Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Desember 2011 -
Baca: Roma 8:1-17
"Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." Roma 8:8
Sebagai pengikut Kristus (Kristen) kita tidak lagi bisa hidup semaunya sendiri. Kita harus memiiki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan. "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24).
Renungan kemarin menyatakan bahwa seorang pelayan Tuhan harus memiliki reputasi yang baik, artinya hidupnya menjadi teladan bagi banyak orang. Tanpa keteladanan, hidup kita tidak akan bisa menjadi berkat bagi orang lain. Artinya kebaikan hati kita harus terihat dengan jelas melalui suatu tindakan nyata sebagaimana dinasihatkan Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi, "Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!" (Filipi 4:5). Adalah sia-sia jika kita mengaku bahwa diri kita sudah melayani Tuhan tapi kita masih mementingkan diri sendiri dan menutup mata terhadap orang-orang lemah di sekitar kita. Ingat, pelayan Tuhan adalah hamba dan seorang hamba tugasnya adalah melayani, bukan minta dilayani. Alkitab menyatakan, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendakah ia menjadi hambamu;" (Matius 20:26b-27). Jadi kerelaan kita dalam melayani dan menolong sesama benar-benar didasari oleh kasih Tuhan.
Yang pasti, seorang pelayan Tuhan yang dipenuhi oleh Roh Kudus hatinya selalu menyala-nyala untuk Tuhan dan senantiasa memuliakan nama Tuhan Yesus. Alkitab menasihati, "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11). Ia pun tidak memuji dirinya sendiri atau berusaha mencari pujian dari orang lain, melainkan segala perbuatan atau kelakuannya yang baik itulah yang membuat orang lain memberi pujian kepadanya. Seorang yang hidupnya dipimpin Roh Kudus tidak lagi hidup dalam kegelapan, melainkan hidup dalam terang Tuhan, "karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran," (Efesus 5:9), sehingga ada buah-buah roh dalam hidupnya (baca Galatia 5:22-23). Selalu ada dampak bagi orang yang disertai oleh Roh Kudus, yaitu hidupnya senantiasa berkemenangan dan apa saja yang diperbuatnya pasti berhasil. Jika saat ini kita berhasil dalam pelayanan jangan pernah berkata bahwa itu semua karena 'aku'.
Tanpa penyertaan Roh Kudus, kita tidak ada artinya apa-apa, karena itu kita harus mau dipimpin oleh Roh Kudus!
Sunday, December 18, 2011
Saturday, December 17, 2011
TIDAK LAGI PEKA AKAN SUARA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Desember 2011 -
Baca: 1 Samuel 3:1-18
"Sebab telah Kuberitahukan kepadanya, bahwa Aku akan menghukum keluarganya untuk selamanya karena dosa yang telah diketahuinya, yakni bahwa anak-anaknya telah menghujat Allah, tetapi ia tidak memarahi mereka!" 1 Samuel 3:13
Imam Eli menjadi bapak rohani bagi Samuel muda di rumah Tuhan. Adapun tugas Eli adalah membimbing Samuel dan mempersiapkan dia menjadi pelayan Tuhan. Tapi situasi yang terjadi pada saat itu "...firman Tuhan jarang; penglihatan-penglihatan pun tidak sering." (ayat 1b).
Mengapa hal itu bisa terjadi? Bukankah Tuhan senantiasa menyatakan Diri dan kehendakNya kepada umat pilihanNya? Keadaan ini dapat saja disebabkan oleh karena perbuatan dosa yang dilakukan oleh anak-anak imam Eli, sementara imam Eli sendiri tidak tegas terhadap dosa anak-anaknya. Alkitab menyatakan bahwa anak-anak Eli, yaitu Hofni dan Pinehas, hidup menyimpang dari firman Tuhan. Mereka sangat memandang rendah korban untuk Tuhan. Keduanya juga sering meminta paksa daging yang hendak dipersembahkan untuk korban bagi Tuhan seperti tertulis: "Sekarang juga harus kauberikan, kalau tidak, aku akan mengambilnya dengan kekerasan." (1 Samuel 2:16b). Tidak hanya itu, mereka juga tidur dengan perempuan-perempuan di pintu kemah pertemuan. Namun imam Eli tidak bertindak tegas terhadap anak-anaknya, ia memilih untuk tidak memarahi mereka. Ini menunjukkan bahwa imam Eli lebih mengasihi anak-anaknya daripada mengasihi Tuhan.
Jadi, yang menjadi pertanyaan mengapa Tuhan tidak menyatakan kehendakNya bukan pada diri Allah, tetapi pada diri manusia itu sendiri. Situasi ketika Tuhan 'berdiam diri' nampaknya membuat imam Eli tidak lagi peka akan suara Tuhan, di mana ia tidak tahu lagi membedakan yang manakah suara Tuhan. Imam Eli tidak lagi menyadari akan kehadiran Tuhan. Ini terlihat jelas ketika Tuhan memanggil-manggil Samuel, imam Eli malah menyuruh Samuel untuk tidur. Dan baru setelah Tuhan memanggil Samuel untuk ketiga kalinya, "...mengertilah Eli, bahwa Tuhanlah yang memanggi anak itu." (1 Samuel 3:8c). Waktu itu Samuel masih belum mengenal suara Tuhan, dalam arti belum memiliki pengalaman mendengar Tuhan berbicara kepadanya secara langsung. Berbeda dengan imam Eli yang seharusnya lebih peka akan suara Tuhan. Sayang, imam Eli telah kehilangan kepekaan akan suara Tuhan.
Akhirnya ketika Tuhan menyatakan bahwa Ia hendak menghukum keluarganya, imam Eli hanya bisa pasrah dan tidak membantah!
Baca: 1 Samuel 3:1-18
"Sebab telah Kuberitahukan kepadanya, bahwa Aku akan menghukum keluarganya untuk selamanya karena dosa yang telah diketahuinya, yakni bahwa anak-anaknya telah menghujat Allah, tetapi ia tidak memarahi mereka!" 1 Samuel 3:13
Imam Eli menjadi bapak rohani bagi Samuel muda di rumah Tuhan. Adapun tugas Eli adalah membimbing Samuel dan mempersiapkan dia menjadi pelayan Tuhan. Tapi situasi yang terjadi pada saat itu "...firman Tuhan jarang; penglihatan-penglihatan pun tidak sering." (ayat 1b).
Mengapa hal itu bisa terjadi? Bukankah Tuhan senantiasa menyatakan Diri dan kehendakNya kepada umat pilihanNya? Keadaan ini dapat saja disebabkan oleh karena perbuatan dosa yang dilakukan oleh anak-anak imam Eli, sementara imam Eli sendiri tidak tegas terhadap dosa anak-anaknya. Alkitab menyatakan bahwa anak-anak Eli, yaitu Hofni dan Pinehas, hidup menyimpang dari firman Tuhan. Mereka sangat memandang rendah korban untuk Tuhan. Keduanya juga sering meminta paksa daging yang hendak dipersembahkan untuk korban bagi Tuhan seperti tertulis: "Sekarang juga harus kauberikan, kalau tidak, aku akan mengambilnya dengan kekerasan." (1 Samuel 2:16b). Tidak hanya itu, mereka juga tidur dengan perempuan-perempuan di pintu kemah pertemuan. Namun imam Eli tidak bertindak tegas terhadap anak-anaknya, ia memilih untuk tidak memarahi mereka. Ini menunjukkan bahwa imam Eli lebih mengasihi anak-anaknya daripada mengasihi Tuhan.
Jadi, yang menjadi pertanyaan mengapa Tuhan tidak menyatakan kehendakNya bukan pada diri Allah, tetapi pada diri manusia itu sendiri. Situasi ketika Tuhan 'berdiam diri' nampaknya membuat imam Eli tidak lagi peka akan suara Tuhan, di mana ia tidak tahu lagi membedakan yang manakah suara Tuhan. Imam Eli tidak lagi menyadari akan kehadiran Tuhan. Ini terlihat jelas ketika Tuhan memanggil-manggil Samuel, imam Eli malah menyuruh Samuel untuk tidur. Dan baru setelah Tuhan memanggil Samuel untuk ketiga kalinya, "...mengertilah Eli, bahwa Tuhanlah yang memanggi anak itu." (1 Samuel 3:8c). Waktu itu Samuel masih belum mengenal suara Tuhan, dalam arti belum memiliki pengalaman mendengar Tuhan berbicara kepadanya secara langsung. Berbeda dengan imam Eli yang seharusnya lebih peka akan suara Tuhan. Sayang, imam Eli telah kehilangan kepekaan akan suara Tuhan.
Akhirnya ketika Tuhan menyatakan bahwa Ia hendak menghukum keluarganya, imam Eli hanya bisa pasrah dan tidak membantah!
Subscribe to:
Posts (Atom)