Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Maret 2011 -
Baca: Galatia 4:1-11
"Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah." Galatia 4:7
Kita sering membaca berita di koran dan melihat tayangan di televisi kasus ibu yang tega membuang bayinya sendiri di tong sampah atau kardus. Kok bisa ya? Beruntung jika bayi yang dibuang itu ditemukan orang dalam keadaan hidup; jika tidak? Dan biasanya bayi-bayi tersebut akan diserahkan ke panti-panti asuhan anak untuk diasuh. Adalah berbahagia jika ada orangtua asuh yang mengadopsi atau mengangkatnya sebagai anak.
Musa adalah anak yang dilahirkan oleh orangtua Israel pada masa pemerintahan Firaun. Suatu masa yang sangat sulit di mana bangsa Israel sedang berada dalam penindasan bangsa lain yaitu Mesir. Pada waktu itu Firaun juga membuat perintah yang benar-benar di luar batas kemanusiaan yaitu agar semua bayi laki-laki Israel dibunuh. Itulah sebabnya Yokhebed, ibu Musa, memikirkan rencana bagaimana menyelamatkan bayinya. Bayi Musa itu pun dihanyutkan ke sungai dalam sebuah keranjang, dan akhirnya puteri Firaun mengambil Musa kecil itu dan mengangkatnya sebagai anak. Lalu, puteri Firaun memberikan bayi alaki-laki itu kepada Yokhebed untuk disusui. Dua wanita (puteri Firaun dan Yokhebed) dipakai Tuhan untuk menyelamatkan hidup Musa.
Sebagai orang percaya, Alkitab berkali-kali menegaskan bahwa kita telah diangkat sebagai anak-anak Allah sehingga kita dapat berseru kepada Allah dan memanggil Dia, "Abba, Bapa!". (Baca Roma 8:15). Kita yang dahulu hidup dalam perbudakan dosa kini telah dibebaskan melalui pembenaran dalam karya kudus Kristus di kayu salib. Kita dinyatakan benar oleh pengorbanan Kristus sehingga Allah mengangkat kita menjadi anak-anakNya. Secara Alkitabiah, pengangkatan anak adalah tindakan Allah di mana seseorang yang telah diperbaharui Roh Kudus diubah dan dibenarkan, kemudian dipindahkan ke dalam persekutuan orang yang ditebus dalam keluarga Allah. Sebagai anak Allah banyak sekali berkat tak terbatas yang menjadi bagian kita tidak hanya di waktu sekarang, tetapi juga untuk waktu yang akan datang ketika Kristus kembali, di mana kita akan memerintah bersamaNya sebagai ahli waris Kerajaan Allah.
Karena status sebagai anak, kita pun beroleh kasih karunia Tuhan dan berhak mendapatkan pertolongan ketika kita membutuhkan; Bapa juga bernjanji tidak akan meninggalkan atau mengabaikan kita (baca Ratapan 3:31-32).
Wednesday, March 23, 2011
Tuesday, March 22, 2011
LAKUKAN SEGALA SESUATU DENGAN SEPENUH HATI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Maret 2011 -
Baca: Kolose 3:23-25
"Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Kolose 3:23
Ayat nas di atas menasihatkan agar kita melakukan segala sesuatu dengan sepenuh hati, baik itu pekerjaan, pelayanan, studi, hidup berkeluarga, ibadah dan sebagainya, bukan dengan keluh kesah, gerutu atau persungutan. Di tempat kerja ada saja hal yang kita keluhkan, mulai gaji, job description yang tidak jelas, si bos yang bertindak semena-mena dan sebagainya. Akibatnya kita pun mengerjakan setiap tugas atau pekerjaan kita tidak dengan sepenuh hati alias nggrundel (bahasa Jawa) dalam hati, artinya bersungut-sungut. Begitu juga dalam hal pelayanan, kita pun melakukannya sebagai hal yang rutin, biasa-biasa saja tanpa semangat. Sesungguhnya Tuhan Yesus telah memberikan teladan bagi umatNya bagaimana Ia melakukan segala sesuatu dengan sepenuh hati. Apa pun yang menjadi kehendak Bapa dikerjakanNya dengan sepenuh hati meski harus melewati segala penderitaan yang hebat, bahkan sampai harus mati di kayu salib.
Kalau hari ini kita diingatkan oleh firman untuk melakukan seperti yang telah Yesus lakukan dan ajarkan itu berarti kita juga harus melakukannya dengan sepenuh hati, sebab "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Renungkanlah: kalau dalam kehidupan ini kita tidak menghasilkan buah dari apa yang kita lakukan, bisa jadi karena kita melakukannya tidak dengan sepenuh hati. Bila kita melakukan banyak hal tidak dengan sepenuh hati, maka hasil yang kita dapatkan pun tidak akan bisa maksimal.
Mari kita koreksi diri kita masing-masing: sudahkah kita melayani Tuhan dengan sepenuh hati? Ketika memuji dan menyembah Tuhan apakah kita melakukannya dengan sepenuh hati? Jangan pernah merasa bahwa pelayanan dan ibadah yang kita lakukan selama ini sudah lebih dari cukup, atau kita merasa sudah cukup rajin dan setia mengiring Tuhan. Yang dinilai Tuhan bukanlah aktivitas yang terlihat dengan kasat mata tetapi Ia melihat hati kita; kesepenuhhatian kita ketika melayani Dia, itulah yang dikenan Tuhan. Ada upah yang disediakan Tuhan bagi orang-orang yang melayani Tuhan dengan sepenuh hati. Contoh: Kaleb, mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya meski perlu waktu selama 45 tahun.
Kita pun harus percaya bahwa janji firman Tuhan pasti digenapi, dan saat menantikan Tuhan itulah kita harus mengerjakan bagian kita dengan sepenuh hati.
Baca: Kolose 3:23-25
"Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Kolose 3:23
Ayat nas di atas menasihatkan agar kita melakukan segala sesuatu dengan sepenuh hati, baik itu pekerjaan, pelayanan, studi, hidup berkeluarga, ibadah dan sebagainya, bukan dengan keluh kesah, gerutu atau persungutan. Di tempat kerja ada saja hal yang kita keluhkan, mulai gaji, job description yang tidak jelas, si bos yang bertindak semena-mena dan sebagainya. Akibatnya kita pun mengerjakan setiap tugas atau pekerjaan kita tidak dengan sepenuh hati alias nggrundel (bahasa Jawa) dalam hati, artinya bersungut-sungut. Begitu juga dalam hal pelayanan, kita pun melakukannya sebagai hal yang rutin, biasa-biasa saja tanpa semangat. Sesungguhnya Tuhan Yesus telah memberikan teladan bagi umatNya bagaimana Ia melakukan segala sesuatu dengan sepenuh hati. Apa pun yang menjadi kehendak Bapa dikerjakanNya dengan sepenuh hati meski harus melewati segala penderitaan yang hebat, bahkan sampai harus mati di kayu salib.
Kalau hari ini kita diingatkan oleh firman untuk melakukan seperti yang telah Yesus lakukan dan ajarkan itu berarti kita juga harus melakukannya dengan sepenuh hati, sebab "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Renungkanlah: kalau dalam kehidupan ini kita tidak menghasilkan buah dari apa yang kita lakukan, bisa jadi karena kita melakukannya tidak dengan sepenuh hati. Bila kita melakukan banyak hal tidak dengan sepenuh hati, maka hasil yang kita dapatkan pun tidak akan bisa maksimal.
Mari kita koreksi diri kita masing-masing: sudahkah kita melayani Tuhan dengan sepenuh hati? Ketika memuji dan menyembah Tuhan apakah kita melakukannya dengan sepenuh hati? Jangan pernah merasa bahwa pelayanan dan ibadah yang kita lakukan selama ini sudah lebih dari cukup, atau kita merasa sudah cukup rajin dan setia mengiring Tuhan. Yang dinilai Tuhan bukanlah aktivitas yang terlihat dengan kasat mata tetapi Ia melihat hati kita; kesepenuhhatian kita ketika melayani Dia, itulah yang dikenan Tuhan. Ada upah yang disediakan Tuhan bagi orang-orang yang melayani Tuhan dengan sepenuh hati. Contoh: Kaleb, mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya meski perlu waktu selama 45 tahun.
Kita pun harus percaya bahwa janji firman Tuhan pasti digenapi, dan saat menantikan Tuhan itulah kita harus mengerjakan bagian kita dengan sepenuh hati.
Subscribe to:
Posts (Atom)