Sunday, January 6, 2013

MENJADI SAHABAT SEJATI (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Januari 2013 -

Baca:  Amsal 18:1-24

"Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara."  Amsal 18:24

Adalah mudah mendapatkan teman saat suka, tapi ketika dalam duka atau penderitaan?  Sangat sukar.  Ada tertulis:  "Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya."  (Amsal 19:4).  Sahabat sejati bisa menerima keadaan kita apa adanya dalam segala hal;  ia tidak hanya menyenangkan hati sahabatnya, tetapi juga siap untuk menegur dan mengingatkan bila ada kesalahan karena ia tidak ingin sahabatnya jatuh dan terperosok.  "Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi."  (Amsal 27:5).  Namun seringkali kita diam saja dan tidak berani menegur sahabat yang melakukan kesalahan.

     Kita sangat membutuhkan sahabat yang jujur, tidak ada kepura-puraan padanya sehingga diri kita benar-benar terbangun olehnya.  Selain itu sahabat yang sejati adalah sahabat yang dapat dipercaya.  Artinya ia memiliki penguasaan diri dan punya komitmen.  Ia akan berusaha untuk menjaga  'nama baik'  sahabatnya;  ia tidak akan pernah membuka rahasia pribadi sahabatnya demi keuntungan diri sendiri atau berkhianat.  Ada tertulis,  "Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah."  (Amsal 27:6).

     Kita bisa belajar dari kisah persahabatan antara Daud dan Yonatan.  Kasih di antara mereka berdua begitu tulus dan murni tanpa ada faktor untung rugi.  Tertulis:  "...berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud; dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri."  (1 Samuel 18:1), lalu "Yonatan mengikat perjanjian dengan Daud,"  (1 Samuel 18:3).  Mereka berdua memegang komitmen itu.  Yonatan rela mempertaruhkan posisi dan nyawanya di hadapan ayahnya  (Saul)  demi Daud.  Juga Daud, setelah menjadi raja atas Israel dan walaupun yonatan sudah meninggal, ia tetap memperhatikan Mefiboset, anak Yonatan yang cacat kakinya.  "Segala sesuatu yang adalah milik Saul dan milik seluruh keluarganya kuberikan kepada cucu tuanmu itu."  (2 Samuel 9:9).

Inilah bukti kesetiaan dan kasih dari seorang sahabat yang sejati:  tulus dan tak terbatas waktu.  Sudahkah kita menjadi sahabat sejati bagi orang lain?

Saturday, January 5, 2013

MENJADI SAHABAT SEJATI (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Januari 2013 -

Baca:  Amsal 27:1-27

"Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya."  Amsal 27:17

Ada hal yang seringkali tidak kita pahami yaitu terkadang Tuhan memakai orang lain untuk membentuk kita.  Ayat nas di atas jelas menyatakan bahwa pembentukan karakter ditentukan oleh kerelaannya menerima teguran dan pembelajaran dari orang lain.

     Interaksi atau persekutuan kita dengan orang lain akan  membawa dampak bagi kita:  makin dipertajam, dimatangkan dan didewasakan.  Yang membentuk dan menggesek kita biasanya bukan orang jauh, melainkan orang-orang yang dekat dengan kita.  Oleh karena itu kita harus berhati-hati membangun hubungan dengan seseorang, karena hubungan itu akan membentuk diri kita.  Amsal 13:20:  "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang."  dan  "Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik."  (1 Korintus 15:33).  Orang  bodoh yang bergaul dengan orang bodoh akan tetap menjadi bodoh, tetapi bila ia mau bergaul dengan orang yang pintar dia akan menjadi pintar, karena dia bisa belajar dari orang itu.

     Jika orang yang tidak baik mau bergaul dengan orang baik, dia akan menjadi baik.  Namun kalau orang yang tidak baik itu hanya mau bergaul dengan orang yang tidak baik, dia akan tetap menjadi orang yang tidak baik.  Oleh karena itu kita harus selektif dalam memilih teman atau sahabat supaya kita tidak terpengaruh kepada hal-hal yang tidak baik.  Kita harus bisa menemukan teman atau sahabat yang bisa memberi nilai tambah yang positif bagi kita:  membangun, menguatkan dan membimbing kita kepada kehidupan yang berkenan kepada Tuhan.  Inilah perlunya memiliki seorang sahabat:  orang yang bisa memberi dan menerima, berjalan dalam kebersamaan baik suka mau pun duka, meningkatkan semangat dan gairah dalam belajar atau melayani Tuhan.  Untuk apa punya sahabat bila dengan persahabatan itu kita semakin jauh dari Tuhan, meninggalkan pelayanan, nilai-nilai di sekolah makin turun drastis dan sebagainya?  Itulah sebabnya tidak gampang menemukan sahabat yang sejati, butuh waktu dan proses yang tidak singkat.  "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran."  (Amsal 17:17).

Sahabat tidak hanya mengasihi atau hadir saat kita dalam keadaan senang atau mendapat berkat, melainkan di segala keadaan dia ada untuk kita.