Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Agustus 2011 -
Baca: Amsal 25
"Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya." Amsal 25:28
Penguasaan diri atau pengendalian diri adalah salah satu aspek dari buah Roh (baca Galatia 5:23). Penguasaan diri adalah kemampuan Ilahi yang diberikan Tuhan kepada orang percaya: merupakan ketetapan hati serta pikiran untuk menahan dan mengendalikan dirinya agar ia bereaksi, berbicara, berpikir dan bertindak sesuai dengan firman Tuhan.
Penguasaan diri bisa juga diartikan sebagai sikap kehidupan yang tegas, baik terhadap orang luar maupun terhadap diri sendiri dan juga terhadap keinginan-keinginan duniawi. Ketika kita tahu sesuatu itu salah, kita harus tegas terhadap diri sendiri dan berkata: tidak! Jadi, ketika kita berbicara mengenai penguasaan ini kita berbicara mengenai dua hal yaitu berlatih dan berjuang. Alkitab menyatakan, "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32); sebaliknya, orang yang tidak dapat mengendalikan diri seperti kota yang roboh temboknya. Kata tembok tidak hanya berbicara mengenai batasan suatu wilayah, namun juga bisa diartikan sebagai keamanan dan ketenangan. Ketika tembok tegak berdiri, tembok tersebut berfungsi untuk memberikan keamanan; tapi jika tembok itu roboh, siapa pun yang tinggal di dalam kota itu pasti tidak akan merasa aman dan tenang lagi. Kota yang roboh temboknya akan dengan mudah diporakporandakan oleh musuh. Begitu juga seseorang yang memiliki karunia yang luar biasa: pelayanan atau karir yang diberkati Tuhan, namun tidak dapat menguasai diri, maka Iblis akan dengan mudah menyerang hidupnya berkali-kali.
Kita harus bisa menguasai diri; dalam hal apa? 1. Emosi. Jika emosi seseorang tidak terkendali akan menimbulkan pertengkaran. "Si pemarah menimbulkan pertengkaran, dan orang yang lekas gusar, banyak pelanggarannya." (Amsal 29:22). 2. Ucapan. Menguasai diri dalam hal ucapan adalah penting sekali, karena "...barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya." (Yakobus 3:2). Hendaknya ucapan atau perkataan kita sesuai dengan firman Tuhan. 3. Hawa nafsu. Ingat! Nafsu yang tidak terkendali dapat berakhir dengan perbuatan dosa. Karena itu, "...matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi,..." (Kolose 3:5).
Tanpa penguasaan diri, apa pun yang kita kerjakan tidak akan berhasil!
Saturday, August 27, 2011
Friday, August 26, 2011
MENGAPA SULIT MENGAMPUNI ORANG LAIN?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Agustus 2011 -
Baca: Mazmur 32
"Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!" Mazmur 32:1
Hampir semua orang mengatakan bahwa memberikan pengampunan kepada orang lain yang bersalah kepada kita adalah pekerjaan yang sulit untuk dilakukan. Banyak orang berkata, "Aku tidak memaafkan dia, hatiku sudah terlanjur sakit. Mengampuni? Kok enak, dia sudah berbuat jahat dan menyakiti aku." Harus kita akui bahwa hal mengampuni ini memang hal yang tidak mudah untuk dilakukan, terlebih lagi jika orang yang menyakiti dan berbuat jahat kepada kita adalah orang-orang terdekat atau orang yang kita kasihi: sahabat, suami, isteri, anak, rekan sepelayanan, rekan kerja dan lain-lain. Rasa sakit karena dikhianati masih membekas begitu dalam di hati kita.
Firman Tuhan mengajar kita untuk memberi pengampunan kepada orang yang telah melukai kita. Kita sering berkata, "Oke saya maafkan kesalahannya, tapi jangan harap saya mau ketemu dia lagi." Namun Alkitab menyatakan bahwa kita harus memberi pengampunan kepada orang lain tidak hanya sekali, dua kali, atau sampai tujuh kali. "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (Matius 18:22). Tidak peduli betapa dalam luka yang telah mereka tancapkan di hati kita, tugas kita tetaplah memberikan pengampunan. Mengapa kita harus memberi pengampunan? Karena dosa-dosa kita telah diampuni oleh Tuhan Yesus melalui pengorbananNya di atas kayu salib. Sebesar apa pun dosa atau pelangaran yang telah kita perbuat, darah Yesus selalu menyucikan kita ketika kita mau datang kepada Tuhan dan bertobat. FirmanNya, "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Luar biasa!
Penampunan telah dilepaskan Tuhan bagi kita, masakan kita tidak mau mengampuni orang yang bersalah kepada kita? Coba hitung: berapa banyak pelangaran kita kepada Tuhan? Berapa kali kita menyakiti hati Tuhan dengan ketidaktaatan kita? Sejahat apa pun dan seberapa besar kesalahan orang lain kepada kita, kita harus bisa mengampuni, karena Tuhan Yesus telah mengampuni kita tanpa syarat.
Ingatlah ini: "...jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." Matius 6:15
Baca: Mazmur 32
"Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!" Mazmur 32:1
Hampir semua orang mengatakan bahwa memberikan pengampunan kepada orang lain yang bersalah kepada kita adalah pekerjaan yang sulit untuk dilakukan. Banyak orang berkata, "Aku tidak memaafkan dia, hatiku sudah terlanjur sakit. Mengampuni? Kok enak, dia sudah berbuat jahat dan menyakiti aku." Harus kita akui bahwa hal mengampuni ini memang hal yang tidak mudah untuk dilakukan, terlebih lagi jika orang yang menyakiti dan berbuat jahat kepada kita adalah orang-orang terdekat atau orang yang kita kasihi: sahabat, suami, isteri, anak, rekan sepelayanan, rekan kerja dan lain-lain. Rasa sakit karena dikhianati masih membekas begitu dalam di hati kita.
Firman Tuhan mengajar kita untuk memberi pengampunan kepada orang yang telah melukai kita. Kita sering berkata, "Oke saya maafkan kesalahannya, tapi jangan harap saya mau ketemu dia lagi." Namun Alkitab menyatakan bahwa kita harus memberi pengampunan kepada orang lain tidak hanya sekali, dua kali, atau sampai tujuh kali. "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (Matius 18:22). Tidak peduli betapa dalam luka yang telah mereka tancapkan di hati kita, tugas kita tetaplah memberikan pengampunan. Mengapa kita harus memberi pengampunan? Karena dosa-dosa kita telah diampuni oleh Tuhan Yesus melalui pengorbananNya di atas kayu salib. Sebesar apa pun dosa atau pelangaran yang telah kita perbuat, darah Yesus selalu menyucikan kita ketika kita mau datang kepada Tuhan dan bertobat. FirmanNya, "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Luar biasa!
Penampunan telah dilepaskan Tuhan bagi kita, masakan kita tidak mau mengampuni orang yang bersalah kepada kita? Coba hitung: berapa banyak pelangaran kita kepada Tuhan? Berapa kali kita menyakiti hati Tuhan dengan ketidaktaatan kita? Sejahat apa pun dan seberapa besar kesalahan orang lain kepada kita, kita harus bisa mengampuni, karena Tuhan Yesus telah mengampuni kita tanpa syarat.
Ingatlah ini: "...jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." Matius 6:15
Subscribe to:
Posts (Atom)