Friday, July 22, 2011

DANIEL: Berani Melawan Arus

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juli 2011 -

Baca:  Daniel 1

"Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja;  dimintanyalah kepada pimpinan pegawai istana itu, supaya ia tak usah menajiskan dirinya."  Daniel 1:8

Membaca kisah tentang Daniel di dalam Alkitab sungguh menjadi sumber inspirasi bagi kehidupan orang percaya.  Meski masih muda Daniel memiliki spirit of excellence (semangat untuk mencapai yang terbaik).  Alkitab mencatat bahwa Daniel  "...sepuluh kali lebih cerdas dari pada semua orang berilmu dan semua ahli jampi di seluruh kerajaannya."  (ayat 20).

     Pada awalnya Daniel hanyalah seorang tawanan yang dibawa oleh Nebukadnezar ke Babel.  Namun ia bersama tiga orang rekannya (Sadrakh, Mesakh dan Abednego) tetap mempertahankan jati dirinya sebagai umat Tuhan, hidup benar di mataNya sehingga mereka mengalami promosi dariNya.  Dan seorang tawanan menjadi pembantu-pembantu raja di negeri asing:  dari raja Nebukadnezar, Belsyazar sampai Darius, Daniel diangkat menjadi orang ke-2 setelah raja membawahi 120 pejabat setingkat Gubernur.

     Berkat dan promosi disediakan Tuhan bagi orang-orang yang hidup benar.  Daniel beroleh peninggian dari Tuhan karena ia memiliki kehidupan yang berkualitas.  Meski berada di tengah lingkungan masyarakat yang menyembah berhala Daniel berani melawan arus, tetap hidup kudus.  Menjalani hidup kudus di gereja, di retreat atau di persekutuan dengan orang-orang percaya tidaklah terlalu sukar.  Bayangkan jika kita hidup di tengah-tengah lingkungan yang jahat, rusak moralnya, di mana melakukan dosa sudah menjadi hal yang biasa, bisakah kita mempertahankan kekudusan dan hidup benar?  Daniel hidup di lingkungan yang setiap hari sarat dengan pesta pora dan hawa nafsu.  Tapi sejak menjejakkan kaki di lingkungan istana, Daniel berketetapan hati untuk tidak hanyut dalam pola hidup istana.  Berani menolak dosa, tidak mau menyembah kepada raja meski nyawa yang menjadi taruhannya.  Bahkan dari hal yang terkecil sekalipun (soal makanan), ia tidak mau memberi celah bagi tipu muslihat Iblis.

     Di akhir zaman ini jarang ditemukan orang yang demikian; kebanyakan orang ikut-ikutan dan terbawa arus dunia ini:  tidak berani menolak dosa, malah tenggelam di dalamnya.

Hidup kudus adalah panggilan Tuhan bagi kehidupan orang percaya dan Daniel telah memberi teladan bagi kita.

Thursday, July 21, 2011

KRISIS KASIH DI MANA-MANA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juli 2011 -

Baca:  2 Timotius 3:1-9

"Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang."  2 Timotius 3:2a

Saat ini krisis kasih terjadi di mana-mana, entah dalam kehidupan masyarakat, bangsa, bahkan juga gereja.  Ayat 2-4 menggambarkan keadaan manusia di akhir zaman ini.  Intinya:  manusia kini memiliki kencenderungan mencintai dirinya sendiri dan tidak lagi mengasihi orang lain.  Kini karakter kasih sulit sekali ditemukan dalam diri manusia.

     Kasih mudah diucapkan, tapi untuk mempraktekkan ada harga yang harus dibayar.  Kebanyakan orang menjadikan kasih hanya sebagai slogan saja, tapi ketika dihadapkan pada dunia nyata, kasih hanyalah bayang-bayang dan yang sering muncul justru hal-hal sebaliknya.  Bagaimana reaksi kita saat dibenci, difitnah dan disakiti oleh orang lain?  Setiap kali kita diperlakukan secara buruk atau menyakitkan selalu timbul keinginan untuk membalas dengan perlakukan yang sama atau malah bahkan lebih buruk.  Perhatikan apa yang dikatakan Tuhan Yesus,  "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu."  (Matius 5:44).  Kasih adalah satu-satunya kekuatan yang mampu mengubah lawan menjadi kawan!

     Ada banyak hal yang membuat kita tidak dapat menunjukkan kasih kepada sesama.  Terkadang kita sudah berusaha mengasihi orang-orang yang membenci kita.  Tetapi mereka terus memperlakukan kita dengan buruk sehingga kekuatan kita mulai melemah.  Kasih kita menjadi semakin berkurang dan lambat laun menjadi pudar, dan sebagai gantinya, karakter-karakter lama kita kembali muncul.  Supaya kita bisa mengasihi orang lain secara bijaksana di tengah situasi yang sulit, adalah baik merenungkan betapa besar kasih Allah kepada kita.  Seharusnya hati kita menjadi hancur bila kita mengingat-ingat bagaimana Tuhan berulang-ulang mengampuni kita dan bersabar terhadap kita, padahal kita seringkali memberontak dan menyakiti Dia dengan ketidaktaatan kita.  Lalu, bagaimana mungkin kita terus membenci orang lain sedangkan Allah terus-menerus menunjukkan kasihNya kepada kita, sekalipun kita berdosa padaNya?  Bahkan, Ia rela menanggung penderitaan karena dosa-dosa kita sehingga kita beroleh keselamatan.  Alkitab menyatakan,  "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih."  (1 Yohanes 4:8).

Allah adalah kasih;  jika kita tidak mengasihi kita meyangkal Allah dan meragukan kasihNya dalam Yesus Kristus.