Wednesday, December 12, 2012

MENGAPA HARUS KUATIR?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Desember 2012 -

Baca:  Matius 6:25-34

"Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?"  Matius 6:25

Tiada seorang pun yang hidup tanpa kekhawatiran;  tak satu pun kebal dari kekuatiran.  Jika seseorang berkata bahwa dia tidak peduli akan apa pun di dunia ini, maka dia ada dalam penyangkalan.  Yang menjadi pertanyaan:  apa yang dapat kita lakukan dengan kekuatiran kita?

     Sebelum kita belajar tentang kebenaran firman Tuhan dan mencari tahu apa yang dapat kita perbuat terhadap kekuatiran kita, kita perlu tahu sesuatu tentang kekuatiran itu sendiri.  Kekuatiran adalah sebuah perasaan gelisah, ketakutan atau kengerian terhadap sesuatu yang belum terjadi.  Perasaan-perasaan ini biasanya terkait dengan pikiran-pikiran negatif atas sesuatu yang mungkin terjadi di masa depan.  Merasa kuatir berarti merasa cemas, bingung dan pikirannya terbagi-bagi.  Apa yang harus kita perbuat ketika rasa kuatir menyerang pikiran kita?  Rasul Paulus menasihati,  "... nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.  Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus."  (Filipi 4:6-7).

     Sebagai anak-anak Tuhan, kita tidak seharusnya merasa kuatir karena Tuhan, Allah kita sanggup memberkati dan menjaga kita.  Ketika kita kuatir kita sedang berupaya memindahkan beban dari bahu Tuhan yang kuat ke bahu kita yang lemah.  Mampukah kita?  Tuhan bertanya,  "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?"  (Matius 6:27).  Tidak ada gunanya memelihara kekuatiran yang justru akan berdampak buruk terhadap diri kita sendiri.  Ada tertulis:  "Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang,"  (Amsal 12:25);  kekuatiran membuat kita kehilangan sukacita dan menderita sakit.  Untuk menang terhadap kekuatiran, kita harus mempercayai Tuhan dengan segenap hati.  Rasul Petrus menasihati,  "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu."  (1 Petrus 5:7).  Ketika dihadapkan pada kelemahan-kelemahan, setiap kita memiliki pilihan:  menyerahkan semuanya kepada Tuhan dan mempercayaiNya dengan sepenuh hati, atau berusaha mengatasi kekuatiran itu dengan usaha kita sendiri.

Tidak seharusnya kita mengeraskan hati dengan memikul beban dengan kekuatan sendiri dan tidak menyerahkannya kepada Tuhan!

 

Tuesday, December 11, 2012

DASAR-DASAR PENGABDIAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Desember 2012 -

Baca:  2 Korintus 5:11-21

"Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati."  2 Korintus 5:14

Ketika seseorang digerakkan oleh cinta, dia tidak dapat melepaskan diri darinya.  Pengalaman cinta seperti itu akan membutakan dia, membuatnya tak berdaya.  Cinta adalah dasar pengabdian.  Tak seorang pun dapat mengabdikan diri tanpa merasakan cinta Tuhan.  Sebelum seseorang dapat mengabdikan diri dia harus melihat cintaNya Tuhan terlebih dahulu.  Percuma bicara tentang pengabdian jika cinta Tuhan belum dilihat.  Pengabdian kepada Tuhan juga berdasar pada pengertian bahwa tubuh kita adalah bait Roh kudus:  "Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, -dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?  Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!"  (1 Korintus 6:19-20).

     Banyak dari kita yang masih belum mengerti bahwa tubuh kita ini bukanlah milik kita sendiri.  Namun pernyataan ini pastilah sangat dimengerti oleh orang-orang di Korintus, karena pada jaman kekaisaran Roma mereka mempunyai apa yang disebut sebagai pasar perdagangan manusia, di mana seseorang dapat membeli manusia lain layaknya membeli domba atau sapi.  Jika seseorang memberi seorang manusia, sang pembeli menjadi tuan dan ia memiliki hak penuh atas diri manusia tersebut.  Manusia yang dibeli tersebut pasti menjadi budak dari tuannya.

     Dalam konteks yang sama, kita adalah budak Iblis, tetapi Tuhan telah menebus kita dengan harga yang sangat mahal.  Tuhan memberikan nyawaNya sebagai tebusan,  "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat."  (1 Petrus 1:18-19).  Kita tidak dapat menyelamatkan diri kita sendiri,  "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus."  (Roma 3:23-24).  Di satu sisi, atas nama cinta kita memilih melayani Tuhan;  di sisi lain atas nama kebenaran, diri kita bukanlah milik kita sendiri.

Kita tidak punya hak lagi atas diri kita, karena itu kita wajib mengabdikan diri sepenuhnya kepada Tuhan!