Thursday, June 23, 2011

JANGAN LAGI MENOLEH KE BELAKANG (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juni 2011 -

Baca:  Kejadian 19:1-29

"Larilah, selamatkanlah nyawamu;  janganlah menoleh ke belakang, dan janganlah berhenti di mana pun juga di Lembah Yordan, larilah ke pegunungan, supaya engkau jangan mati lenyap."  Kejadian 10:17

Ketika keluar dari tanah perbudakan di Mesir perjalanan hidup bangsa Isael tidak langsung mulus tanpa rintangan.  Mereka dihadapkan pada laut Teberau yang terbentang luas, di kanan kiri mereka hamparan padang gurun dan di belakang mereka pasukan tentara Mesir dengan keretanya yang mengejar dengan kekuatan penuh.  Jika menoleh ke belakang sepertinya mereka sudah tidak memiliki harapan lagi untuk hidup.  Ketakutan dan keputusasaan merajai hati mereka.  Bayangan penderitaan dan kematian ada di benak mereka.  Itulah sebabnya mereka terus mengeluh, bersungut-sungut dan marah kepada Musa.

     Bangsa Israel mengeluh karena Musa membawa mereka ke padang gurun.  Mereka takut nantinya akan mengalami penderitaan yang lebih parah dari sebelumnya.  Ketakutan mereka sangat beralasan karena mereka teringat pada penderitaan saat menjadi budak di Mesir.  Bangsa Israel terus menoleh ke belakang, mengingat-ingat kehidupan masa lalu saat berada di Mesir.  Isteri Lot pun demikian, ia menoleh ke belakang sebagai pertanda bahwa ia enggan meninggalkan Sodom dan Gomora, serta takut kehilangan harta bendanya.  Padahal Tuhan memerintahkan,  "Larilah, selamatkanlah nyawamu;  janganlah menoleh ke belakang,"

     Begitu pula kita yang sudah memutuskan mengikut Kristus, segala sesuatu yang ada di belakang harus benar-benar kita tinggalkan, sebab  "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru:  yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."  (2 Korintus 5:17).  Jadi kita harus mengenakan 'manusia baru' dan menanggalkan 'manusia lama'.  Jangan lagi mengungkit-ungkit masa lalu dan berkompromi dengan dosa lagi.  Seringkali banyak orang Kristen yang tidak rela meninggalkan dosa karena merasa bahwa dosa itu terasa nikmat dan manis, sayang bila harus ditinggalkan.

Yesus tegas menyatakan,  "Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerjaaan Allah."  (Lukas 9:62).  Artinya orang yang siap melangkah bersama dengan Kristus harus benar-benar meninggalkan kehidupan lamanya, jika tidak, ia tidak layak di hadapan Tuhan!

Wednesday, June 22, 2011

ORANG KAYA YANG BODOH: Mengalami Kebinasaan!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juni 2011 -

Baca:  Lukas 12:13-21

"Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?"  Lukas 12:20

Siapa yang tidak ingin menjadi orang kaya?  Semua orang pasti menginginkannya.  Kaya berarti memiliki uang banyak dan harta yang melimpah.  Wow!  Tapi sayang, banyak orang telah menempuh jalan yang salah guna mewujudkan keinginan menjadi orang kaya.  Lihatlah di negara kita, banyak sekali orang yang berlomba-lomba menimbun kekayaan dan memperkaya diri meski dengan cara tidak halal atau melanggar hukum:  korupsi, memanipulasi pajak, sampai membobol bank, mulai dari cara yang kasar (merampok), sampai dengan cara yang sangat halus yaitu mencairkan deposito dan menarik tabungan nasabah dengan memalsukan tanda tangan dan sebagainya.

    Berapa lama kita hidup di dunia ini?  Sadarkah kita bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara?  Lalu bagaimana dengan harta kita?  Ayub berkata,  "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya."  (Ayub 1:21a).  Perhatikan kisah orang yang sangat kaya dalam bacaan di atas.  Mengapa orang kaya itu disebut orang kaya yang bodoh?  Karena ia beranggapan bahwa segala sesuatu yang ada padanya itu adalah miliknya.  Ingat, kita ini hanyalah pengelola, bukan pemilik,  "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar."  (1 Timotius 6:7).  Semua yang kita miliki di dunia ini adalah milik Tuhan, sebagaimana tertulis:  "Punya-Mulah langit, punya-Mulah juga bumi, dunia serta isinya Engkaulah yang mendasarkannya."  (Mazmur 89:12).  Sewaktu-waktu bisa saja Tuhan mengambilnya dan kita pun tidak bisa berbuat apa-apa.  Bagi orang kaya tersebut kesenangan jasmani (kepuasan tubuh) adalah segala-galanya;  kepentingan tubuh jasmaninya lebih utama daripada jiwanya.

     Mari simak pernyataan orang kaya itu:  "Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku:  Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya;  beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!"  (Lukas 12:19).  Orang kaya ini lupa bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara.  Kekayaan yang ia miliki telah menutup mata rohaninya.  Dan ketika Tuhan mengambil nyawanya, untuk siapakah kekayaannya itu?

Adalah sia-sia belaka memiliki kekayaan melimpah, jika pada akhirnya harus mengalami kebinasaan kekal.