Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 5:1-13
"Tuhan, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu." Mazmur 5:4
Membiasakan diri untuk bangun pagi-pagi adalah pekerjaan yang tidak mudah bagi kebanyakan orang, perlu latihan dan disiplin yang keras. Banyak kali kita bangun serba terburu-buru dan mepet dengan jadwal ke kantor atau beraktivitas. Bangun pagi saja begitu susah kita lakukan, apalagi disertai dengan bersaat teduh seperti yang dilakukan oleh Daud, yang senantiasa mengatur persembahan kepada Tuhan dan memuji-muji Tuhan pada waktu pagi (baca juga Mazmur 59:17). Namun, bangun pagi-pagi adalah gambaran dari sebuah kerja keras yang merupakan motto orang-orang yang berhasil dalam hidupnya. Dengan kata lain, orang-orang yang berhasil adalah mereka yang sangat menghargai waktu dan kerja keras. Mereka tidak pernah menyia-nyiakan waktu yang ada; tiap detik, menit, jam tak pernah luput dari hal-hal yang bermakna dan berkualitas.
Tuhan Yesus selama pelayanan di bumi juga bangun pagi-pagi untuk berdoa kepada Bapa di sorga. Tertulis: "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Sebelum bertemu dan berbicara dengan banyak orang Ia terlebih dahulu mencari hadirat Bapa. Harus kita akui bahwa dengan bangun pagi-pagi kita dapat mengerjakan lebih banyak perkara dibanding jika kita selalu bangun dengan terlambat. Orang-orang pilihan Tuhan di dalam Alkitab juga melakukan hal yang sama. Ketika Sodom dan Gomora dimusnahkan Tuhan, Abraham "...pagi-pagi pergi ke tempat ia berdiri di hadapan Tuhan itu," (Kejadian 19:27) dan melihat kejadian tersebut; Yosua juga bangun pagi-pagi saat bersama para imam mengelilingi tembok Yerikho (Yosua 6:12), dan mjizat pun terjadi. Bahkan Salomo dalam amsalnya juga menyinggung tentang kebiasaan dari isteri yang cakap: "Ia bangun kalau masih malam, lalu menyediakan makanan untuk seisi
rumahnya, dan membagi-bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya perempuan." (Amsal 31:15).
Ingin menjadi orang yang diberkati? Jangan malas, hargai waktu dengan baik.
"Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" Ratapan 3:22-23
Sunday, August 12, 2012
Saturday, August 11, 2012
MUNGKINKAH BERSUKACITA DI SEGALA KEADAAN? (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 92:1-16
"Sebab telah Kaubuat aku bersukacita, ya Tuhan, dengan pekerjaan-Mu, karena perbuatan tangan-Mu aku akan bersorak-sorai." Mazmur 92:5
Jika setiap hari muka kita murung, ditekuk dan sama sekali tidak menyiratkan sukacita, apakah bedanya kita dengan orang-orang di luar Tuhan? Bagaimana kita bisa menjadi berkat bila dalam kehidupan kita sehari-hari tidak ada kemenangan dan sukacita?
Kepada jemaat di Korintus Rasul Paulus menasihati, "...saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu supaya sempurna. Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu!" (2 Korintus 13:11). Kata 'sempurna' yang dimaksud adalah semakin dewasa dalam menyikapi segala sesuatu, dan di segala keadaan tetap bisa bersukacita karena kita tahu kepada siapa kita berharap dan percaya bahwa perbuatan tangan Tuhan selalu heran dan ajaib, dan kita yakin bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia," (Roma 8:28). Oleh karena itu belajarlah mengucap syukur dalam segala hal, bahkan hal-hal yang tidak menyenangkan pun harus kita syukuri. Yang tidak boleh kita lupakan adalah selalu mengingat-ingat kebaikan Tuhan! Pemazmur berkata, "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala." (Mazmur 77:12). Memang sangat mudah bersukacita ketika kita sedang dalam kelimpahan atau tanpa masalah. Bagaimana saat tekanan hidup melanda dan badai hidup datang menerpa? Tuhan menghendaki kita mampu bersyukur karena di situlah akan terpancar kepercayaan kita kepada Tuhan. Inilah yang disebut korban syukur.
Seorang Kristen yang dewasa pasti menghasilkan buah-buah Roh dalam hidupnya dan salah satu buah Roh itu adalah sukacita. Artinya jika hidup kita senantiasa dipimpin oleh Roh Kudus, sukacita dan menjadi bagian dari karakter kita. Jadi dalam keadaan apa pun jangan putus asa dan kehilangan harapan, percayakan segalnaya pada Tuhan dan tetaplah bersukacita.
Sukacita sejati datangnya dari Tuhan, bukan tergantung dari kondisi yang kita alami; karena itu melekatlah kepada Tuhan senantiasa.
Baca: Mazmur 92:1-16
"Sebab telah Kaubuat aku bersukacita, ya Tuhan, dengan pekerjaan-Mu, karena perbuatan tangan-Mu aku akan bersorak-sorai." Mazmur 92:5
Jika setiap hari muka kita murung, ditekuk dan sama sekali tidak menyiratkan sukacita, apakah bedanya kita dengan orang-orang di luar Tuhan? Bagaimana kita bisa menjadi berkat bila dalam kehidupan kita sehari-hari tidak ada kemenangan dan sukacita?
Kepada jemaat di Korintus Rasul Paulus menasihati, "...saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu supaya sempurna. Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu!" (2 Korintus 13:11). Kata 'sempurna' yang dimaksud adalah semakin dewasa dalam menyikapi segala sesuatu, dan di segala keadaan tetap bisa bersukacita karena kita tahu kepada siapa kita berharap dan percaya bahwa perbuatan tangan Tuhan selalu heran dan ajaib, dan kita yakin bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia," (Roma 8:28). Oleh karena itu belajarlah mengucap syukur dalam segala hal, bahkan hal-hal yang tidak menyenangkan pun harus kita syukuri. Yang tidak boleh kita lupakan adalah selalu mengingat-ingat kebaikan Tuhan! Pemazmur berkata, "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala." (Mazmur 77:12). Memang sangat mudah bersukacita ketika kita sedang dalam kelimpahan atau tanpa masalah. Bagaimana saat tekanan hidup melanda dan badai hidup datang menerpa? Tuhan menghendaki kita mampu bersyukur karena di situlah akan terpancar kepercayaan kita kepada Tuhan. Inilah yang disebut korban syukur.
Seorang Kristen yang dewasa pasti menghasilkan buah-buah Roh dalam hidupnya dan salah satu buah Roh itu adalah sukacita. Artinya jika hidup kita senantiasa dipimpin oleh Roh Kudus, sukacita dan menjadi bagian dari karakter kita. Jadi dalam keadaan apa pun jangan putus asa dan kehilangan harapan, percayakan segalnaya pada Tuhan dan tetaplah bersukacita.
Sukacita sejati datangnya dari Tuhan, bukan tergantung dari kondisi yang kita alami; karena itu melekatlah kepada Tuhan senantiasa.
Subscribe to:
Posts (Atom)