Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Desember 2012 -
Baca: 2 Timotius 1:1-18
"Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita ..." 2 Timotius 1:8
Ketika kita malu mengakui bahwa diri kita adalah pengikut Yesus, kita telah menyangkal bahwa Dia adalah Tuhan dan Juruselamat kita, yang telah menebus dosa-dosa kita. Ketika Yesus disalibkan Dia harus menanggung rasa malu oleh karena dosa-dosa kita. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa Dia dipermalukan pada waktu itu; Dia begitu direndahkan dan dilecehkan oleh para tentara di Kalvari. Tidak hanya itu, "Mereka meludahi-Nya dan mengambil buluh itu dan memukulkannya ke kepala-Nya." (Matius 27:30).
Jika kita mendapat malu karena sesama kita manusia, itu memang porsi kita. Tidak ada penghinaan yang akan pernah kita terima di dunia ini yang dapat dibandingkan dengan rasa malu yang harus ditanggung Yesus ketika di kayu salib. Bahkan, "Seorang dari penjahat yang di gantung itu menghujat Dia, katanya: 'Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!'" (Lukas 23:39). Jika begitu, seharusnya kita tidak perlu kaget ketika orang-orang dunia menolak kita saat kita bersaksi tentang Kristus; ini adalah bagian kita, orang-orang yang menjadi milikNya. Sangat disesalkan, sampai saat ini banyak orang Kristen yang enggan, malu dan secara terang-terangan tidak mau bersaksi tentang Kristus kepada orang lain dengan berbagai alasan: sibuk, tidak cakap bicara, takut ditolak atau ditertawakan. Seharusnya orang-orang dunialah yang merasa malu karena mereka belum diselamatkan. Hari ini kita diingatkan supaya kita tidak merasa malu ketika harus bersaksi tentang Tuhan Yesus, yang adalah satu-satunya Jalan dan Kebenaran dan Hidup; "Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6b); Dia yang telah menghancurkan kematian dan telah membawa kehidupan dan kekekalan. Inilah penginjilan yang sejati.
Teladan Paulus: "...aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin
bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya
kepadaku hingga pada hari Tuhan." (2 Timotius 1:12). Petrus pun membicarakan penderitaan sebagai orang Kristen, "Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu. ...jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu." (1 Petrus 4:14, 16).
"...barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku, Anak Manusia juga
akan malu karena orang itu, apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan-Nya..." Lukas 9:26
Monday, December 17, 2012
Sunday, December 16, 2012
HARAPAN MEMBUTUHKAN DASAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Desember 2012 -
Baca: 1 Korintus 15:12-34
"Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal." 1 Korintus 15:20
Memiliki harapan tanpa disertai dengan dasar yang kuat tidak akan berarti apa-apa. Karena itu kita wajib mempercayai Allah yang telah membangkitkan Kristus dari kematian dan Dia akan membangkitkan kita juga. Tuhan Yesus berkata, "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya." (Yohanes 11:25-26a).
Kita harus yakin terhadap harapan yang terberkati seperti tertulis: "supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita. Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya." (Ibrani 6:18-20). Ayub mempunyai sebuah dasar yaitu beriman kepada Tuhan, ketika sedang menderita dan merasa bahwa kematian akan segera datang. Ketika itu perasaan Ayub diliputi ketakutan, keputusasaan dan juga harapan, kesemuanya campur aduk menjadi satu. Ada waktu di mana terkesan bahwa Tuhan meninggalkannya, tetapi dia tetap percaya bahwa apa yang Tuhan perbuat tidak pernah salah dan Dia sangat mengasihi umatNya. Akhirnya apa yang Ayub harapkan untuk menjadi kenyataan pun terjadi sehingga ia dapat berkata, "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2). Kesaksiannya, "Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau." (Ayub 42:5a). Dan, "Tuhan memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu;" (Ayub 42:12).
Banyak dari kita yang mungkin mengalami perasaan yang campur aduk seperti yang Ayub rasakan. Meski demikian, dalam situasi-situasi seperti itu, bagi kita yang hidup dekat dengan Tuhan akan menerima anugerah dan pengharapan. Kita yang percaya pada Kristus mendasarkan harapan kita pada satu kejadian nyata dalam sejarah KebangkitanNya.
Jika kita hidup bersama Kristus kita memiliki pengharapan yang pasti dan akan terberkati, walau secara manusia itu mustahil.
Baca: 1 Korintus 15:12-34
"Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal." 1 Korintus 15:20
Memiliki harapan tanpa disertai dengan dasar yang kuat tidak akan berarti apa-apa. Karena itu kita wajib mempercayai Allah yang telah membangkitkan Kristus dari kematian dan Dia akan membangkitkan kita juga. Tuhan Yesus berkata, "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya." (Yohanes 11:25-26a).
Kita harus yakin terhadap harapan yang terberkati seperti tertulis: "supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita. Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya." (Ibrani 6:18-20). Ayub mempunyai sebuah dasar yaitu beriman kepada Tuhan, ketika sedang menderita dan merasa bahwa kematian akan segera datang. Ketika itu perasaan Ayub diliputi ketakutan, keputusasaan dan juga harapan, kesemuanya campur aduk menjadi satu. Ada waktu di mana terkesan bahwa Tuhan meninggalkannya, tetapi dia tetap percaya bahwa apa yang Tuhan perbuat tidak pernah salah dan Dia sangat mengasihi umatNya. Akhirnya apa yang Ayub harapkan untuk menjadi kenyataan pun terjadi sehingga ia dapat berkata, "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2). Kesaksiannya, "Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau." (Ayub 42:5a). Dan, "Tuhan memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu;" (Ayub 42:12).
Banyak dari kita yang mungkin mengalami perasaan yang campur aduk seperti yang Ayub rasakan. Meski demikian, dalam situasi-situasi seperti itu, bagi kita yang hidup dekat dengan Tuhan akan menerima anugerah dan pengharapan. Kita yang percaya pada Kristus mendasarkan harapan kita pada satu kejadian nyata dalam sejarah KebangkitanNya.
Jika kita hidup bersama Kristus kita memiliki pengharapan yang pasti dan akan terberkati, walau secara manusia itu mustahil.
Subscribe to:
Posts (Atom)