Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Mei 2012 -
Baca: Filipi 4:1-9
"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah
dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan
dengan ucapan syukur." Filipi 4:6
Seringkali kita berpikir bahwa memiliki kekuatiran adalah hal yang biasa, wajar dan normal bagi kehidupan manusia. Namun bagi kehidupan orang percaya hal itu tidak seharusnya terjadi, karena kekuatiran adalah salah satu bentuk penjajahan Iblis. Kekuatiran membuat seseorang larut dalam kesedihan, murung sehingga sukacita dan damai sejahtera menjadi hilang. Ingat, ketika kita kuatir berarti kita sedang meragukan kuasa Tuhan. Kebenarannya adalah Tuhan tidak pernah memberikan roh yang mendatangkan kekuatiran dalam hidup orang percaya. Normalnya, hidup seorang Kristen adalah hidup yang terbebas dari rasa kuatir. Itulah sebabnya rasul Paulus menasihatkan, "Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran." (1 Korintus 7:32a). Mana mungkin kita hidup tanpa rasa kuatir? Tidak ada perkara yang mustahil! Asal kita memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan.
Tuhan Yesus berkata, "Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau
minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu
pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu
lebih penting dari pada pakaian?" (Matius 6:25). Karena itu "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7). Jadi terbebas dari rasa kuatir adalah pilihan hidup karena kekuatiran itu adalah serangan. Dengan kata lain, ketika serangan kekuatiran itu datang, dan tidak kita lawan, ia akan menjajah dan mengintimidasi kita. Karena itu ketika serangan kekuatiran itu datang kita harus bertindak dan melawannya dengan percaya kepada Tuhan.
Mengapa kita tidak boleh kuatir? Karena itu merupakan perintah Tuhan dan kita pun harus mentaatinya. Bukankah firman Tuhan tak henti-hentinya mengingatkan kita untuk tidak kuatir? Di dalam Amsal 12:25a dikatakan, "Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang," Ayat ini jelas menunjukkan bahwa kekuatiran sama sekali tidak mendatangkan kebaikan atau keuntungan bagi hidup kita, sebaliknya, malah merugikan. Jadi kekuatiran itu sama sekali tidak ada gunanya.
Buang semua kekuatiran karena kita memiliki Bapa yang sanggup memelihara hidup kita dan tidak pernah meninggalkan kita!
Tuesday, May 22, 2012
Monday, May 21, 2012
DAUD: Hamba Yang Berkenan di Hati Tuhan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Mei 2012 -
Baca: Mazmur 51:1-21
"Sembunyikanlah wajah-Mu terhadap dosaku, hapuskanlah segala kesalahanku!" Mazmur 51:11
Hal kedua, Tuhan melihat kesetiaan Daud yang sangat teruji. Sejak usia muda Daud mendapat tugas dari ayahnya untuk menggembalakan domba. Meski jumlah dombanya hanya 2-3 ekor ia menjaganya dengan setia, bahkan rela mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan dombanya itu dari serangan binatang buas yang hendak memangsanya. Dalam perkara yang kecil saja Daud begitu setia, pasti ia akan setia saat dipercaya Tuhan untuk perkara-perkara yang lebih besar seperti memimpin bangsa Israel. Dalam Lukas 16:10 dikatakan: "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." Oleh karena itu marilah kita setia dengan apa yang dipercayakan Tuhan kepada kita meski itu perkara kecil yang kelihatannya kurang berarti di penilaian manusia.
Ketiga, Daud adalah seorang yang menghormati otoritas. Daud sangat menghormati Saul yang pada waktu itu menjadi raja atas Israel. Kita tahu bahwa Saul sangat membenci Daud sehingga berbagai upaya ia lakukan untuk membunuh Daud, meski selalu gagal. Walau demikian Daud tidak pernah menaruh dendam terhadap Saul. Daud berkata, "Jangan musnahkan dia, sebab siapakah yang dapat menjamah orang yang diurapi Tuhan, dan bebas dari hukuman?" (1 Samuel 26:9). Daud sadar bahwa melawan otoritas berarti melawan Sang Pemberi Otoritas. Hal ini juga menunjukkan bahwa Daud memiliki hati yang suka mengampuni orang lain. Saat Saul mangkat hatinya sanagat sedih dan benar-benar merasa kehilangan.
Keempat, Daud juga orang yang mudah bertobat, tidak menyembunyikan dosa dan jujur kepada Tuhan. Daud pernah berbuat dosa dan melakukan kekejian di mata Tuhan, di mana ia berzinah dengan Betsyeba (isteri Uria), dan dengan caranya yang licik ia membunuh Uria. Setelah ditegur oleh abdi Tuhan (Natan) Daud tidak marah, justru ia menyatakan penyesalannya dan mau bertobat dengan sungguh. Daud berkata, "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!" (Mazmur 51:3-4).
Sudahkah kita menjadi orang Kristen yang berkenan di hati Tuhan seperti Daud?
Baca: Mazmur 51:1-21
"Sembunyikanlah wajah-Mu terhadap dosaku, hapuskanlah segala kesalahanku!" Mazmur 51:11
Hal kedua, Tuhan melihat kesetiaan Daud yang sangat teruji. Sejak usia muda Daud mendapat tugas dari ayahnya untuk menggembalakan domba. Meski jumlah dombanya hanya 2-3 ekor ia menjaganya dengan setia, bahkan rela mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan dombanya itu dari serangan binatang buas yang hendak memangsanya. Dalam perkara yang kecil saja Daud begitu setia, pasti ia akan setia saat dipercaya Tuhan untuk perkara-perkara yang lebih besar seperti memimpin bangsa Israel. Dalam Lukas 16:10 dikatakan: "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." Oleh karena itu marilah kita setia dengan apa yang dipercayakan Tuhan kepada kita meski itu perkara kecil yang kelihatannya kurang berarti di penilaian manusia.
Ketiga, Daud adalah seorang yang menghormati otoritas. Daud sangat menghormati Saul yang pada waktu itu menjadi raja atas Israel. Kita tahu bahwa Saul sangat membenci Daud sehingga berbagai upaya ia lakukan untuk membunuh Daud, meski selalu gagal. Walau demikian Daud tidak pernah menaruh dendam terhadap Saul. Daud berkata, "Jangan musnahkan dia, sebab siapakah yang dapat menjamah orang yang diurapi Tuhan, dan bebas dari hukuman?" (1 Samuel 26:9). Daud sadar bahwa melawan otoritas berarti melawan Sang Pemberi Otoritas. Hal ini juga menunjukkan bahwa Daud memiliki hati yang suka mengampuni orang lain. Saat Saul mangkat hatinya sanagat sedih dan benar-benar merasa kehilangan.
Keempat, Daud juga orang yang mudah bertobat, tidak menyembunyikan dosa dan jujur kepada Tuhan. Daud pernah berbuat dosa dan melakukan kekejian di mata Tuhan, di mana ia berzinah dengan Betsyeba (isteri Uria), dan dengan caranya yang licik ia membunuh Uria. Setelah ditegur oleh abdi Tuhan (Natan) Daud tidak marah, justru ia menyatakan penyesalannya dan mau bertobat dengan sungguh. Daud berkata, "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!" (Mazmur 51:3-4).
Sudahkah kita menjadi orang Kristen yang berkenan di hati Tuhan seperti Daud?
Subscribe to:
Posts (Atom)