Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 November 2012 -
Baca: Keluaran 14:1-14
"Tuhan akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." Keluaran 14:14
Kemarin kita baca bahwa berdiam diri yang dimaksud bukan berarti masa bodoh dan tidak melakukan apa-apa. Berdiam diri di sini berarti kita memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan, mengandalkan Tuhan dalam segala perkara dan membiarkan Dia yang bertindak menggantikan kita. Bukankah seringkali kita merasa mampu, lalu bertindak dengan mengandalkan kepintaran dan kekuatan sendiri mengatasi permasalahan yang kita alami, dan tidak 'berdiam diri' dalam doa dan mencari hadirat Tuhan? FirmanNya berkata, "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal
tenang dan percaya terletak kekuatanmu. Tetapi kamu enggan, kamu berkata: 'Bukan, kami mau naik kuda dan lari cepat,' maka kamu akan
lari dan lenyap. Katamu pula: 'Kami mau mengendarai kuda tangkas,' maka
para pengejarmu akan lebih tangkas lagi." (Yesaya 30:15-16). Mengandalkan kekuatan sendiri dan berharap kepada manusia adalah sia-sia, bahkan Alkitab menegaskan bahwa itu adalah perbuatan yang terkutuk (baca Yeremia 17:5).
Ketika dikejar-kejar oleh pasukan Firaun bangsa Israel mengalami ketakutan yang luar biasa. Dalam kepanikannya mereka mengeluh, mengomel dan menyalahkan Musa selaku pemimpinnya. Lalu Musa berkata, "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari Tuhan,
yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu
lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya." (Keluaran 14:13). Secara manusia perintah Musa untuk berdiam diri saat musuh sedang menyerang itu sangat tidak masuk akal! Namun Musa hendak mengajarkan bangsa Israel untuk bergantung pada Tuhan sepenuhnya di segala keadaan, berserah penuh kepada Tuhan sebagai tanda bahwa kita ini tak berdaya, tak mampu, lemah dan sangat terbatas. Ketika kita mengangkat tangan, itulah kesempatan bagi Tuhan untuk turun tangan menolong menyatakan kuasaNya atas kita, "Tuhan akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (ayat nas).
Sungguh tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan! Akhirnya kemenangan ada di pihak bangsa Israel ketika mereka mau berserah penuh kepada Tuhan.
Andalkan Tuhan dalam segala hal, "...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-aoa." Yohanes 15:5b
Thursday, November 15, 2012
Wednesday, November 14, 2012
TIDAK BISA DIAM DAN TENANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 November 2012 -
Baca: Yesaya 30:1-17
"Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." Yesaya 30:15
Kualitas seseorang salah satunya terlihat dari kemampuannya menguasai diri terhadap ucapan (menjaga lidahnya), karena kata-katanya akan menyatakan siapa dirinya. Karena itu kita harus berhati-hati dengan apa yang kita ucapkan, sebab "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19). Artinya orang yang banyak bicara memiliki kecenderungan melakukan banyak pelanggaran. Ucapan kita dapat membuat kita berdosa kepada Tuhan (baca Mazmur 39:2): mungkin suka membicarakan orang lain (bergosip), mengumpat, mengeluh, mencela, menghina, menghakimi, melukai, menipu, merugikan atau memuji-muji diri sendiri dan sebagainya.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa 'diam itu emas'. Diam yang dimaksud di sini bukan berarti tidak mampu, cuek, masa bodoh atau karena tidak berpengetahuan, tapi mengarah kepada satu sikap kehati-hatian dalam berbicara ataupun bertindak. Jika kita tidak dapat mengatakan sesuatu yang baik, adalah lebih baik jika kita berdiam diri saja. Begitu pentingnya sikap 'berdiam diri' ini sehingga orang bodoh pun "...akan disangka bijak kalau ia berdiam diri dan disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya." (Amsal 17:28). Mungkin itulah alasannya sehingga Tuhan menciptakan kita dengan satu mulut dan dua telinga, bukan sebaliknya, dengan tujuan supaya kita lebih mendengar, tetapi sedikit berkata-kata.
Ketika masalah, kesesakan dan penderitaan datang menerpa hidup ini seringkali kita tidak bisa menahan diri untuk berkata-kata; kita mengeluh, bersungut-sungut dan mengomel, seperti yang dilakukan oleh bangsa Israel: "Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir? ...Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini." (Keluaran 14:11-12) Mereka bersungut-sungut ketimbang mengambil sikap diam dan tenang, menyerahkan segala persoalan dan beban hidup kita kepada Tuhan.
Rasul Petrus menasihati, "...kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." 1 Petrus 4:7b
Baca: Yesaya 30:1-17
"Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." Yesaya 30:15
Kualitas seseorang salah satunya terlihat dari kemampuannya menguasai diri terhadap ucapan (menjaga lidahnya), karena kata-katanya akan menyatakan siapa dirinya. Karena itu kita harus berhati-hati dengan apa yang kita ucapkan, sebab "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19). Artinya orang yang banyak bicara memiliki kecenderungan melakukan banyak pelanggaran. Ucapan kita dapat membuat kita berdosa kepada Tuhan (baca Mazmur 39:2): mungkin suka membicarakan orang lain (bergosip), mengumpat, mengeluh, mencela, menghina, menghakimi, melukai, menipu, merugikan atau memuji-muji diri sendiri dan sebagainya.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa 'diam itu emas'. Diam yang dimaksud di sini bukan berarti tidak mampu, cuek, masa bodoh atau karena tidak berpengetahuan, tapi mengarah kepada satu sikap kehati-hatian dalam berbicara ataupun bertindak. Jika kita tidak dapat mengatakan sesuatu yang baik, adalah lebih baik jika kita berdiam diri saja. Begitu pentingnya sikap 'berdiam diri' ini sehingga orang bodoh pun "...akan disangka bijak kalau ia berdiam diri dan disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya." (Amsal 17:28). Mungkin itulah alasannya sehingga Tuhan menciptakan kita dengan satu mulut dan dua telinga, bukan sebaliknya, dengan tujuan supaya kita lebih mendengar, tetapi sedikit berkata-kata.
Ketika masalah, kesesakan dan penderitaan datang menerpa hidup ini seringkali kita tidak bisa menahan diri untuk berkata-kata; kita mengeluh, bersungut-sungut dan mengomel, seperti yang dilakukan oleh bangsa Israel: "Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir? ...Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini." (Keluaran 14:11-12) Mereka bersungut-sungut ketimbang mengambil sikap diam dan tenang, menyerahkan segala persoalan dan beban hidup kita kepada Tuhan.
Rasul Petrus menasihati, "...kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." 1 Petrus 4:7b
Subscribe to:
Posts (Atom)