Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 November 2011 -
Baca: Mazmur 143
"Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!" Mazmur 143:10
Saat ini dunia sedang berada di masa-masa akhir, oleh karena itu Tuhan menghendaki agar setiap orang percaya berusaha untuk mengerti kehendakNya. Nasihat itu pula yang disampaikan rasul Paulus kepada jemaat di Efesus: "...janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:17), karena hari-hari ini adalah jahat. Namun banyak sekali dari kita yang tidak mengerti kehendak Tuhan ini sehingga kita masih melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak menyenangkan hati Tuhan. Kita tidak mau dipimpin Roh Kudus dan lebih memilih menuruti keinginan daging, padahal jelas dinyatakan bahwa "...keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh..." (Galatia 5:17) dan "...barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya,..." (Galatia 6:8).
Mengapa kita masih melakukan perbuatan-perbuatan daging? Karena kita tidak memahami kehendak Tuhan. Seharunya kita memiliki kerinduan seperti Daud yang senantiasa mau diajar untuk melakukan kehendakNya. Bukankah Yesus rela mati untuk kita dan menyelamatkan kita agar melalui kehidupan ini kita senantiasa menyenangkan hati Tuhan dan mengerti kehendakNya? Hal inilah yang terjadi pada murid-murid Yesus, yang walaupun telah mengikut Dia dan senantiasa bersama-sama dengan Dia, belum juga mengerti kehendakNya. Ia berkata, "Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku lagi dan tinggal sesaat saja pula dan kamu akan melihat Aku." (Yohanes 16:16). Mereka tidak mengerti apa yang disampaikan oleh Yesus ini, maka ketika Ia mati di kayu salib murid-muridNya menjadi kecewa dan putus asa.
Jika kita tidak mengerti kehendak Tuhan, kita akan mudah kecewa dalam mengiring Dia. Banyak orang Kristen yang tidak lagi bersemangat mengiring Tuhan karena orientasi mereka hanya terfokus pada berkat atau materi. Kalau itu yang menjadi tujuan kita dalam mengikut Tuhan, berhati-hatilah, sebab kita nanti akan kecewa. Tuhan Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Jika pengiringan kita akan Tuhan didasari oleh karena kasih kita kepada Tuhan, maka apa pun yang terjadi dan sampai kapan pun kita tidak akan kecewa, apalagi sampai mundur.
Hidup yang menyenangkan hati Tuhan adalah bukti bahwa kita mengerti kehendakNya.
Saturday, November 26, 2011
Friday, November 25, 2011
TAK DAPAT LARI DARI PANGGILAN TUHAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 November 2011 -
Baca: Yunus 1:10-17
"Bertanyalah mereka: 'Akan kami apakan engkau, supaya laut menjadi reda dan tidak menyerang kami lagi, sebab laut semakin bergelora.'" Yunus 1:11
Tidak semua orang memberikan respon yang benar terhadap panggilan Tuhan. Malah lebih banyak dari kita yang justru lari menjauh menghindari panggilan Tuhan itu, karena memenuhi panggilan Tuhan berarti harus keluar dari zona nyaman dan siap mengalami masa-masa sulit dengan segala resiko yang ada.
Hal ini juga dialami oleh Yunus yang dipanggil Tuhan untuk suatu tugas sepesifik: "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku." (ayat 2). Tapi reaksi Yunus? Justru ia "...bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan Tuhan;" (ayat 3a). Pikir Yunus, dengan melarikan diri berarti urusannya sudah beres! Melarikan diri jelas bukan pilihan yang tepat, justru akan membawa konsekuensi yang berat. Dan bukanlah kebetulan jika akhirnya terjadi bencana besar, yaitu badai dahsyat sehingga kapal yang ditumpangi Yunus ke Tarsis hampir-hampir terpukul hancur (ayat 4). Singkat cerita, angin kembali reda dan laut pun berhenti mengamuk setelah Yunus dilemparkan ke dalam laut. Akhirnya "...Yunus tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam lamanya." (ayat 17). Kejadian demi kejadian yang dialami menyadarkan Yunus bahwa ia tidak punya pilihan lain selain harus taat mengerjakan panggilan Tuhan tersebut.
Haruskah kita mengalami penderitaan, kesesakan atau teguran dari Tuhan terlebih dahulu baru kita mau taat dan mengerjakan panggilanNya dengan setia? Lari dari panggilan Tuhan bukanlah suatu way out! Daud juga memiliki pengalaman akan hal ini: "Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situ pun Engkau. Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku." (Mazmur 139:7-10).
Sesungguhnya panggilan Tuhan adalah sangat mulia dan itu merupakan anugerah. Jika Tuhan memanggil kita, itu bukan karena kuat dan gagah kita! Namun yang Dia cari adalah orang-orang yang memiliki hati rela dan mau dibentuk untuk menjadi alat kemuliaanNya!
"Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya." Roma 8:30b
Baca: Yunus 1:10-17
"Bertanyalah mereka: 'Akan kami apakan engkau, supaya laut menjadi reda dan tidak menyerang kami lagi, sebab laut semakin bergelora.'" Yunus 1:11
Tidak semua orang memberikan respon yang benar terhadap panggilan Tuhan. Malah lebih banyak dari kita yang justru lari menjauh menghindari panggilan Tuhan itu, karena memenuhi panggilan Tuhan berarti harus keluar dari zona nyaman dan siap mengalami masa-masa sulit dengan segala resiko yang ada.
Hal ini juga dialami oleh Yunus yang dipanggil Tuhan untuk suatu tugas sepesifik: "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku." (ayat 2). Tapi reaksi Yunus? Justru ia "...bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan Tuhan;" (ayat 3a). Pikir Yunus, dengan melarikan diri berarti urusannya sudah beres! Melarikan diri jelas bukan pilihan yang tepat, justru akan membawa konsekuensi yang berat. Dan bukanlah kebetulan jika akhirnya terjadi bencana besar, yaitu badai dahsyat sehingga kapal yang ditumpangi Yunus ke Tarsis hampir-hampir terpukul hancur (ayat 4). Singkat cerita, angin kembali reda dan laut pun berhenti mengamuk setelah Yunus dilemparkan ke dalam laut. Akhirnya "...Yunus tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam lamanya." (ayat 17). Kejadian demi kejadian yang dialami menyadarkan Yunus bahwa ia tidak punya pilihan lain selain harus taat mengerjakan panggilan Tuhan tersebut.
Haruskah kita mengalami penderitaan, kesesakan atau teguran dari Tuhan terlebih dahulu baru kita mau taat dan mengerjakan panggilanNya dengan setia? Lari dari panggilan Tuhan bukanlah suatu way out! Daud juga memiliki pengalaman akan hal ini: "Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situ pun Engkau. Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku." (Mazmur 139:7-10).
Sesungguhnya panggilan Tuhan adalah sangat mulia dan itu merupakan anugerah. Jika Tuhan memanggil kita, itu bukan karena kuat dan gagah kita! Namun yang Dia cari adalah orang-orang yang memiliki hati rela dan mau dibentuk untuk menjadi alat kemuliaanNya!
"Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya." Roma 8:30b
Subscribe to:
Posts (Atom)