Saturday, November 24, 2012

KETIDAKTAATAN: Gagal Memasuki Tanah Perjanjian!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 November 2012 -

Baca:  Bilangan 20:2-13

"Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum."  Bilangan 20:11

Ketaatan adalah hal terpenting dalam kehidupan orang percaya tanpa terkecuali.  Tanpa ketaatan hidup kita tidak akan berkenan kepada Tuhan.  Alkitab menegaskan bahwa  "...setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal,"  (Ibrani 2:2).  Bahkan Tuhan Yesus dengan keras berkata,  "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga."  (Matius 7:21).  Hal ini menunjukkan bahwa kekeristenan tanpa ketaatan adalah sia-sia.  Dan selalu ada dampak atau konsekuensi dari setiap ketidaktaatan kita kepada Tuhan.

     Bagaimanapun Musa adalah seorang manusia biasa yang punya kelemahan dan kekurangan.  Ketika terus-menerus diserang dengan omelan dan selalu dipersalahkan oleh bangsa Israel, Musa pun tidak tahan.  Namun Musa mengambil sikap yang benar yaitu datang kepada Tuhan dan berdoa.  Maka Tuhan pun memberikan perintah kepada Musa dan Harun,  "...katakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya; demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka dan memberi minum umat itu serta ternaknya."  (Bilangan 20:8).  Perintah Tuhan adalah untuk ditaati, bukan untuk dilanggar!  Karena itu kita harus belajar untuk mendengarnya dengan baik supaya kita mengerti maksud Tuhan dan kita tidak salah melakukannya.  Tuhan memerintahkan Musa untuk berkata-kata kepada bukit batu itu, tetapi Musa malah memukul bukit batu itu sebanyak 2x.  Memang, air tetap keluar dari bukit batu itu, namun jelas bahwa Musa tidak melakukan sesuai dengan kehendak Tuhan.  Itulah ketidaktaatan dan ini adalah sebuah kegagalan.

     Kegagalan bukan hanya terjadi pada saat apa yang kita kerjakan/usahakan itu tidak membuahkan hasil, justru kegagalan kita adalah pada waktu kita tidak melakukan apa yang menjadi perintah Tuhan, namun lebih memilih untuk melakukan sesuai dengan selera atau keinginan kita sendiri.

Inilah konsekuensi bagi Musa:  "...kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka."  (Bilangan 20:12).

Friday, November 23, 2012

BEBAN SEORANG PEMIMPIN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 November 2012 -

Baca:  Bilangan 20:2-13

"Pada suatu kali, ketika tidak ada air bagi umat itu, berkumpullah mereka mengerumuni Musa dan Harun, dan bertengkarlah bangsa itu dengan Musa,"  Bilangan 20:2-3a

Menjadi seorang pemimpin bukanlah pekerjaan yang mudah, terlebih lagi menjadi pemimpin rohani, karena kehidupan pribadinya selalu menjadi sorotan bagi banyak orang.  Jika pemimpin rohani memiliki kinerja yang bagus, jarang sekali mendapat pujian atau acungan jempol.  Tetapi jika ia melakukan sedikit saja kesalahan atau pelanggaran, sudah dipastikan akan menjadi bahan gunjingan, kritikan bahkan cemoohan.  Musa sebagai pemimpin bangsa Israel juga harus mengalami perlakuan tidak yang tidak baik dari umat Israel sendiri.  Padahal ia adalah pemimpin yang dipilih oleh Tuhan sendiri.  Setiap menghadapi ujian atau mengalami kesesakan selama perjalanannya di padang gurun, bangsa Israel selalu menyalahkan Musa dan menganggap bahwa Musalah penyebab dari kegagalan dan penderitaan yang dialaminya, padahal Musa adalah orang yang begitu lembut hatinya seperti tertulis:  "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi."  (Bilangan 12:3).  Dengan penuh kesabaran ia mendampingi, menuntun dan membimbing bangsa Israel keluar dari negeri perbudakan di Mesir.

     Bangsa Israel tidak melihat betapa Musa telah mengorbankan banyak hal demi mereka.  Dikatakan,  "...Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa."  (Ibrani 11:24-25).  Musa rela meninggalkan segala kenikmatan yang ia dapatkan sebagai 'anak' puteri Firaun dan lebih memilih untuk menderita bersama umat Israel.  Bukankah ini sebuah pengorbanan yang luar biasa?  Suatu ketika perjalanan bangsa Israel sampai di Meriba dan di situ tidak ada air sehingga mereka kehausan.  Perhatikan apa yang dikatakan umat Israel:  "Mengapa kamu membawa jemaah Tuhan ke padang gurun ini, supaya kami dan ternak kami mati di situ?  Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membawa kami ke tempat celaka ini, yang bukan tempat menabur, tanpa pohon ara, anggur dan delima, bahkan air minumpun tidak ada?"  (Bilangan 20:4-5).  Meski sudah banyak mengecap kebaikan Tuhan, bangsa Israel tetap saja bersungut-sungut!  (Bersambung)