Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juni 2011 -
Baca: Mazmur 8
"Ya Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi!" Mazmur 8:10
Dalam 2 Samuel 6:12-18 dikisahkan bagaimana Daud membawa Tabut Perjanjian dari rumah Obed-Edom menuju ke Yerusalem. Digambarkan betapa Daud sangat menghormati Tabut Perjanjian tersebut karena Tabut Perjanjian merupakan lambang kehadiran Tuhan. Tertulis: "Dan Daud menari-nari di hadapan Tuhan dengan sekuat tenaga; ia berbaju efod dari kain lenan." (2 Samuel 6:14). Tidak hanya itu; di sepanjang perjalanan, setiap enam langkah Daud mempersembahkan korban bagi Tuhan berupa seekor lembu dan seekor anak lembu gemukan sebagai tanda ucapan syukurnya atas penyertaan Tuhan. Dampak dari kehadiran Tuhan itu sungguh luar biasa; ketika Tabut Perjanjian berada di rumah Obed-Edom, ia dan seisi rumahnya diberkati Tuhan. Juga saat Tabut Perjanjian berada di kota Daud, "...diberkatinyalah bangsa itu demi nama Tuhan semesta alam." (2 Samuel 6:18).
Daud sangat menghormati dan mengangungkan Tuhan karena ia sadar siapa dirinya di hadapan Tuhan. Karena itu Daud berkata, "Ya Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu yang mengatasi langit dinyanyikan." (Mazmur 8:2). Sungguh ajaib dan agung segala perbuatan Tuhan itu. Tidak ada rencanaNya yang gagal! Tuhan sangat mengasihi manusia, karena itu Dia tidak pernah putus asa untuk memulihkan dan terus memperbaharui manusia: "Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat." (Mazmur 8:5b-6). Hal ini sangat dirasakan oleh Daud, hidupnya menjadi baru setelah Tabut itu kembali kepadanya. Sekian lamanya Tabut itu berada di tangan musuh sehingga bangsa Israel senantiasa engalami kekalahan. Namun setelah Tabut itu kembali berada di tanan orang Israel, terjadi suatu pemulihan yang luar biasa.
Walaupun manusia telah menjadi makhluk yang hina karena dosa, namun selalu diingat dan diindahkan oleh Tuhan. Bahkan Tuhan sendiri rela turun ke dunia dan mati di atas kayu salib untuk menebus dosa umat manusia sehinga kita tidak lagi hidup dalam kegelapan, menjadi ciptaan baru, beroleh pendamaian dengan Allah dan diangkat sebagai anak-anakNya.
Pengorbanan Kristus di Kalvari bukti karya agung Allah bagi manusia!
Wednesday, June 15, 2011
Tuesday, June 14, 2011
HIDUP DALAM IMAN: Siap Menanggung Resiko
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juni 2011 -
Baca: Ibrani 11
"Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah." Ibrani 11:6a
Kita harus menyadari bahwa kekristenan itu dimulai dengan iman, karena "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (ayat 1). Karena iman telah terbuka pintu hubungan antara kita dengan Allah, sebab tanpa iman kita tidak mungkin berkenan kepada Allah.
Dalam Ibrani 11 ini kita baca bagaimana para saksi iman ini harus mengalami pergumulan yang tidak mudah. Namun mereka tidak mempersoalkan besarnya ujian dan tantangan yang harus dihadapi, karena arah pandang mereka hanya tertuju kepada Allah. Musa, "...setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa. Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah." (ayat 24-26). Abraham rela meninggalkan kampung halamannya di Urkasdim tanpa tahu tempat yang ia tuju (ayat 8). Di tengah ujian yang menerpa mereka semakin meningkatkan iman, karena mereka tahu bahwa Allah yang mereka sembah adalah Allah yang hidup, sumber kekuatan, pertolongan, sukacita, penghiburan, dan jalan keluar yang terbaik.
Saksi-saksi iman adalah mereka yang beralan dengan iman, bukan dengan penglihatan. Berjalan dalam iman berarti harus siap menanggung resiko. Terlebih di akhir zaman ini tantangan semakin besar menghadang kita, namun kita harus tetap kuat. Sayang, tidak sedikit orang Kristen yang takut menanggung resiko sehingga rela meninggalkan imannya demi karir, jabatan dan sebagainya. Sadrakh, Mesakh dan Abednego, karena imannya kepada Allah berani menanggung resiko, rela dimasukkan ke dalam perapian yang apinya dipanaskan tujuh kali lipat (baca Daniel 3:16-18).
Berjalan dengan iman berarti taat menantikan janji Tuhan digenapi. Karena itu Daud berdoa, "Teguhkanlah pada hamba-Mu ini janji-Mu, yang berlaku bagi orang yang takut kepada-Mu." (Mazmur 119:38). Maka bersabarlah sampai waktu Tuhan dinyatakan, walaupun saat menantikan itu mungkin kita harus menanggung olokan atau sindiran dari orang lain.
Mari arahkan pandangan hanya kepada Allah, karena dengan iman masalah sebesar apa pun pasti terselesaikan!
Baca: Ibrani 11
"Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah." Ibrani 11:6a
Kita harus menyadari bahwa kekristenan itu dimulai dengan iman, karena "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (ayat 1). Karena iman telah terbuka pintu hubungan antara kita dengan Allah, sebab tanpa iman kita tidak mungkin berkenan kepada Allah.
Dalam Ibrani 11 ini kita baca bagaimana para saksi iman ini harus mengalami pergumulan yang tidak mudah. Namun mereka tidak mempersoalkan besarnya ujian dan tantangan yang harus dihadapi, karena arah pandang mereka hanya tertuju kepada Allah. Musa, "...setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa. Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah." (ayat 24-26). Abraham rela meninggalkan kampung halamannya di Urkasdim tanpa tahu tempat yang ia tuju (ayat 8). Di tengah ujian yang menerpa mereka semakin meningkatkan iman, karena mereka tahu bahwa Allah yang mereka sembah adalah Allah yang hidup, sumber kekuatan, pertolongan, sukacita, penghiburan, dan jalan keluar yang terbaik.
Saksi-saksi iman adalah mereka yang beralan dengan iman, bukan dengan penglihatan. Berjalan dalam iman berarti harus siap menanggung resiko. Terlebih di akhir zaman ini tantangan semakin besar menghadang kita, namun kita harus tetap kuat. Sayang, tidak sedikit orang Kristen yang takut menanggung resiko sehingga rela meninggalkan imannya demi karir, jabatan dan sebagainya. Sadrakh, Mesakh dan Abednego, karena imannya kepada Allah berani menanggung resiko, rela dimasukkan ke dalam perapian yang apinya dipanaskan tujuh kali lipat (baca Daniel 3:16-18).
Berjalan dengan iman berarti taat menantikan janji Tuhan digenapi. Karena itu Daud berdoa, "Teguhkanlah pada hamba-Mu ini janji-Mu, yang berlaku bagi orang yang takut kepada-Mu." (Mazmur 119:38). Maka bersabarlah sampai waktu Tuhan dinyatakan, walaupun saat menantikan itu mungkin kita harus menanggung olokan atau sindiran dari orang lain.
Mari arahkan pandangan hanya kepada Allah, karena dengan iman masalah sebesar apa pun pasti terselesaikan!
Subscribe to:
Posts (Atom)