Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Desember 2012 -
Baca: Mazmur 57:1-12
"Hatiku siap, ya Allah, hatiku siap; aku mau menyanyi, aku mau bermazmur." Mazmur 57:8
Secara umum ada dua macam masalah dalam hidup ini. Pertama, masalah yang bersifat tidak langsung, muncul dari serangkaian peristiwa. Masalah semacam ini bisa diselesaikan melalui doa. Kedua, yang bersifat lebih personal: penderitaan yang disebabkan oleh proses disakiti, direndahkan atau dipermalukan oleh orang lain. Perasaan tersakiti seperti itu atau pun penghinaan dari orang lain tampaknya tidak dapat diselesaikan hanya melalui doa, tapi kita pun harus bertindak dan membuka hati untuk melepaskan pengampunan kepada orang-orang yang menyakiti kita. Jika tidak, sampai kapan pun kita akan tetap merasa terluka, benci, marah, dendam dan pahit hati. Dan itu tidak berkenan kepada Tuhan dan menjadi penghalang bagi doa-doa kita. Alkitab menegaskan, "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah
dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan." (Efesus 4:31). Bahkan firman Tuhan keras menyatakan bahwa jika kita tidak mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita, maka Tuhan pun tidak akan mengampuni kita (baca Matius 6:15).
Selain itu kita juga harus memaksa jiwa kita untuk memuji-muji Tuhan seperti yang dilakukan oleh Daud, "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku?
Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya,
penolongku dan Allahku!" (Mazmur 42:6). Kita akan dipulihkan jika kita senantiasa memuji-muji Tuhan dan bersukacita. Ketika kita memuji Tuhan, roh kita naik dan melebihi masalah kita, dan Tuhan sendirilah yang membereskan perasaan buruk kita tersebut. Dikatakan, "Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka;" (Mazmur 147:3). Ketika perasaan kita tersakiti jangan sampai kita membiarkan roh kita putus asa. Kita harus mengatasi semua perasaan buruk dan memuji Tuhan. Jangan beri kesempatan kepada Iblis untuk menguasai hati kita.
Daud tidak membiarkan kesedihan, kepahitan, dendam dan sebagainya berkuasa di dalam hatinya ketika terus dikejar-kejar oleh Saul yang hendak membunuhnya. Bahkan, meski beberapa kali ia beroleh kesempatan untuk membalaskan dendamnya terhadap Saul, Daud tidak melakukannya. Dan ketika mendengar kabar tentang kematian Saul pun, Daud sama sekali tidak bersukacita. Sebaliknya, kematian Saul membawa suatu ratapan yang besar baginya.
Jangan biarkan 'luka-luka batin' yang ada menghalangi doa-doa kita!
Wednesday, December 19, 2012
Tuesday, December 18, 2012
BATU-BATU HIDUP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Desember 2012 -
Baca: 1 Petrus 2:1-10
"Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah." 1 Petrus 2:5
Dalam membangun sebuah rumah diperlukan batu-batu yang berkualitas. Salah satu contohnya adalah tempat kediaman Salomo, tertulis: "Tembok dari semuanya ini dibuat dari batu yang mahal-mahal, yang sesuai dengan ukuran batu pahat digergaji dengan gergaji dari sebelah dalam dan dari sebelah luar, dari dasar sampai ke atas, dan juga dari tembok luar sampai kepada tembok pelataran besar." (1 Raja-Raja 7:9). Meskipun batu-batu tersebut memiliki kualitas tinggi dan berharga sangat mahal, batu-batu itu tidak bernyawa (tidak hidup). Hal ini berbeda dengan Bait Suci Tuhan yang adalah lambang kehadiran Tuhan di tengah umatNya. Rumah Tuhan dibangun bukan dengan batu-batu yang mati, tetapi dengan batu-batu yang hidup. Sebuah batu hidup adalah sebuah unit tunggal sebelum ia dibangun menjadi satu dengan yang lainnya. Tuhan Yesus berkata, "Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." (Matius 16:18-19).
Hingga kini masih banyak batu yang tetap tinggal sebagai unit tunggal, tercerai berai di sana-sini, independen, tidak berguna. Jika kita hendak membangun rumah, tidak mungkin batu yang akan kita pakai posisinya tercerai berai, tidak karuan. Kita pasti akan mengumpulkannya jadi satu, dan batu tersebut harus dibangun di atas batu yang lain sehingga kita akan tahu apakah batu itu cocok/pas satu sama lain. Jika batu-batu tersebut tidak bisa pas satu dengan yang lainnya, mustahil juga rumah itu bisa dibangun. Sebuah batu tunggal tidak akan berarti apa-apa.
Sebagai anak-anak Tuhan kita ini adalah batu-batu hidup, karena itu jangan hanya bersembunyi sendirian di semak belukar yang menjadi batu sandungan bagi mereka yang tidak waspada! Biarkan diri kita dibawa ke area pembangunan rumah Tuhan; kita dipersatukan atau dicocokkan dengan batu hidup yang lain; kita harus siap untuk dihaluskan serta dibuat jadi indah supaya bisa pas dengan tempat kita.
Proses penghalusan tersebut akan tidak nyaman dan terasa sakit, tetapi pada akhirnya Tuhan akan mempunyai tempat untuk Dia berdiam dan berkarya!
Baca: 1 Petrus 2:1-10
"Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah." 1 Petrus 2:5
Dalam membangun sebuah rumah diperlukan batu-batu yang berkualitas. Salah satu contohnya adalah tempat kediaman Salomo, tertulis: "Tembok dari semuanya ini dibuat dari batu yang mahal-mahal, yang sesuai dengan ukuran batu pahat digergaji dengan gergaji dari sebelah dalam dan dari sebelah luar, dari dasar sampai ke atas, dan juga dari tembok luar sampai kepada tembok pelataran besar." (1 Raja-Raja 7:9). Meskipun batu-batu tersebut memiliki kualitas tinggi dan berharga sangat mahal, batu-batu itu tidak bernyawa (tidak hidup). Hal ini berbeda dengan Bait Suci Tuhan yang adalah lambang kehadiran Tuhan di tengah umatNya. Rumah Tuhan dibangun bukan dengan batu-batu yang mati, tetapi dengan batu-batu yang hidup. Sebuah batu hidup adalah sebuah unit tunggal sebelum ia dibangun menjadi satu dengan yang lainnya. Tuhan Yesus berkata, "Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." (Matius 16:18-19).
Hingga kini masih banyak batu yang tetap tinggal sebagai unit tunggal, tercerai berai di sana-sini, independen, tidak berguna. Jika kita hendak membangun rumah, tidak mungkin batu yang akan kita pakai posisinya tercerai berai, tidak karuan. Kita pasti akan mengumpulkannya jadi satu, dan batu tersebut harus dibangun di atas batu yang lain sehingga kita akan tahu apakah batu itu cocok/pas satu sama lain. Jika batu-batu tersebut tidak bisa pas satu dengan yang lainnya, mustahil juga rumah itu bisa dibangun. Sebuah batu tunggal tidak akan berarti apa-apa.
Sebagai anak-anak Tuhan kita ini adalah batu-batu hidup, karena itu jangan hanya bersembunyi sendirian di semak belukar yang menjadi batu sandungan bagi mereka yang tidak waspada! Biarkan diri kita dibawa ke area pembangunan rumah Tuhan; kita dipersatukan atau dicocokkan dengan batu hidup yang lain; kita harus siap untuk dihaluskan serta dibuat jadi indah supaya bisa pas dengan tempat kita.
Proses penghalusan tersebut akan tidak nyaman dan terasa sakit, tetapi pada akhirnya Tuhan akan mempunyai tempat untuk Dia berdiam dan berkarya!
Subscribe to:
Posts (Atom)