Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Agustus 2011 -
Baca: Mazmur 103
"Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel." Mazmur 103:7
Bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan, karena itulah mereka dikasihi dan dipelihara Tuhan secara luar biasa. Meski demikian mereka begitu mudahnya kecewa, mengeluh, bersungut-sungut dan menyalahkan Tuhan, bahkan mereka menyalahkan Tuhan, bahkan mereka memberontak kepadaNya dan menyembah ilah-ilah lain. "Mereka membangkitkan cemburu-Ku dengan yang bukan Allah, mereka menimbulkan sakit hati-Ku dengan berhala mereka. Sebab itu Aku akan membangkitkan cemburu mereka dengan yang bukan umat, dan akan menyakiti hati mereka dengan bangsa yang bebal." (Ulangan 32:21).
Fokus bangsa Israel hanya tertuju kepada perkara-perkara yang kelihatan; mereka hanya ingin menikmati perbuatan-perbuatan Tuhan tetapi tidak pernah merindukan pribadiNya, tidak pernah memahami rencana dan jalan-jalan Tuhan di balik itu semua. Itulah sebabnya kepada bangsa Israel Tuhan hanya bisa menyatakan perbuatan-perbuatanNya, tidak lebih dari itu, karena hati mereka yang bebal. Bangsa Israel hanya bisa mengenal Tuhan melalui perbuatan-perbuatanNya, melalui berbagai macam mujizat yang dapat mereka saksikan dan alami setiap hari selama 40 tahun di padang gurun, dan hanya melalui perbuatanNya saja mereka mengenal Tuhan.
Hal ini tidak jauh berbeda dengan keberadaan orang percaya saat ini! Banyak dari kita yang hanya menginginkan perbuatan-perbuatan Tuhan dinyatakan dalam kehidupan kita; yang kita inginkan hanya mujizatNya, pertolonganNya, kesembuhanNya dan juga berkat-berkatNya. Ketika banyak orang berbondong-bondong mengikut Yesus, berkatalah Ia, "...:sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26). Akibatnya ketika kenyataan tidak seperti yang diharapkan, kita mudah kecewa, tidak lagi berdoa dengan sungguh-sungguh, bahkan ada yang undur dan meninggalkan Tuhan. Kita mengukur kekristenan dengan berkat dan materi yang ada. Ketika sedang keberkatan kita begitu berapi-api mengikuti Tuhan, tetapi ketika badai permasalahan datang menerpa, semangat kita untuk Tuhan berangsur luntur, kita pun komplain: "Mengapa Tuhan ijinkan hal ini terjadi? Mengapa Tuhan tinggal diam dan tidak bertindak?" (Bersambung)
Monday, August 1, 2011
Sunday, July 31, 2011
BERUSAHALAH DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Juli 2011 -
Baca: 2 Petrus 1:3-15
"Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung." 2 Petrus 1:10
Petrus mengingatkan kita tentang panggilan Tuhan yang harus kita kerjakan dengan sungguh-sungguh. Tidak ada kata setengah-setengah dalam menjalani kehidupan kekristenan; sebaliknya kita harus mengerjakan keselamatan itu dengan takut dan gentar (baca Filipi 2:12). Karena itu Petrus menasihati agar kita berusaha dengan sungguh-sungguh, "...untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang." (2 Petrus 1:5-7). Kata sungguh-sungguh berarti melakukan dengan sepenuh hati, tidak asal-asalan atau main-main. Berusaha dengan sungguh-sungguh juga berarti bahwa kita berusaha tidak dengan kekuatan sendiri dalam melakukan apa yang difirmankan, tetapi mengacu pada respons kita terhadap panggilan Tuhan itu.
Rasul Paulus telah menerima panggilan Tuhan sejak berada dalam kandungan ibunya (baca Galatia 1:15-16). Namun, dalam perjalanan hidupnya, Paulus, yang saat itu masih bernama Saulus, justru memusuhi Kristus dengan cara menganiaya para pengikut Tuhan. Dengan segala cara Saulus berusaha untuk menumpas umat Tuhan sampai pada akhirnya Tuhan sendiri yang menegur dia ketika melakukan perjalanan ke Damsyik. Sejak saat itu hidup Saulus diubahkan dan mengalami kelahiran baru, sehingga namanya pun diganti menjadi Paulus.
Paulus menyadari bahwa dipanggil Tuhan adalah kasih karunia yang luar biasa. Karena itu tidak ada alasan baginya untuk tidak bersungguh-sungguh dalam mengerjakan panggilan Tuhan ini. Ia mulai bersungguh-sungguh dalam mengerjakan panggilan Tuhan ini. Ia mulai menyadari akan artinya hidup: "...aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:20a). Paulus mengabdikan seluruh hidupnya untuk Kristus. Apakah kita menjalankan ibadah dan pelayanan hanya untuk sekedar berpartisipasi ataukah kita sadar akan panggilan Tuhan?
Bila kita merespons panggilanNya, kita akan bersungguh-sungguh dalam mengiring Tuhan; apapun yang terjadi kita tidak akan pernah undur, tapi roh kita makin kuat dan makin menyala-nyala bagi Dia.
Baca: 2 Petrus 1:3-15
"Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung." 2 Petrus 1:10
Petrus mengingatkan kita tentang panggilan Tuhan yang harus kita kerjakan dengan sungguh-sungguh. Tidak ada kata setengah-setengah dalam menjalani kehidupan kekristenan; sebaliknya kita harus mengerjakan keselamatan itu dengan takut dan gentar (baca Filipi 2:12). Karena itu Petrus menasihati agar kita berusaha dengan sungguh-sungguh, "...untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang." (2 Petrus 1:5-7). Kata sungguh-sungguh berarti melakukan dengan sepenuh hati, tidak asal-asalan atau main-main. Berusaha dengan sungguh-sungguh juga berarti bahwa kita berusaha tidak dengan kekuatan sendiri dalam melakukan apa yang difirmankan, tetapi mengacu pada respons kita terhadap panggilan Tuhan itu.
Rasul Paulus telah menerima panggilan Tuhan sejak berada dalam kandungan ibunya (baca Galatia 1:15-16). Namun, dalam perjalanan hidupnya, Paulus, yang saat itu masih bernama Saulus, justru memusuhi Kristus dengan cara menganiaya para pengikut Tuhan. Dengan segala cara Saulus berusaha untuk menumpas umat Tuhan sampai pada akhirnya Tuhan sendiri yang menegur dia ketika melakukan perjalanan ke Damsyik. Sejak saat itu hidup Saulus diubahkan dan mengalami kelahiran baru, sehingga namanya pun diganti menjadi Paulus.
Paulus menyadari bahwa dipanggil Tuhan adalah kasih karunia yang luar biasa. Karena itu tidak ada alasan baginya untuk tidak bersungguh-sungguh dalam mengerjakan panggilan Tuhan ini. Ia mulai bersungguh-sungguh dalam mengerjakan panggilan Tuhan ini. Ia mulai menyadari akan artinya hidup: "...aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:20a). Paulus mengabdikan seluruh hidupnya untuk Kristus. Apakah kita menjalankan ibadah dan pelayanan hanya untuk sekedar berpartisipasi ataukah kita sadar akan panggilan Tuhan?
Bila kita merespons panggilanNya, kita akan bersungguh-sungguh dalam mengiring Tuhan; apapun yang terjadi kita tidak akan pernah undur, tapi roh kita makin kuat dan makin menyala-nyala bagi Dia.
Subscribe to:
Posts (Atom)