Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juli 2012 -
Baca: Efesus 1:3-14
"Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya." Efesus 1:4
Banyak orang Kristen tidak menyadari bahwa keberadaannya di bumi sangat berbeda dari orang-orang dunia pada umumnya. Kita bukan orang 'biasa-biasa' saja, tapi kita adalah orang-orang yang sangat istimewa di pemandangan Tuhan dan merupakan umat pilihan.
Apa buktinya kalau kita adalah orang-orang pilihanNya? Kita semua telah dipilih sebelum dunia dijadikan (ayat nas). Luar biasa! Hal ini juga disampaikan Tuhan kepada Yeremia, "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal
engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan
engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa." (Yeremia 1:5). Lalu dalam Perjanjian Baru kembali ditegaskan bahwa "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus,
umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan
perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu
keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib." (1 Petrus 2:9). Kriteria Tuhan dalam memilih seseorang sudah pasti berbeda dari cara manusia memilih. Yang jelas Tuhan tidak akan pernah salah dalam memilih dan ia juga tidak pernah menyesali apa yang telah dipilihNya.
Sebagai umat pilihan Tuhan kita pun dituntut memiliki kehidupan yang berbeda dari orang-orang dunia. Untuk apakah Tuhan memilih kita? Dia memilih kita dengan tujuan untuk pengudusan, artinya kita ini dikhususkan dan dipisahkan. Melalui karya penebusan Kristus di atas kayu salib kita beroleh pengampunan dosa, kita yang sebelumnya berada dalam kegelapan masuk kepada terangNya yang ajaib. Oleh karena itu Rasul Petrus menasihatkan, "Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu," (1 Petrus 1:14-15).
Banyak orang Kristen hidup semborono, memandang rendah pengorbanan Yesus sehingga hidupnya tidak jauh berbeda dari orang-orang dunia sehingga hidupnya tidak menjadi kesaksian, padahal kita telah dipilih Tuhan begitu rupa!
Wednesday, July 18, 2012
Tuesday, July 17, 2012
MENCUKUPKAN DIRI DENGAN APA YANG ADA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juli 2012 -
Baca: Filipi 4:11
"...sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan." Filipi 4:11
Sudah menjadi sifat manusia tidak puas dengan apa yang ada atau dimilikinya. Inginnya mendapatkan lebih dan lebih seperti ada tertulis: "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya." (Pengkotbah 5:9a). Sifat tidak puas terhadap uang atau kekayaan telah mendorong banyak orang untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum atau bertentangan dengan kebenaran firman Tuhan, dan rasa-rasanya tradisi tidak punya malu ini sudah kian mewabah di berbagai kalangan. Itulah sebabnya sejak dulu Yohanes Pembaptis memperingatkan para pemungut pajak (yaitu orang-orang yang bekerja di kantor pajak), "Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu." (Lukas 3:13), dan juga para prajurit (yaitu karyawan, pegawai), "Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu." (Lukas 3:14b).
Mari belajar dari sikap hidup Rasul paulus yang di segala keadaan tetap bisa mengucap syukur: "Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan." (Filipi 4:12). Mengapa Rasul Paulus tetap bisa puas dan bersyukur? Karena dia tahu bahwa "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Bagi Paulus kepuasan bukan lagi ditentukan oleh kekurangan atau kelebihan, melainkan menerima dengan sukacita berapa pun porsi berkat yang Tuhan tetapkan untuk kita.
Ketidakpuasan yang tanpa batas dalam diri seseorang akan membawa kepada keserakahan dan ketamakan, akibatnya orang akan selalu merasa kurang dan tidak pernah cukup. Meski telah mengecap pertolongan dan kebaikan Tuhan, bangsa Israel tidak pernah merasa puas sehingga yang keluar dari mulutnya hanyalah keluh kesah dan persungutan. Maka, mari belajar untuk mengucap syukur di segala keadaan!
"Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." 1 Timotius 6:6-7
Baca: Filipi 4:11
"...sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan." Filipi 4:11
Sudah menjadi sifat manusia tidak puas dengan apa yang ada atau dimilikinya. Inginnya mendapatkan lebih dan lebih seperti ada tertulis: "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya." (Pengkotbah 5:9a). Sifat tidak puas terhadap uang atau kekayaan telah mendorong banyak orang untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum atau bertentangan dengan kebenaran firman Tuhan, dan rasa-rasanya tradisi tidak punya malu ini sudah kian mewabah di berbagai kalangan. Itulah sebabnya sejak dulu Yohanes Pembaptis memperingatkan para pemungut pajak (yaitu orang-orang yang bekerja di kantor pajak), "Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu." (Lukas 3:13), dan juga para prajurit (yaitu karyawan, pegawai), "Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu." (Lukas 3:14b).
Mari belajar dari sikap hidup Rasul paulus yang di segala keadaan tetap bisa mengucap syukur: "Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan." (Filipi 4:12). Mengapa Rasul Paulus tetap bisa puas dan bersyukur? Karena dia tahu bahwa "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Bagi Paulus kepuasan bukan lagi ditentukan oleh kekurangan atau kelebihan, melainkan menerima dengan sukacita berapa pun porsi berkat yang Tuhan tetapkan untuk kita.
Ketidakpuasan yang tanpa batas dalam diri seseorang akan membawa kepada keserakahan dan ketamakan, akibatnya orang akan selalu merasa kurang dan tidak pernah cukup. Meski telah mengecap pertolongan dan kebaikan Tuhan, bangsa Israel tidak pernah merasa puas sehingga yang keluar dari mulutnya hanyalah keluh kesah dan persungutan. Maka, mari belajar untuk mengucap syukur di segala keadaan!
"Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." 1 Timotius 6:6-7
Subscribe to:
Posts (Atom)