Thursday, August 18, 2011

BELAJAR MENGHARGAI PENYERTAAN TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Agustus 2011 -

Baca:  1 Raja-Raja 8:54-66

"Kiranya Tuhan, Allah kita, menyertai kita sebagaimana ia telah menyertai nenek moyang kita, janganlah Ia meninggalkan kita dan janganlah Ia membuangkan kita,"  1 Raja-Raja 8-57

Firman Tuhan menegaskan bahwa  "...tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar;  tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga ia tidak mendengar, ialah segala dosamu."  (Yesaya 59:1-2).  Jelas bahwa yang menjadi pemisah hubungan antara Tuhan dan manusia adalah dosa.  Ini yang seringkali tidak kita sadari!  Ketika sedang dalam kesesakan, menderita sakit-penyakit atau mengalami pergumulan yang berat kita langsung menyimpulkan bahwa Tuhan telah meninggalkan kita dan tidak lagi menyertai kita.

    Sejak dari mulanya Tuhan itu tidak pernah meninggalkan kita sebagaimana firmanNya yang mengatakan,  "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."  (Ibrani 13:5b).  Dia adalah Imanuel, Allah yang menyertai kita dan penyertaanNya itu sempurna.  Banyak orang Kristen yang berdoa dan memohon agar Tuhan menyertai dan menjaga hidupnya, namun di sisi lain mereka kurang bisa menghargai penyertaanNya.  Mungkin kita berkata,  "Kapan saya tidak menghargai penyertaan Tuhan?"  Ialah ketika kita tidak lagi hidup dalam ketaatan dan lebih memilih hidup menurut keinginan daging kita, itulah saat kita sedang tidak menghargai penyertaanNya;  ketika kita membenci orang lain dan tidak mau pengampuni;  ketika kita berbohong;  ketika kita mengabaikan jam-jam ibadah, malas berdoa, malas baca firman;  ketika kita menutup 'mata' terhadap orang yang miskin atau lemah dan sebagainya.  Saat kita melakukan itu semua kita sedang tidak menghargai penyertaanNya.

     Maka dari itu mari kita terus mencondongkan hati kepada Tuhan (1 Raja-Raja 8:58) dan berpaut kepadaNya (61) supaya langkah hidup kita senantiasa selaras dengan kehendak dan rencanaNya.  Selain itu kita harus mempersembahkan yang terbaik dari hidup kita, bukan hanya dalam bentuk materi/uang, tetapi juga tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepadaNya (1 Raja-Raja 8:62).

Hidup dalam kebenaran firmanNya adalah tanda bahwa kita ini menghargai penyertaan Tuhan dalam hidup ini!

Wednesday, August 17, 2011

MERDEKA BANGSAKU, MENANGIS NEGERIKU!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Agustus 2011 -

Baca:  Galatia 5:1-15 

"Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa,..."  Galatia 5:13b

Hari ini seluruh rakyat Indonesia bersukacita merayakan kemerdekaan yang ke-66.  Gegap gempita bergema dipelosok negeri.  Beragam kegiatan digelar, mulai dari upacara bendera, berkumandangnya lagu Indonesia Raya, pembacaan naskah proklamasi, tabur bunga di makam pahlawan, hingga diadakannya berbagai jenis perlombaan tradisional:  karnaval, makan kerupuk, panjat pinang, lomba kelereng, balap karung, bola kasti dan lain-lain.  Kita patut merayakan kemerdekaan ini sebagai perwujudan rasa syukur kita kepada Tuhan, karena dengan pertolonganNya bangsa kita meraih kemerdekaan dan terbebas dari belenggu penjajahan bangsa lain.  Rasa terima kasih tak terhingga juga patut kita haturkan kepada para pahlawan bangsa, di mana mereka rela mengorbankan jiwa dan raganya demi membela bangsa dan negara.  Ini merupakan hasil dari sebuah perjuangan terus menerus tak kenal lelah dari para pejuang kita melawan para penjajah di negeri ini.

     Dan kini sebagai generasi penerus bangsa, tugas kita adalah mengisi kemerdekaan itu dengan prestasi.  Tapi sayang, kini kemerdekaan RI ternodai oleh ulah para anak bangsa sendiri yang tidak menghargai perjuangan para pahlawan bangsa.  Mereka justru "...mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa,..."  Siapa itu?  Para koruptor yang tidak lain adalah orang-orang yang dipercaya oleh rakyat, yang justru mengatasnamakan kepentingan rakyat, menimbun kekayaan untuk diri sendiri dan juga golongan.  Para pejuang dahulu berharap bahwa dengan kemerdekaan, bangsa Indonesia memiliki kesempatan besar untuk membangun bangsa demi kesejahteraan seluruh rakyat.  Namun tak bisa dipungkiri bahwa sampai saat ini pembangunan yang ada belum juga mampu mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.  Masih banyak rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan.  Begitu juga dalam hal pendidikan, daerah-daerah terpencil terabaikan.

     Di mana hati nurani para pemimpin negeri ini?  Bersyukur, bangsa Indonesia masih bisa berbangga oleh kiprah para atlit yang berprestasi di berbagai cabang olahraga, para pelajar yang sukses menjuarai olympiade science.  Di tengah keterpurukan negeri ini mereka masih menunjukkan prestasi dan membawa harum nama bangsa di mata dunia!

Dirgahayu bangsaku!  Merdeka!  Merdeka!