Friday, March 29, 2013

KEMATIAN YESUS KRISTUS (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Maret 2013 -

Baca:  Roma 5:1-11

"Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah."  Roma 5:6

Peristiwa kematian manusia sesungguhnya sesuatu yang sangat alamiah dan merupakan bagian siklus kehidupan.  Namun mengapa kematian Yesus Kristus di kayu salib terasa istimewa dan dirayakan di seluruh dunia?  Bukankah kematianNya tidak jauh berbeda dengan kematian manusia lainnya, bahkan terlihat begitu tragis dan menyedihkan?  Meski cara kematian Yesus merupakan salah satu kematian yang tragis dan menyedihkan, tapi membawa dampak yang luar biasa bagi kehidupan umat manusia di muka bumi ini.

     Kematian Yesus Kristus tidak bisa kita samakan atau bandingkan dengan kematian para nabi, rasul atau pun tokoh-tokoh besar dan ternama manapun di dunia.  Dalam Roma 5:10 dikatakan,  "Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!"  (Roma 5:10).  Kematian Yesus Kristus adalah hakekat keselamatan bagi umat manusia karena melalui kematianNya kita diperdamaikan dengan Allah.  Alkitab menegaskan bahwa  "...oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri,"  (Ibrani 10:19).  Oleh darah Yesus yang tercurah di kalvari kita dilayakkan untuk masuk ke dalam tempat kudus Allah.  Sebagai manusia berdosa seharusnya kita dihukum dan dimurkai Allah, tapi melalui kematian Yesus Kristus kita beroleh pengampunan dosa dan mendapatkan keselamatan kekal,  "...karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah."  (Roma 5:9).

     Jadi tanpa melalui kematian Yesus Kristus di kayu salib semua umat manusia akan mengalami kebinasaan kekal, sebab  "...semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,"  (Roma 2:23).  Kita tahu bahwa dosa telah merusak seluruh aspek kehidupan manusia dan dosa itu mendatangkan murka dan hukuman Allah atas manusia,  "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita."  (Roma 6:23).

Yesus Kristus rela mati bagi kita supaya kita diselamatkan!

Thursday, March 28, 2013

RUMAH IDAMAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Maret 2013 -

Baca:  Amsal 24:1-34

"Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan,"  Amsal 24:3

Di  'rumah idaman' seorang suami menyatakan kasihnya yang tulus kepada isterinya.  Dikatakan,  "Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya"  (Efesus 5:28b).  Begitu juga dengan isteri, ia harus tunduk dan taat kepada suaminya.  Tertulis,  "Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat."  (Efesus 22-23a).  Tak terkecuali, anak juga memiliki kewajiban yaitu taat kepada orangtua sebagaimana dinasihatkan,  "Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu--ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi."  (Efesus 6:1-3).  Suami, isteri dan anak harus memahami akan hal ini sebagai awal terbangunnya sebuah  'rumah idaman'.

     Jika masing-masing anggota keluarga membangun  'rumah'nya dengan hati, berarti ia menjalankan perannya dengan penuh tanggung jawab.  Suami sebagai kepala sekaligus ayah akan bertanggung jawab untuk memelihara keperluan jasmani keluarganya.  Alkitab memperingatkan,  "...jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman."  (1 Timotius 5:8).  Ia juga harus memperkenalkan Tuhan kepada keluarganya dan mengajarkan Alkitab terus-menerus, serta membimbing mereka untuk mengasihi Tuhan, juga mendisiplinkan seluruh anggota keluarga sesuai dengan firman Tuhan sehingga mereka memiliki hati yang takut akan Tuhan.  Tentang peran isteri  (ibu), Salomo dengan sangat gamblang mencatatnya dalam Amsal 31:10-31, di mana si isteri beroleh pujian dari suami dan juga anak-anaknya karena ia mampu menjalankan perannya dengan sangat baik, maka  "Ia lebih berharga dari pada permata."  (Amsal 31:10b).  Itulah sebabnya anak berkewajiban untuk membahagiakan orangtuanya di hari tua mereka.

Kunci utama memiliki  'rumah idaman'  adalah mengutamakan Tuhan dan mengandalkan Dia dalam segala hal, dan masing-masing anggota keluarga menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai dengan firman Tuhan!