Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Oktober 2011 -
Baca: Matius 19:16-26
"Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya." Matius 19:22
Saat ini pikiran banyak orang tertuju kepada materi, bagaimana cara menumpuk harta dan kekayaan. Siang dan malam membanting tulang demi mewujudkan keinginannya itu. Tak jarang pula orang menempuh jalan sesat guna mendapatkan uang atau kekayaan dengan cara instan. Adalah perkara yang sukar bagi manusia untuk merasa puas dengan apa yang dimiliki. Berapa banyak uang yang harus dimiliki agar kita terpuaskan dan merasa bahagia? Sampai kapan pun uang tidak pernah dapat membeli kepuasan atau pun kebahagiaan. Tentunya tidak ada yang salah dengan mencari uang, selama kegiatan mencari uang itu tidak melanggar hukum negara dan prinsip-prinsip firman Tuhan. Memang, kekayaan bisa menjadi tanda seseorang diberkati Tuhan, tetapi juga bisa menjadi penghalang bagi seseorang untuk beribadah kepada Tuhan.
Ada seorang anak muda yang hebat sekaligus kaya. Ia datang kepada Yesus dan bertanya bagaimana supaya bisa masuk ke dalam Kerajaan Allah. Orang muda ini sekaligus ingin mencari penegasan apakah semua yang sudah dilakukannya selama ini dapat menjamin dia memperoleh hidup kekal. "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?" (ayat 20). Ia berpikir bahwa keselamatan kekal dapat diperoleh melalui usaha manusia, yaitu dengan berbuat baik dan sebagainya. Alkitab jelas menyatakan bahwa "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita,..." (2 Timotius 1:9). Karena harta kekayaan melimpah, anak muda ini pun memilih bergantung pada apa yang ia miliki, bukannya menjadi saluran berkat seperti perintah Tuhan, sehingga ketika Tuhan memerintahkan: "...pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin,..." (Matius 21:22) pergilah ia dengan sedih. Ia mencintai hartanya daripada harus mengikut Kristus.
Manakah yang Saudara pilih: menumpuk kekayaan yang bersifat sementara di dunia ataukah mempersiapkan kekayaan rohani untuk kehidupan kekal mendatang? Rasul Paulus berpesan kepada Timotius agar ia memperingatkan orang-orang kaya supaya "...mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi (1 Timotius 6:18).
Tuhan memberkati kita supaya kita bisa menjadi saluran berkat bagi orang lain, bukannya semakin mencondongkan hati kita menjauh dari Tuhan.
Sunday, October 2, 2011
Saturday, October 1, 2011
RELAKAH KITA MENUNAIKAN AMANAT TUHAN?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Oktober 2011 -
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." 2 Timotius 4:2
Sebagaimana dinyatakan dalam renungan kemarin, Yesus "...datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Matius 9:13). Jadi Yesus turun ke dunia dengan tujuan untuk menyelamatkan jiwa manusia. Inilah amanat yang harus diemban oleh Yesus.
Dengan kesadaran penuh Dia menyelesaikan tugas dari Bapa ini sampai tuntas tanpa keluh kesah atau persungutan. "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8). Tanpa keraguan sedikit pun Yesus mengorbankan nyawaNya, karena Ia tahu bahwa tidak ada jalan lain bagi manusia untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Hanya melalui kematianNya di atas kayu salib inilah manusia memiliki pengharapan hidup kekal karena kutuk maut telah dipatahkan! Ketika Yesus naik ke sorga, amanat itu pun diserahterimakan kepada murid-muridNya. Yesus berkata, "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum." (Markus 16:15-16), dan "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Perkataan Yesus ini bukan sekedar kata-kata perpisahanNya kepada para muridNya, melainkan suatu Amanat Agung yang harus dilaksanakan.
Saat ini tidak semua orang Kristen terpanggil untuk mengerjakan amanat ini. Mereka pasti berpikir bahwa memberitakan Injil Keselamatan itu penuh resiko: menantang segala macam kesukaran, penderitaan, penolakan, ejekan, cemoohan dan mungkin juga aniaya. Berbeda dengan hamba-hamba Tuhan di masa lalu yang dengan gigih berjuang memberitakan Injil Kristus; mereka rela mempertaruhkan hidup demi Injil. Dan tak terbilang banyaknya jumlah orang yang bertobat, percaya dan dipulihkan hidupnya melalui pelayanan mereka. Bagaimana kita? Ingatlah, memberitakan Injil tidak selalu harus pergi ke tempat yang jauh, terpencil, ke pelosok atau di pedalaman. Memberitakan Injil bisa dilakukan di lingkungan terdekat kita sendiri. Maukah kita melakukannya?
Tuhan mengukur keberhasilan pemberitaan Injil kita bukan pada jumlah orang yang diselamatkan, tetapi pada seberapa besar kerelaan hati kita.
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." 2 Timotius 4:2
Sebagaimana dinyatakan dalam renungan kemarin, Yesus "...datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Matius 9:13). Jadi Yesus turun ke dunia dengan tujuan untuk menyelamatkan jiwa manusia. Inilah amanat yang harus diemban oleh Yesus.
Dengan kesadaran penuh Dia menyelesaikan tugas dari Bapa ini sampai tuntas tanpa keluh kesah atau persungutan. "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8). Tanpa keraguan sedikit pun Yesus mengorbankan nyawaNya, karena Ia tahu bahwa tidak ada jalan lain bagi manusia untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Hanya melalui kematianNya di atas kayu salib inilah manusia memiliki pengharapan hidup kekal karena kutuk maut telah dipatahkan! Ketika Yesus naik ke sorga, amanat itu pun diserahterimakan kepada murid-muridNya. Yesus berkata, "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum." (Markus 16:15-16), dan "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Perkataan Yesus ini bukan sekedar kata-kata perpisahanNya kepada para muridNya, melainkan suatu Amanat Agung yang harus dilaksanakan.
Saat ini tidak semua orang Kristen terpanggil untuk mengerjakan amanat ini. Mereka pasti berpikir bahwa memberitakan Injil Keselamatan itu penuh resiko: menantang segala macam kesukaran, penderitaan, penolakan, ejekan, cemoohan dan mungkin juga aniaya. Berbeda dengan hamba-hamba Tuhan di masa lalu yang dengan gigih berjuang memberitakan Injil Kristus; mereka rela mempertaruhkan hidup demi Injil. Dan tak terbilang banyaknya jumlah orang yang bertobat, percaya dan dipulihkan hidupnya melalui pelayanan mereka. Bagaimana kita? Ingatlah, memberitakan Injil tidak selalu harus pergi ke tempat yang jauh, terpencil, ke pelosok atau di pedalaman. Memberitakan Injil bisa dilakukan di lingkungan terdekat kita sendiri. Maukah kita melakukannya?
Tuhan mengukur keberhasilan pemberitaan Injil kita bukan pada jumlah orang yang diselamatkan, tetapi pada seberapa besar kerelaan hati kita.
Subscribe to:
Posts (Atom)