesus mendengar teriakan Hosana dan melihat ranting-ranting yang disebar di jalanan, bertanyalah ia kepada Yesus, "Apakah teriakan Hosana ini untukku atau untuk-Mu?", atau si keledai muda itu berkata kepada ibunya, "Bu, akulah keledai pilihan, orang-orang bersorak-sorai menyambutku, jadi aku ini lebih baik dari engkau." Jika ini terjadi, keledai muda tidak mengenali siapa sesungguhnya yang menumpanginya.
Banyak di antara kita yang adalah pelayan Tuhan menjadi sangat sombong dan membanggakan diri karena telah dipakai Tuhan secara luar biasa. Kita begitu tersanjung dengan pujian manusia. Padahal kedaulatan Tuhan dalam memilih siapa yang akan dipakaiNya tidak ada hubungannya sama sekali dengan kita. Rasul Paulus mengatakan, "Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing." (Roma 12:3). Ia juga menasihati, "Saudara-saudara, kata-kata ini aku kenakan pada diriku sendiri dan pada Apolos, karena kamu, supaya dari teladan kami kamu belajar apakah artinya ungkapan: "Jangan melampaui yang ada tertulis", supaya jangan ada di antara kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada yang lain." (1 Korintus 4:6). Segala pujian, hormat dan kemuliaan hanyalah milik Tuhan. Jangan sampai kita mencuri kemuliaanNya karena kita ini bukanlah siapa-siapa!
Teriakan Hosana bukan untuk kita, juga ranting-ranting yang tersebar bukanlah untuk kita meskipun kita menemukan itu di bawah kaki kita.
Baca: 1 Korintus 4:6-21
"Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?" 1 Korintus 4:7
Ketika Tuhan Yesus dan murid-muridNya mendekati Yerusalem melewati Betfage yang terletak di Bukit Zaitun, Yesus menyuruh dua orang muridNya untuk pergi ke pedesaan lebih dahulu untuk mencari seekor keledai betina beserta anaknya dan membawanya kepada Yesus. Kedua murid itu melakukan seperti apa yang diperintahkan Yesus kepada mereka. "Mereka membawa keledai betina itu bersama anaknya, lalu mengalasinya dengan pakaian mereka dan Yesuspun naik ke atasnya. Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan. Dan orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang mengikuti-Nya dari belakang berseru, katanya: 'Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!'" (Matius 21:7-9).
Marilah kita sejenak berimajinasi membayangkan peristiwa ini. Ketika keledai muda yang ditumpangi Yesus mendengar teriakan Hosana dan melihat ranting-ranting yang disebar di jalanan, bertanyalah ia kepada Yesus, "Apakah teriakan Hosana ini untukku atau untuk-Mu?", atau si keledai muda itu berkata kepada ibunya, "Bu, akulah keledai pilihan, orang-orang bersorak-sorai menyambutku, jadi aku ini lebih baik dari engkau." Jika ini terjadi, keledai muda tidak mengenali siapa sesungguhnya yang menumpanginya.
Banyak di antara kita yang adalah pelayan Tuhan menjadi sangat sombong dan membanggakan diri karena telah dipakai Tuhan secara luar biasa. Kita begitu tersanjung dengan pujian manusia. Padahal kedaulatan Tuhan dalam memilih siapa yang akan dipakaiNya tidak ada hubungannya sama sekali dengan kita. Rasul Paulus mengatakan, "Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing." (Roma 12:3). Ia juga menasihati, "Saudara-saudara, kata-kata ini aku kenakan pada diriku sendiri dan pada Apolos, karena kamu, supaya dari teladan kami kamu belajar apakah artinya ungkapan: "Jangan melampaui yang ada tertulis", supaya jangan ada di antara kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada yang lain." (1 Korintus 4:6). Segala pujian, hormat dan kemuliaan hanyalah milik Tuhan. Jangan sampai kita mencuri kemuliaanNya karena kita ini bukanlah siapa-siapa!
Teriakan Hosana bukan untuk kita, juga ranting-ranting yang tersebar bukanlah untuk kita meskipun kita menemukan itu di bawah kaki kita.
Subscribe to:
Posts (Atom)