Monday, November 14, 2011

NUH: Kualitas Hidup Berbeda Dari Dunia! (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 November 2011 -

Baca:  Kejadian 6:9-22

"Inilah riwayat Nuh:  Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya;"  Kejadian 6:9a

Jika memperhatikan kehidupan Nuh, ini adalah gambaran kehidupan orang percaya di akhir zaman ini.  Orang-orang di zaman Nuh mengabaikan perkara-perkara rohani, menyepelekan perintah Tuhan, hidup dalam kejahatan dan hawa nafsu.  Bukankah hal ini tidak jauh berbeda dari kehidupan orang-orang zaman sekarang ini?  Meski  "Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya."  (2 Timotius 3:5a).

     Alkitab dengan sangat jelas menyatakan bahwa  "...kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,"  (Kejahatan 6:5), sehingga  "...semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi."  (Kejadian 6:12b).  Bahkan kalau kita teliti lagi di ayat 11-12, kata rusak diulang sampai 3x banyaknya.  Jadi, hal ini menunjukkan betapa parahnya kerusakan yang terjadi dalam kehidupan manusia pada waktu itu:  kualitas moral manusia benar-benar sudah sampai pada titik terendah, sampai-sampai  "...menyesallah Tuhan, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya."  (Kejadian 6:6).

     Meskipun berada di tengah-tengah dunia yang telah rusak secara moral dan spiritual, Nuh tetap mampu menjaga kualitas hidupnya agar berkenan kepada Tuhan.  Memiliki kualitas hidup seperti Nuh inilah yang dikehendaki Tuhan bagi kehidupan orang percaya di akhir zaman ini.  Kualitas hidup yang seperti apakah?  Firman Tuhan tegas menyatakan,  "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah:  apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna."  (Roma 12:2).

     Sebagai orang percaya yang telah diselamatkan Tuhan, kita harus memiliki kehidupan yang berbeda  (tidak serupa)  dengan orang-orang dunia;  kehidupan lama harus benar-benar kita tinggalkan dan hidup sebagai  'manusia baru' di dalam Kristus, karena  "...kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat."  (1 Petrus 1:18-19).  (Bersambung)

Sunday, November 13, 2011

MIMPI YANG MENJADI KENYATAAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 November 2011 -

Baca:  Kejadian 45:16-28

"Demikianlah dilakukan oleh anak-anak Israel itu.  Yusuf memberikan kereta kepada mereka menurut perintah Firaun;  juga diberikan kepada mereka bekal di jalan."  Kejadian 45:21

Dari kisah Yusuf kemarin bisa dibayangkan betapa sakitnya hati Yusuf, terlebih lagi yang membenci itu saudaranya sendiri;  tapi tidak sedikit pun ia menaruh rasa pahit hati kepada saudara-saudaranya itu.  Yusuf membebaskan dirinya dari kepahitan.  Inilah yang menjadi kunci keberhasilan hidupnya!  Yusuf sadar bahwa kepahitan hanya akan menghancurkan hidupnya dan menghambat penggenapan janji Tuhan.  Karena itu Yusuf tidak mau terus-menerus menyimpan kepahitan dalam hatinya.  Bukanlah kebetulan jika Yusuf menamai anak pertamanya Manasye, yang artinya Tuhan telah membuatku melupakan.  Tuhan telah membuatnya melupakan kesusahan dan kepahitan yang pernah dirasakannya.  Yusuf tidak mau terus-menerus menyimpan kepahitan dalam hatinya.  Bahkan ketika mendapati saudara-saudaranya kekurangan makanan, Yusuf tidak memiliki keinginan membalas dendam.  Ia justru mencium dan mengasihi saudara-saudaranya itu.

     Yusuf membalas kejahatan saudaranya dengan kebaikan.  Melakukan kesalahan adalah manusiawi, tetapi memaafkan adalah ilahi.  Ketika kita dipakai Tuhan dan kemudian proses itu datang, kita akan semakin didewasakan.  Oleh karena itu, jangan memberontak jika Tuhan membentuk kita.  Pada mulainya Yusuf adalah hamba, namun pada akhirnya dia naik pangkat menjadi penguasa atas istana Firaun.  Yusuf tampil sebagai pemenang karena dia telah lulus ujian.  Seringkali kita gagal melewati masa-masa sulit dalam hidup kita dan membiarkan rasa benci dan kepahitan itu menguasai hati kita, akibatnya mimpi yang Tuhan berikan tidak menjadi kenyataan.

     Jangan sekali-kali membatasi kuasa Tuhan bekerja!  Karena  "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di hati manusia:  semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia."  (1 Korintus 2:9).  Tuhan memiliki 1001 cara untuk menolong dan mengangkat hidup kita seperti yang dialami oleh Yusuf.  Dan mungkin Dia mengijinkan kita mengalami ujian dan tantangan;  tetapi jika kita tetap mempercayai Tuhan dengan sepenuh hati dan tidak berubah, percayalah, cepat atau lambat Tuhan akan menggenapi janjiNya dalam kehidupan kita.

Yusuf mengalami peninggian dari Tuhan karena dia kuat dan menang melewati ujian!