Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Oktober 2011 -
Baca: Galatia 6:1-10
"Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." Galatia 6:10
Ada kata bijak yang menyatakan bahwa kesempatan tidak datang untuk kedua kalinya. Oleh karena itu jangan pernah sia-siakan setiap kesempatan yang ada. Banyak orang yang menyesal begitu rupa saat kesempatan itu tidak digunakan dengan baik. Yang ada tinggallah penyesalan.
Tuhan memberikan kesempatan kepada orang-orang di zaman Nuh selama 120 tahun untuk bertobat, tapi mereka tidak mempergunakannya dengan baik dan akhirnya penyesalan pun tiada guna. Dan saat Tuhan menenggelamkan bumi dengan air bah, binasalah mereka semua kecuali Nuh dan keluarganya yang selamat. Begitu juga seluruh penduduk kota Sodam dan Gomora yang dibumihanguskan oleh Tuhan. Selama masih hidup mereka menyia-nyiakan kesempatan yang ada dan tetap hidup di dalam dosa. Juga kisah orang kaya dan Lazarus (baca Lukas 16:19-31). Saat di dunia si kaya hidup dalam gelimang harta, tapi ia lupa diri dan tidak pernah menabur atau memperhatikan orang-orang lemah. Akhirnya ia mengalami kebinasaan kekal. Ia lupa bahwa hidup di dunia ini adalah kesempatan bagi kita untuk mempersiapkan hidup di dalam kekekalan.
Berapa lama kita memiliki kesempatan hidup di dunia ini? Selamanyakah? Dalam mazmurnya Daud berkata, "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (Mazmur 90:10). Menyadari bahwa kesempatan itu sangatlah terbatas, Daud pun berdoa, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12). Jadi tugas kita menemukan kesempata dalam setiap situasi yang ada, sebab jika hidup ini berakhir tidak ada lagi kesempatan untuk bertobat. Sesudah mati tidak ada lagi kesempatan untuk berbuat baik bagi diri sendiri atau sesama sehingga raja Salomo menasihati, "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, kemana engkau akan pergi." (Pengkotbah 9:10).
Selagi Tuhan memberi kesempatan, gunakan sebaik mungkin supaya tidak ada penyesalan di kemudian hari!
Wednesday, October 26, 2011
Tuesday, October 25, 2011
TETAP KOKOH BERDIRI MESKI DI TENGAH BADAI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Oktober 2011 -
Baca: Matius 7:24-27
"Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu." Matius 7:25
Meski berada di tengah badai persoalan, jika kehidupan rohani kita dibangun di atas pondasi yang kuat, kita akan tetap kokoh berdiri. Sebaliknya, orang Kristen yag kehidupan rohaninya dibangun di atas pasir akan mudah hancur saat diterpa badai: stres, frustasi, menyalahkan Tuhan dan lalu meninggalkan Tuhan.
Membangun di atas batu (pondasi yang kuat) artinya mendengarkan firman dan juga melakukan firman itu. Sedangkan orang yang membangun di atas pasir adalah orang yang mendengarkan firman tetapi tidak melakukannya. Itulah sebabnya mengapa Tuhan mengijinkan kita berada di 'padang gurun' atau mengalami badai persoalan, yaitu untuk membuktikan apakah kita sudah tinggal dalam firmanNya atau belum. Dengan adanya masalah atau badai persoalan kehidupa rohani seseorang akan terlihat kualitasnya.
Orang Kristen yang hidup dalam firman pasti akan tetap teguh berdiri meski berada di tengah badai, karena ia tahu benar bahwa jika Tuhan mengijinkan hal itu terjadi pasti tidak melebihi kekuatan dan Dia selalu menyediakan jalan ke luar. Ada tertulis: "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Namun jika kehidupan rohani kita dibangun di atas pasir kita akan mudah terhempas ketika badai persoalan datang, karena kita tidak berakar kuat di dalam firman seperti yang dikatakan Ayub, "Mereka menjadi seperti jerami di depan angin, seperti sekam yag diterbangkan badai." (Ayub 21:18). Kita tak ubahnya seperti sekam. Apa itu sekam? Sekam adalah kulit padi. Sekam akan bertebaran ke mana-mana jika diterpa angin karena tidak memiliki berat (ringan), tidak berbobot. Oleh karena itu mari terus melekat kepada Tuhan dan hidup seturut akan firmanNya. Badai kehidupan boleh terjadi, tetapi bagi setiap orang percaya ada jaminan pertolongan dari Tuhan.
"Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu." Yesaya 46:4
Baca: Matius 7:24-27
"Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu." Matius 7:25
Meski berada di tengah badai persoalan, jika kehidupan rohani kita dibangun di atas pondasi yang kuat, kita akan tetap kokoh berdiri. Sebaliknya, orang Kristen yag kehidupan rohaninya dibangun di atas pasir akan mudah hancur saat diterpa badai: stres, frustasi, menyalahkan Tuhan dan lalu meninggalkan Tuhan.
Membangun di atas batu (pondasi yang kuat) artinya mendengarkan firman dan juga melakukan firman itu. Sedangkan orang yang membangun di atas pasir adalah orang yang mendengarkan firman tetapi tidak melakukannya. Itulah sebabnya mengapa Tuhan mengijinkan kita berada di 'padang gurun' atau mengalami badai persoalan, yaitu untuk membuktikan apakah kita sudah tinggal dalam firmanNya atau belum. Dengan adanya masalah atau badai persoalan kehidupa rohani seseorang akan terlihat kualitasnya.
Orang Kristen yang hidup dalam firman pasti akan tetap teguh berdiri meski berada di tengah badai, karena ia tahu benar bahwa jika Tuhan mengijinkan hal itu terjadi pasti tidak melebihi kekuatan dan Dia selalu menyediakan jalan ke luar. Ada tertulis: "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Namun jika kehidupan rohani kita dibangun di atas pasir kita akan mudah terhempas ketika badai persoalan datang, karena kita tidak berakar kuat di dalam firman seperti yang dikatakan Ayub, "Mereka menjadi seperti jerami di depan angin, seperti sekam yag diterbangkan badai." (Ayub 21:18). Kita tak ubahnya seperti sekam. Apa itu sekam? Sekam adalah kulit padi. Sekam akan bertebaran ke mana-mana jika diterpa angin karena tidak memiliki berat (ringan), tidak berbobot. Oleh karena itu mari terus melekat kepada Tuhan dan hidup seturut akan firmanNya. Badai kehidupan boleh terjadi, tetapi bagi setiap orang percaya ada jaminan pertolongan dari Tuhan.
"Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu." Yesaya 46:4
Subscribe to:
Posts (Atom)