Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 92:1-16
"Sebab telah Kaubuat aku bersukacita, ya Tuhan, dengan pekerjaan-Mu, karena perbuatan tangan-Mu aku akan bersorak-sorai." Mazmur 92:5
Jika setiap hari muka kita murung, ditekuk dan sama sekali tidak menyiratkan sukacita, apakah bedanya kita dengan orang-orang di luar Tuhan? Bagaimana kita bisa menjadi berkat bila dalam kehidupan kita sehari-hari tidak ada kemenangan dan sukacita?
Kepada jemaat di Korintus Rasul Paulus menasihati, "...saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu supaya sempurna.
Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam
damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan
menyertai kamu!" (2 Korintus 13:11). Kata 'sempurna' yang dimaksud adalah semakin dewasa dalam menyikapi segala sesuatu, dan di segala keadaan tetap bisa bersukacita karena kita tahu kepada siapa kita berharap dan percaya bahwa perbuatan tangan Tuhan selalu heran dan ajaib, dan kita yakin bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan
bagi mereka yang mengasihi Dia," (Roma 8:28). Oleh karena itu belajarlah mengucap syukur dalam segala hal, bahkan hal-hal yang tidak menyenangkan pun harus kita syukuri. Yang tidak boleh kita lupakan adalah selalu mengingat-ingat kebaikan Tuhan! Pemazmur berkata, "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala." (Mazmur 77:12). Memang sangat mudah bersukacita ketika kita sedang dalam kelimpahan atau tanpa masalah. Bagaimana saat tekanan hidup melanda dan badai hidup datang menerpa? Tuhan menghendaki kita mampu bersyukur karena di situlah akan terpancar kepercayaan kita kepada Tuhan. Inilah yang disebut korban syukur.
Seorang Kristen yang dewasa pasti menghasilkan buah-buah Roh dalam hidupnya dan salah satu buah Roh itu adalah sukacita. Artinya jika hidup kita senantiasa dipimpin oleh Roh Kudus, sukacita dan menjadi bagian dari karakter kita. Jadi dalam keadaan apa pun jangan putus asa dan kehilangan harapan, percayakan segalnaya pada Tuhan dan tetaplah bersukacita.
Sukacita sejati datangnya dari Tuhan, bukan tergantung dari kondisi yang kita alami; karena itu melekatlah kepada Tuhan senantiasa.
Saturday, August 11, 2012
Friday, August 10, 2012
MUNGKINKAH BERSUKACITA DI SEGALA KEADAAN? (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 5:1-13
"Tetapi semua orang yang berlindung pada-Mu akan bersukacita, mereka akan bersorak-sorai selama-lamanya, karena Engkau menaungi mereka; dan karena Engkau akan bersukaria orang-orang yang mengasihi nama-Mu." Mazmur 5:12
Ada banyak alasan untuk tidak bersukacita: ada masalah berat, sakit-penyakit, sulit mencari pekerjaan, harga-harga kebutuhan hidup yang makin mahal, biaya pendidikan kian melangit dan sebagainya sehingga banyak orang Kristen hidupnya dikendalikan oleh ketakutan, kekuatiran, kecemasan dan keputusasaan. Padahal, kehendak Tuhan bagi anak-anakNya adalah "Bersukacitalah senantiasa..." (1 Tesalonika 5:16). Kata 'senantiasa' berarti selalu, di segala keadaan dan terus-menerus. Namun, mana mungkin kita bisa bersukacita senantiasa di tengah dunia yang serbasulit dan penuh problematika ini?
Bersukacita senantiasa bagi orang percaya adalah sangat mungkin! Memang, kita tidak akan mampu bersukacita dengan kekuatan sendiri. Untuk dapat bersukacita senantiasa kita harus tinggal di dalam Tuhan: "Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh." (Yohanes 15:10-11). Tinggal di dalam Tuhan dan mengasihi namaNya akan beroleh sukacita. Jadi, rahasia beroleh sukacita di segala keadaan adalah ada di dalam Tuhan, sebab Dia adalah sumber sukacita.
Rasul Paulus berkata, "Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18). Bila fokus kita hanya tertuju pada besarnya masalah dan situasi yang ada, kita akan kehilangan sukacita. Tetapi Paulus enantiasa mengarahkan pandangan kepada hal-hal yang tidak kelihatan. Iulah sebabnya di segala keadaan (di penjara, tertindas, terjepit, teraniaya, mengalami kapal karam) ia tetap bisa bersukacita, karena ia tahu bahwa "...penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami." (Korintus 4:17).
(Bersambung)
Baca: Mazmur 5:1-13
"Tetapi semua orang yang berlindung pada-Mu akan bersukacita, mereka akan bersorak-sorai selama-lamanya, karena Engkau menaungi mereka; dan karena Engkau akan bersukaria orang-orang yang mengasihi nama-Mu." Mazmur 5:12
Ada banyak alasan untuk tidak bersukacita: ada masalah berat, sakit-penyakit, sulit mencari pekerjaan, harga-harga kebutuhan hidup yang makin mahal, biaya pendidikan kian melangit dan sebagainya sehingga banyak orang Kristen hidupnya dikendalikan oleh ketakutan, kekuatiran, kecemasan dan keputusasaan. Padahal, kehendak Tuhan bagi anak-anakNya adalah "Bersukacitalah senantiasa..." (1 Tesalonika 5:16). Kata 'senantiasa' berarti selalu, di segala keadaan dan terus-menerus. Namun, mana mungkin kita bisa bersukacita senantiasa di tengah dunia yang serbasulit dan penuh problematika ini?
Bersukacita senantiasa bagi orang percaya adalah sangat mungkin! Memang, kita tidak akan mampu bersukacita dengan kekuatan sendiri. Untuk dapat bersukacita senantiasa kita harus tinggal di dalam Tuhan: "Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh." (Yohanes 15:10-11). Tinggal di dalam Tuhan dan mengasihi namaNya akan beroleh sukacita. Jadi, rahasia beroleh sukacita di segala keadaan adalah ada di dalam Tuhan, sebab Dia adalah sumber sukacita.
Rasul Paulus berkata, "Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18). Bila fokus kita hanya tertuju pada besarnya masalah dan situasi yang ada, kita akan kehilangan sukacita. Tetapi Paulus enantiasa mengarahkan pandangan kepada hal-hal yang tidak kelihatan. Iulah sebabnya di segala keadaan (di penjara, tertindas, terjepit, teraniaya, mengalami kapal karam) ia tetap bisa bersukacita, karena ia tahu bahwa "...penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami." (Korintus 4:17).
(Bersambung)
Subscribe to:
Posts (Atom)