Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 September 2012 -
Baca: Yosua 24:1-28
"Oleh sebab itu, takutlah akan Tuhan dan beribadahlah kepada-Nya dengan
tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu
telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah
kepada Tuhan." Yosua 24:14
Setelah berhasil membawa bangsa Israel menduduki dan mendiami Tanah Perjanjian untuk beberapa waktu lamanya, usia Yosua semakin bertambah tua. Menyadari bahwa masa hidupnya tidak akan lama lagi, Yosua mengumpulkan seluruh orang Israel termasuk para pemimpin tiap-tiap suku di Sikhem. Untuk apa? Dalam tradisi Israel, bila seorang pemimpin sudah berusia lanjut, di mana masa tugasnya akan berakhir dan kematiannya sudah sangat dekat, ia akan mengumpulkan seluruh rakyatnya untuk menyampaikan pidato perpisahan yang berisi nasihat atau pesan-pesan terakhir.
Saat berada di Sikhem ini selain menyampaikan pidato perpisahan, Yosua juga hendak mengingatkan kembali komitmen bangsa Israel kepada Tuhan. Mengapa perlu diingatkan? Karena selama ini mereka sering mengalami jatuh bangun di dalam dosa, hati gampang berubah dan tidak lagi setia kepada Tuhan padahal mereka telah mengecap kasih dan kebaikan Tuhan begitu limpahnya. Saat ke luar dari perbudakan, perjalanan di padang gurun hingga tiba dan menikmati Kanaan, perkara-perkara besar dan ajaib telah dinyatakan Tuhan atas mereka. Karena itu Yosua menghendaki agar mereka membuat pilihan yang benar dan tegas kepada siapa mereka akan beribadah! Memilih beribadah kepada allah nenek moyang di seberang sungai Efrat, allah orang Amori atau kepada Allah yang hidup? Akan halnya Yosua sendiri, dengan tegas ia menyatakan, "...aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan!" (ayat 15b).
Akhirnya umat Israel pun membuat pilihan yang sama yaitu berjanji dan tetap beribadah kepada Allah yang hidup. Mereka tidak boleh main-main dengan apa yang telah diucapkan, janji itu harus benar-benar ditepati. Ini komitmen mereka, "...Jauhlah dari pada kami meninggalkan Tuhan untuk beribadah kepada allah lain!" (ayat 16). Jika mereka ingkar, lalu beribadah kepada allah asing, Tuhan tidak segan-segan akan menghukum mereka karena Dia adalah Allah yang kudus dan Pencemburu.
Pilihan hidup yang benar menentukan masa depan kita, dan kita harus sungguh-sungguh mengerjakannya karena Tuhan tidak bisa dipermainkan!
Wednesday, September 12, 2012
Tuesday, September 11, 2012
MEMBERITAKAN INJIL: Tugas dan Tanggung Jawab Orang Percaya!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 September 2012 -
Baca: 2 Timotius 1:1-18
"Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah." 2 Timotius 1:1-18
Rasul Paulus sadar bahwa penderitaan yang dialaminya tidak sebanding dengan penderitaan Kristus di atas salib. Paulus menganggap sebagai hutang bila ia tidak memberitakan Injil Kristus. Bagaimana dengan kita? Memberitakan Injil adalah tugas dan tanggung jawab setiap orang percaya tanpa terkecuali. Selagi ada waktu dan kesempatan, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2).
Meski harus dipenjara karena Kristus Rasul Paulus tidak pernah merasa minder dan malu, bahkan menghadapi kematian pun ia tidak takut karena baginya hidup "...adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21). Baginya, hidup adalah bekerja untuk menghasilkan buah bagi Kerajaan Allah. "Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu." (Filipi 3:17). Rasul Paulus telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa bagi kita, terlebih bagi para pelayan Tuhan dan layak kita ikuti jejaknya. Memang, tetap kuat dan bersukacita di tengah penderitaan bukanlah pekerjaan mudah. Tidak sedikit orang Kristen yang kecewa dan mundur dari pelayanan hanya karena tersinggung oleh kata-kata rekan sepelayanan, fasilitas yang disediakan kurang memadai dan sebagainya, padahal belum mengalami seperti yang dialami Paulus. Adalah mudah melayani Tuhan apabila fasilitas yang disediakan serba wah dan kebutuhan materi tercukupi. Jika yang terjadi sebaliknya, masih dapatkan kita mengucap syukur dan tetap semangat?
Bagi Paulus, dipercaya menjadi hambaNya sudah merupakan anugerah yang tak ternilai sehingga ia berkata, "...jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:22a). Hidup Paulus benar-benar membawa dampak yang luar biasa: Injil semakin maju dan hidupnya menjadi berkat bagi jiwa-jiwa.
Seberat apa pun beban dan pergumulan, tetaplah semangat melayani Tuhan dan memberitakan Injil-Nya, upah besar disediakan bagi yang bertahan sampai akhir!
Baca: 2 Timotius 1:1-18
"Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah." 2 Timotius 1:1-18
Rasul Paulus sadar bahwa penderitaan yang dialaminya tidak sebanding dengan penderitaan Kristus di atas salib. Paulus menganggap sebagai hutang bila ia tidak memberitakan Injil Kristus. Bagaimana dengan kita? Memberitakan Injil adalah tugas dan tanggung jawab setiap orang percaya tanpa terkecuali. Selagi ada waktu dan kesempatan, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2).
Meski harus dipenjara karena Kristus Rasul Paulus tidak pernah merasa minder dan malu, bahkan menghadapi kematian pun ia tidak takut karena baginya hidup "...adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21). Baginya, hidup adalah bekerja untuk menghasilkan buah bagi Kerajaan Allah. "Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu." (Filipi 3:17). Rasul Paulus telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa bagi kita, terlebih bagi para pelayan Tuhan dan layak kita ikuti jejaknya. Memang, tetap kuat dan bersukacita di tengah penderitaan bukanlah pekerjaan mudah. Tidak sedikit orang Kristen yang kecewa dan mundur dari pelayanan hanya karena tersinggung oleh kata-kata rekan sepelayanan, fasilitas yang disediakan kurang memadai dan sebagainya, padahal belum mengalami seperti yang dialami Paulus. Adalah mudah melayani Tuhan apabila fasilitas yang disediakan serba wah dan kebutuhan materi tercukupi. Jika yang terjadi sebaliknya, masih dapatkan kita mengucap syukur dan tetap semangat?
Bagi Paulus, dipercaya menjadi hambaNya sudah merupakan anugerah yang tak ternilai sehingga ia berkata, "...jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:22a). Hidup Paulus benar-benar membawa dampak yang luar biasa: Injil semakin maju dan hidupnya menjadi berkat bagi jiwa-jiwa.
Seberat apa pun beban dan pergumulan, tetaplah semangat melayani Tuhan dan memberitakan Injil-Nya, upah besar disediakan bagi yang bertahan sampai akhir!
Subscribe to:
Posts (Atom)