Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Mei 2011 -
Baca: 1 Yohanes 4:7-21
"Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah." 1 Yohanes 4:7
Berbicara tentang kasih tak ada habisnya, apalagi bagi setiap orang yang berlabelkan Kristen, karena kekristenan dan kasih itu tak terpisahkan. Jika kita tidak memiliki kasih ada yang salah dan tidak beres dalam pengiringan kita kepada Tuhan selama ini. Ada seorang teman yang curhat dan berkeluh kesah kepada penulis bahwa pimpinannya di kantor sangat cerewet, pelit dan suka mendamprat pegawainya dengan kata-kata kasar. Ia pun menambahkan, "Bosku itu kan orang Kristen, dan katanya juga ikut pelayanan di gereja, tapi koq begitu ya, tidak punya kasih. Padahal setahuku orang Kristen itu baik dan selalu mengasihi orang lain." Mendengar curhat teman yang 'tidak seiman' itu penulis hanya bisa bungkam dan benar-benar dibuat malu. Orang Kristen yang tidak memiliki kasih bisa dikatakan sebagai orang Kristen yang gagal; gagal menadi teladan yang baik dan gagal menjadi terang bagi sesamanya.
Mengapa kita harus memiliki kasih dan mengasihi sesama kita? Alkitab menyatakan bahwa kita mengasihi karena Allah telah terlebih dahulu mengasihi kita. Dan bagaimana kita dapat mengasihi Allah jikalau mengasihi sesama manusia saja kita tidak bisa? Kasih Allah inilah yang seharusnya memotivasi kita untuk dapat mengasihi orang lain. Jadi mengasihi orang lain adalah suatu perintah yang harus kita taati. Tertulis: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (Lukas 10:27). Kata kasihilah merujuk pada suatu perintah dan itu tidak dapat dilanggar. Dalam kenyataannya kita sering melakukan tindakan kasih yang disertai dengan syarat-syarat tertentu atau pilih-pilih. Kita mengasihi seseorang apabila orang tersebut juga mengasihi kita atau memberi keuntungan kepada kita. Sebaliknya bila tidak, orang tersebut kita anggap sebagai lawan atau musuh.
Bukti dari pernyataan kasih dalam kehidupan kita adalah kasih kepada Tuhan dan juga sesama. Bagian tersukar adalah kasih kepada Tuhan. Kalau kita berkata bisa mengasihi Tuhan, tapi bukti mengasihi saudara atau sesama tidak ada berarti nonsens.
Bukti bahwa kita mengasihi Tuhan adalah jika kita mengasihi sesama kita!
Sunday, May 29, 2011
Saturday, May 28, 2011
GARAM TAWAR TIDAK BERGUNA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Mei 2011 -
Baca: Matius 5:13-16
"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang." Matius 5:13
Saat ini acara wisata kuliner menjadi tren di hampir semua stasiun telebisi. Demikian pula acara masak-memasak aneka jajanan, masakan tradisional hingga menu masakan luar negeri pun dikemas secara menarik dengan menampilan orang-orang yang memang expert di bidangnya atau seorang chef terkenal. Apa pun jenis makanannya dengan resep yang berbeda-beda, hampir selalu ada garam yang menjadi salah satu bahan utamanya. Selain sebagai penyedap untuk setiap masakan, garam bergungsi untuk mengawetkan sesuatu yang telah mati agar tidak membusuk dan berbau. Makanan tanpa garam akan terasa hambar.
Alkitab mengatakan bahwa keberadaan orang percaya di tengah-tengah dunia ini adalah sebagai 'garam'. Suatu tugas dan tanggungjawab yang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sudahkah kita menjalankan fungsi kita sebagai garam dunia dengan benar? Dunia ini penuh dengan kebobrokan dan bisa dikatakan dalam proses membusuk karena dosa. Karena itu keberadaan orang percaya sebagai 'garam dunia' sangat dibutuhkan. Menjadi garam dunia berarti menjadi kesaksian bagi orang lain. Melalui hidup kita seharusnya banyak jiwa yang diselamatkan sehingga proses pembusukan dunia karena dosa dapat diperlambat. Sebagaimana Kristus "...datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Lukas 19:10), begitu pula tugas kita sebagai garam dunia adalah menebarkan pengaruh bagi jiwa-jiwa di sekitar kita. Mungkin banyak orang di sekeliling kita telah menempuh hidup yang tidak benar: ada yang terlibat narkoba, seks bebas, perselingkuhan, korupsi dan perbuatan-perbuatan dosa lainnya. Adakah karena kesaksian hidup kita mereka bertobat?
Kesaksian hidup kita harus terus bergulir hingga Tuhan Yesus datang kelak. Sayang, tidak sedikit orang percaya yang tidak bisa menjadi garam dunia karena hidupnya setali tiga uang dengan orang-orang dunia; tetap saja berkompromi dengan dosa sehingga susah dibedakan mana itu orang percaya dan yang bukan. Jika garam menjadi tawar berarti telah kehilangan fungsi dan pastilah sudah tidak berguna untuk apa pun. Garam tawar adalah garam yang telah hilang kegunaannya, ia hanya akan dibuang dan diinjak-injak orang (baca Lukas 14:34-35). Kita menjadi tidak berguna bagi Tuhan maupun bagi manusia. Keadaan ini sungguh memalukan!
Orang Kristen yang hidupnya tidak menjadi kesaksian sama dengan garam yang tawar!
Baca: Matius 5:13-16
"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang." Matius 5:13
Saat ini acara wisata kuliner menjadi tren di hampir semua stasiun telebisi. Demikian pula acara masak-memasak aneka jajanan, masakan tradisional hingga menu masakan luar negeri pun dikemas secara menarik dengan menampilan orang-orang yang memang expert di bidangnya atau seorang chef terkenal. Apa pun jenis makanannya dengan resep yang berbeda-beda, hampir selalu ada garam yang menjadi salah satu bahan utamanya. Selain sebagai penyedap untuk setiap masakan, garam bergungsi untuk mengawetkan sesuatu yang telah mati agar tidak membusuk dan berbau. Makanan tanpa garam akan terasa hambar.
Alkitab mengatakan bahwa keberadaan orang percaya di tengah-tengah dunia ini adalah sebagai 'garam'. Suatu tugas dan tanggungjawab yang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sudahkah kita menjalankan fungsi kita sebagai garam dunia dengan benar? Dunia ini penuh dengan kebobrokan dan bisa dikatakan dalam proses membusuk karena dosa. Karena itu keberadaan orang percaya sebagai 'garam dunia' sangat dibutuhkan. Menjadi garam dunia berarti menjadi kesaksian bagi orang lain. Melalui hidup kita seharusnya banyak jiwa yang diselamatkan sehingga proses pembusukan dunia karena dosa dapat diperlambat. Sebagaimana Kristus "...datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Lukas 19:10), begitu pula tugas kita sebagai garam dunia adalah menebarkan pengaruh bagi jiwa-jiwa di sekitar kita. Mungkin banyak orang di sekeliling kita telah menempuh hidup yang tidak benar: ada yang terlibat narkoba, seks bebas, perselingkuhan, korupsi dan perbuatan-perbuatan dosa lainnya. Adakah karena kesaksian hidup kita mereka bertobat?
Kesaksian hidup kita harus terus bergulir hingga Tuhan Yesus datang kelak. Sayang, tidak sedikit orang percaya yang tidak bisa menjadi garam dunia karena hidupnya setali tiga uang dengan orang-orang dunia; tetap saja berkompromi dengan dosa sehingga susah dibedakan mana itu orang percaya dan yang bukan. Jika garam menjadi tawar berarti telah kehilangan fungsi dan pastilah sudah tidak berguna untuk apa pun. Garam tawar adalah garam yang telah hilang kegunaannya, ia hanya akan dibuang dan diinjak-injak orang (baca Lukas 14:34-35). Kita menjadi tidak berguna bagi Tuhan maupun bagi manusia. Keadaan ini sungguh memalukan!
Orang Kristen yang hidupnya tidak menjadi kesaksian sama dengan garam yang tawar!
Subscribe to:
Posts (Atom)