Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Januari 2011 -
Baca: Yohanes 14:14-17
"Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Yohanes 15:14
Memiliki teman karib atau sahabat adalah mudah bagi orang yang berpangkat, terkenal dan juga kaya seperti tertulis: "Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya" (Amsal 19:4). Sebaliknya bagi kita yang susah, miskin, gagal dan terpuruk, sangat mudah ditinggalkan atau diabaikan teman dan sahabat. Kita merasa sangat rendah dan membayangkan betapa sulitnya orang mau menjadi sahabat kita, terlebih di zaman sekarang ini susah sekali menemukan a real friend, apalagi sahabat yang "...menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17). Banyak orang berprinsip: "Asal dia menguntungkan, saya mau jadi sahabatnya. Kalau tidak, I am so sorry, I say goodble!"
Mencari sahabat di antara sesama manusia saja begitu sulit, mana mungkin kita bisa mempercayai bahwa Tuhan Yesus, yang adalah Raja di atas segala raja, Tuhan di atas segala tuhan, mau memilih kita untuk menjadi sahabatNya. Siapakah kita ini? Tapi dari pembacaan firman hari ini Ia berkata, "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku." (Yohanes 15:15). Tuhan menggambarkan hubunganNya dengan kita dalam tingkatan yang intim yaitu sebagai sahabat. Lagi-lagi, Dialah yang lebih dulu memilih kita sebagai sahabatNya, bukan kita. Suatu anugerah yang tak terkira, di mana Yesus Kristus telah memilih kita untuk menjadi sahabatNya.
Persahabataan akan terjalin karena di dalamnya ada kasih di antara dua pihak, ada take and give. Tuhan pun memiliki standar untuk menjalin persahabatan dengan kita. Itulah sebabnya Tuhan memberikan firmanNya dan hukum-hukumNya itu untuk kita. Syarat utama persahabaan dengan Tuhan adalah ketaatan kita terhadap firmanNya (ayat nas). Bersahabat dengan Tuhan berarti mau berjalan dalam terangNya senantiasa karena Ia adalah terang dunia, yang berarti langkah kita seiring dengan langkah Tuhan, berjalan ke mana pun Tuhan menuntun kita.
Sebaliknya jika kita tidak taat melakukan firmanNya, tidak karib dengan Dia dan tetap berjalan dalam kegelapan, kita tidak layak disebut sahabat Tuhan.
Wednesday, January 19, 2011
Tuesday, January 18, 2011
PERKATAAN KITA MASA DEPAN KITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Januari 2011 -
Baca: Lukas 6:43-45
"Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik..." Lukas 6:45a
Penulis Amsal berkata, "Hidup dan mati dikuasai oleh lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21). Ini menandakan bahwa apa yang kita ucapkan, atau perkataan yang keluar dari mulut kita itu angat berdampak karena apa yang kita ucapkan dan kita percayai akan benar-benar terjadi. Tuhan Yesus berkata, "Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu." (Lukas 17:6)
Karena perkataan kita itu sangat penting, maka kita perlu memastikan bahwa apa yang kita ucapkan itu sesuai dengan apa yang Tuhan katakan melalui firmanNya. Memperkatakan firman Tuhan adalah cara yang sangat baik untuk membangun iman kita. Sebagai orang percaya, setiap kita memiliki kuasa atas kehidupan atau kematian, kemenangan atau kekalahan, berkat atau kutuk, melalui perkataan kita setiap hari. Mari perhatikan: apa yang senantiasa kita ucapkan atau gemakan akan sangat menentukan masa depan kita. Perkataan kita cerminan dari apa yang ada di dalam hati kita sendiri. Karena itu, kita harus mengisi perbendaharaan hati kita dengan hal-hal yang baik dan benar. "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua orang yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8).
Mengucapkan yang benar akan memberikan pengaruh yang baik dalam setiap area kehidupan kita. Karena itu kita harus menjaga perkataan iman kita, sebab iman dilepaskan melalui mulut atau ucapan kita dan itu sangat menentukan masa depan kita. Ketika Musa mengutus 12 orang untuk mengintai negeri Kanaan, hanya Yosua dan Kaleb yang memperkarakan hal-hal baik sebagai perkataan iman. Sedangkan 10 orang lainnya (mayoritas) memberikan laporan yang negatif atau buruk. Seluruh rakyat justru terpengaruh dengan laporan yang negatif itu sehingga mereka tawar hati dan menolak untuk memasuki negeri itu. Akibat dari ketidaktaatan itu Tuhan 'mendidik' mereka di padang gurun selama empat puluh tahun lamanya, sampai semua angkatan yang memberontak itu mati, kecuali Kaleb dan Yosua.
Bangsa Israel mengalami kegagalan karena lebih percaya pada perkataan-perkataan negatif.
Baca: Lukas 6:43-45
"Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik..." Lukas 6:45a
Penulis Amsal berkata, "Hidup dan mati dikuasai oleh lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21). Ini menandakan bahwa apa yang kita ucapkan, atau perkataan yang keluar dari mulut kita itu angat berdampak karena apa yang kita ucapkan dan kita percayai akan benar-benar terjadi. Tuhan Yesus berkata, "Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu." (Lukas 17:6)
Karena perkataan kita itu sangat penting, maka kita perlu memastikan bahwa apa yang kita ucapkan itu sesuai dengan apa yang Tuhan katakan melalui firmanNya. Memperkatakan firman Tuhan adalah cara yang sangat baik untuk membangun iman kita. Sebagai orang percaya, setiap kita memiliki kuasa atas kehidupan atau kematian, kemenangan atau kekalahan, berkat atau kutuk, melalui perkataan kita setiap hari. Mari perhatikan: apa yang senantiasa kita ucapkan atau gemakan akan sangat menentukan masa depan kita. Perkataan kita cerminan dari apa yang ada di dalam hati kita sendiri. Karena itu, kita harus mengisi perbendaharaan hati kita dengan hal-hal yang baik dan benar. "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua orang yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8).
Mengucapkan yang benar akan memberikan pengaruh yang baik dalam setiap area kehidupan kita. Karena itu kita harus menjaga perkataan iman kita, sebab iman dilepaskan melalui mulut atau ucapan kita dan itu sangat menentukan masa depan kita. Ketika Musa mengutus 12 orang untuk mengintai negeri Kanaan, hanya Yosua dan Kaleb yang memperkarakan hal-hal baik sebagai perkataan iman. Sedangkan 10 orang lainnya (mayoritas) memberikan laporan yang negatif atau buruk. Seluruh rakyat justru terpengaruh dengan laporan yang negatif itu sehingga mereka tawar hati dan menolak untuk memasuki negeri itu. Akibat dari ketidaktaatan itu Tuhan 'mendidik' mereka di padang gurun selama empat puluh tahun lamanya, sampai semua angkatan yang memberontak itu mati, kecuali Kaleb dan Yosua.
Bangsa Israel mengalami kegagalan karena lebih percaya pada perkataan-perkataan negatif.
Subscribe to:
Posts (Atom)