Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 April 2013 -
Baca: Matius 6:19-24
"Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." Matius 6:21
Banyak orang menggantungkan harapannya pada harta kekayaan yang mereka miliki karena mereka berpikir bahwa dengan memiliki uang (kekayaan), mereka bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Tapi sebagai orang percaya kita harus belajar untuk tidak berakar pada apa yang kita miliki, atau berpegang pada hal-hal duniawi. Untuk menjadi bebas dari harta benda duniawi bukanlah perkara yang gampang. Tidak semua 'orang dunia' itu orang yang kikir, bahkan banyak di antara mereka lebih dermawan dibandingkan orang-orang yang percaya kepada Kristus. Sementara masih banyak dijumpai orang Kristen yang 'menggenggam' hartanya begitu rupa, padahal Alkitab dengan jelas mencatat bahwa orang kikir adalah salah satu orang yang kelak tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (baca 1 Korintus 6:9-10). Ada pula orang kristen kaya yang suka memberi, tetapi disertai dengan motivasi yang tidak benar yaitu ingin dipuji oleh orang lain. Tuhan Yesus mengajarkan, "...apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu,
seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di
lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya." (Matius 6:2).
Kiranya benar bahwa di mana harta seseorang berada di situ juga hatinya berada (ayat nas). Orang-orang kaya seringkali membanggakan harta yang mereka miliki dan hatinya pun terikat kepada hartanya, bahkan harta tersebut telah menjadi tuannya, seperti orang muda yang pergi meninggalkan yesus dengan sedih hati karena tidak rela jika ia harus membagikan hartanya kepada orang miskin (baca Matius 19:16-26). Bukankah masih ada orang Kristen yang lebih mencintai hartanya daripada mengasihi Tuhan? Lebih mengutamakan mengejar materi daripada mengejar perkara-perkara rohani? Tuhan Yesus berkata, "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia
akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia
kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat
mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Matius 6:24).
Siapakah yang menjadi tuan Saudara? Mari kita belajar untuk memberikan semua yang kita punya untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan karena semua itu berasal dari Dia. Adalah tidak mudah bagi orang-orang yang memiliki kekayaan berlimpah untuk menjalani kehidupan yang sederhana. Mereka selalu memiliki keinginan yang sangat besar untuk meraup kekayaan lebih, lebih dari lebih semampu yang mereka bisa lakukan. Hendaknya kita bisa belajar dari Agur bin Yake yang berkata, "Dua hal aku mohon kepada-Mu, jangan itu Kautolak sebelum aku mati, yakni: Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan
kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang
menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa
TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama
Allahku." (Amsal 30:7-9).
Jadikan Yesus sebagai Tuan dalam hidup ini, karena Dia adalah yang terutama dari segala yang ada di dunia ini!
Tuesday, April 16, 2013
Monday, April 15, 2013
MATA TERARAH KEPADA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 April 2013 -
Baca: 2 Korintus 4:16-18
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan," 2 Korintus 4:18
Ada kata bijak mengatakan bahwa musuh terberat kita adalah diri sendiri. Hal ini nyata benar ketika kita membiarkan diri ini dikendalikan hanya oleh kelima indera kita dari pada tunduk kepada pimpinan Roh Tuhan. Akhirnya kedagingan dan indera kita yang mendominasi sehingga kita pun terpaku pada realita atau kenyataan yang ada bukannya tertuju kepada firman Tuhan. Ketika kita membicarakan ketidakpercayaan atau sesuatu yang bertentangan dengan apa yang telah Tuhan sampaikan dalam firmannya kita sedang memimpin diri kita kepada kegagalan. "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya." (Roma 8:6-7). Secara tubuh jasmani kehidupan kita bisa dikendalikan oleh keinginan lima indera yang ada. Hanya jika kita membawa kelima indera kita dalam penyerahan kepada Roh Kudus dan firman Tuhan lah kita mampu untuk melangkah dalam keyakinan iman.
Jangan memandang kepada situasi yang ada atau masalah yang sedang kita hadapi, tetapi arahkanlah pandangan kita kepada Allah yan perkasa di dalam Yesus Kristus. Inilah yang dilakukan Daud: "Mataku tetap terarah kepada Tuhan," (Mazmur 25:15). Saat berada dalam pergumulan yang sangat berat Ayub pun bersikap: "Sekalipun aku dicemoohkan oleh sahabat-sahabatku, namun ke arah Allah mataku menengadah sambil menangis," (Ayub 16:20). Tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan. Karena itu, kita harus menyerahkan imajinasi dan pikiran-pikiran negatif kita yang bertentangan dengan firman kepada Tuhan. Inilah yang dilakukan rasul Paulus, "Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5b), sehingga ia tetap kuat dan bertahan ditengah ujian dan penderitaan yang mendera, "sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat." (2 Korintus 5:7).
Seringkali kita membayangkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah seperti Goliat, raksasa dari Filistin yang sepertinya sulit untuk ditaklukkan. Kemudian kita menjadi gelisah dan tawar hati, lalu kita menyerah kepada keadaan yang ada. Kita tidak boleh digerakkan oleh perasaan atau pemikiran kita, atau bagaimana situasi yang terlihat di hadapan kita. Kita harusnya digerakkan pada apa yang dikatakan Tuhan dalam firmanNya seperti Daud yang berpegang teguh pada kebenaran firmannya, sehingga Goliat pun terkapar di tangannya. Biarkanlah angin bertiup dan badai menyerang! Tuhan Yesus adalah Batu Karang kita sampai selama-lamanya.
Selama kita berdiri pada Batu Karang yang teguh, apa pun yang kita lihat, apa pun yang terjadi tidak dapat menggoyahkan kita.
Baca: 2 Korintus 4:16-18
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan," 2 Korintus 4:18
Ada kata bijak mengatakan bahwa musuh terberat kita adalah diri sendiri. Hal ini nyata benar ketika kita membiarkan diri ini dikendalikan hanya oleh kelima indera kita dari pada tunduk kepada pimpinan Roh Tuhan. Akhirnya kedagingan dan indera kita yang mendominasi sehingga kita pun terpaku pada realita atau kenyataan yang ada bukannya tertuju kepada firman Tuhan. Ketika kita membicarakan ketidakpercayaan atau sesuatu yang bertentangan dengan apa yang telah Tuhan sampaikan dalam firmannya kita sedang memimpin diri kita kepada kegagalan. "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya." (Roma 8:6-7). Secara tubuh jasmani kehidupan kita bisa dikendalikan oleh keinginan lima indera yang ada. Hanya jika kita membawa kelima indera kita dalam penyerahan kepada Roh Kudus dan firman Tuhan lah kita mampu untuk melangkah dalam keyakinan iman.
Jangan memandang kepada situasi yang ada atau masalah yang sedang kita hadapi, tetapi arahkanlah pandangan kita kepada Allah yan perkasa di dalam Yesus Kristus. Inilah yang dilakukan Daud: "Mataku tetap terarah kepada Tuhan," (Mazmur 25:15). Saat berada dalam pergumulan yang sangat berat Ayub pun bersikap: "Sekalipun aku dicemoohkan oleh sahabat-sahabatku, namun ke arah Allah mataku menengadah sambil menangis," (Ayub 16:20). Tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan. Karena itu, kita harus menyerahkan imajinasi dan pikiran-pikiran negatif kita yang bertentangan dengan firman kepada Tuhan. Inilah yang dilakukan rasul Paulus, "Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5b), sehingga ia tetap kuat dan bertahan ditengah ujian dan penderitaan yang mendera, "sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat." (2 Korintus 5:7).
Seringkali kita membayangkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah seperti Goliat, raksasa dari Filistin yang sepertinya sulit untuk ditaklukkan. Kemudian kita menjadi gelisah dan tawar hati, lalu kita menyerah kepada keadaan yang ada. Kita tidak boleh digerakkan oleh perasaan atau pemikiran kita, atau bagaimana situasi yang terlihat di hadapan kita. Kita harusnya digerakkan pada apa yang dikatakan Tuhan dalam firmanNya seperti Daud yang berpegang teguh pada kebenaran firmannya, sehingga Goliat pun terkapar di tangannya. Biarkanlah angin bertiup dan badai menyerang! Tuhan Yesus adalah Batu Karang kita sampai selama-lamanya.
Selama kita berdiri pada Batu Karang yang teguh, apa pun yang kita lihat, apa pun yang terjadi tidak dapat menggoyahkan kita.
Subscribe to:
Posts (Atom)