Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Maret 2011 -
Baca: 1 Timotius 4:11-16
"Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau." 1 Timotius 4:16
Kata awas berarti suatu peringatan agar kita berhati-hati. Bukankah kita sering menjumpai kata-kata peringatan semacam ini tertulis di mana-mana? Di jalan raya misalnya: "Awas ada tikungan; Awas ada perbaikan jalan; Awas banyak anak sekolah" dan sebagainya. Ada pula yang lebih ekstrem lagi, "Awas ada anjing galak!". Itu semua berarti kita harus memperhatikan peringatan ini dengan sungguh, sebab bila kita melanggarnya pasti sangat membahayakan diri sendiri dan juga orang lain.
Firman Tuhan menasihati agar kita mengawasi diri sendiri terlebih dahulu, bukan orang lain. Memang, pekerjaan yang mudah adalah kita mengawasi, mengamat-amati, menilai, mengoreksi kelemahan serta menghakimi orang lain. Sebaliknya untuk mengawasi diri sendiri atau bercermin pada diri sendiri tidak semua orang mau melakukannya. Tetapi rasul Paulus mengingatkan demikian, "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4).
Berdasarkan ayat nas di atas ada 2 hal yang harus kita awasi: diri kita sendiri dan juga ajaran yang kita terima. Apa saja itu? Paulus berkata, "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b). Bagaimana dengan perkataan kita? Yang kita perkatakan menunjukkan siapa kita. Kata-kata firman yang membangun, menguatkan dan memberkati orang lain, ataukah kata-kata sia-sia yang terlontar (umpatan, kutuk dan sebagainya). Bagaimana dengan tingkah laku kita? Apakah selama ini tingkah laku kita sudah sesuai dengan firman Tuhan atau malah jadi batu sandungan bagi orang lain? Begitu pula dalam hal kasih, kesetiaan dan juga kesucian. Kalau kehidupan kita sudah baik dan berkenan kepada Tuhan barulah kita boleh mengawasi orang lain! Sedangkan hal ajaran berbicara tentang apa pun yang kita terima dan dengar, apakah firman Tuhan atau ajaran-ajaran lain. Akhir-akhir ini banyak sekali ajaran-ajaran yang menyesatkan. Bila kita tidak berakar kuat di dalam firman Tuhan, kita akan mudah tersesat.
Mari kita koreksi hidup kita, supaya hidup kita menjadi teladan!
Wednesday, March 30, 2011
Tuesday, March 29, 2011
MENABUR DENGAN SUKACITA, MENUAI YANG BAIK
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Maret 2011 -
Baca: 2 Korintus 9:6-15
"Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita." 2 Korintus 9:7
Setiap orang yang menanam benih pasti berharap pada saatnya ia akan mendapatkan panenan. Tapi seringkali terjadi kita menanam benih yang baik, tetapi mengapa hasil panen kita menjadi berasa masam? Ini seperti tertulis: "Apatah lagi yang harus diperbuat untuk kebun anggur-Ku itu, yang belum Kuperbuat kepadanya? Aku menanti supaya dihasilkannya buah anggur yang baik, mengapa yang dihasilkannya hanya buah anggur yang asam?" (Yesaya 5:4). Jika demikian halnya, adakah yang salah dengan taburan kita? Mungkin kita berkata, "Aku sudah banyak menolong orang lain; aku jadi donatur pembangunan gereja.", dan lain-lain. Sedikit motivasi kita saat menanam atau menabur benih tersebut!
Kalau kita menabur dengan hati yang tidak baik: bersungut-sungut, sedih hati, terpaksa dan memiliki motivasi yang salah, hasil tuaian kita juga tidak baik. Sikap hati kita saat menabur adalah penentu bagi benih yang kita taburkan. Seorang janda miskin memberikan dua peser uangnya ke dalam peti persembahan dan persembahannya itu menyenangkan hati Tuhan. Memang jumlah benih yang ditabur janda itu sangat sedikit jika dibandingkan dengan persembahan orang kaya, tapi ia memberinya dengan sepenuh hati dan dari seluruh nafkahnya. Benih yang baik, hati yang baik dan motivasi yang baik akan menghasilkan tuaian yang baik pula. Banyak orang Kristen yang ingin diberkati melimpah tapi tidak mau menabur dan suka menunda-nunda waktu untuk menabur dengan berkata, "Penghasilanku pas-pasan, aku belum bisa memberi; aku belum digerakkan oleh Roh Kudus." dan sebagainya. Itu hanyalah alasan bagi orang-orang yang tidak mau menabur atau sengaja menghindarkan diri dari hukum menabur.
Orang yang malas menabur jangan pernah berharap tuaian! Apabila kita ingin menanam atau menabur, milikilah hati yang baik. Setiap kita pasti tidak ingin menuai buah yang masam, bukan? Penabur benih yang baik pada saatnya akan menuai hasil yang baik pula.
"Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya." Amsal 3:9-10
Baca: 2 Korintus 9:6-15
"Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita." 2 Korintus 9:7
Setiap orang yang menanam benih pasti berharap pada saatnya ia akan mendapatkan panenan. Tapi seringkali terjadi kita menanam benih yang baik, tetapi mengapa hasil panen kita menjadi berasa masam? Ini seperti tertulis: "Apatah lagi yang harus diperbuat untuk kebun anggur-Ku itu, yang belum Kuperbuat kepadanya? Aku menanti supaya dihasilkannya buah anggur yang baik, mengapa yang dihasilkannya hanya buah anggur yang asam?" (Yesaya 5:4). Jika demikian halnya, adakah yang salah dengan taburan kita? Mungkin kita berkata, "Aku sudah banyak menolong orang lain; aku jadi donatur pembangunan gereja.", dan lain-lain. Sedikit motivasi kita saat menanam atau menabur benih tersebut!
Kalau kita menabur dengan hati yang tidak baik: bersungut-sungut, sedih hati, terpaksa dan memiliki motivasi yang salah, hasil tuaian kita juga tidak baik. Sikap hati kita saat menabur adalah penentu bagi benih yang kita taburkan. Seorang janda miskin memberikan dua peser uangnya ke dalam peti persembahan dan persembahannya itu menyenangkan hati Tuhan. Memang jumlah benih yang ditabur janda itu sangat sedikit jika dibandingkan dengan persembahan orang kaya, tapi ia memberinya dengan sepenuh hati dan dari seluruh nafkahnya. Benih yang baik, hati yang baik dan motivasi yang baik akan menghasilkan tuaian yang baik pula. Banyak orang Kristen yang ingin diberkati melimpah tapi tidak mau menabur dan suka menunda-nunda waktu untuk menabur dengan berkata, "Penghasilanku pas-pasan, aku belum bisa memberi; aku belum digerakkan oleh Roh Kudus." dan sebagainya. Itu hanyalah alasan bagi orang-orang yang tidak mau menabur atau sengaja menghindarkan diri dari hukum menabur.
Orang yang malas menabur jangan pernah berharap tuaian! Apabila kita ingin menanam atau menabur, milikilah hati yang baik. Setiap kita pasti tidak ingin menuai buah yang masam, bukan? Penabur benih yang baik pada saatnya akan menuai hasil yang baik pula.
"Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya." Amsal 3:9-10
Subscribe to:
Posts (Atom)