Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Januari 2011 -
Baca: Yosua 24:14-28
"Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan!" Yosua 24:15c
Siapakah Yosua? Tentu kita sudah tahu siapa itu Yosua. Guru-guru Sekolah Minggu pun sudah mengajarkan kepada anak didiknya tentang tokoh ini. Yosua adalah salah satu tokoh Alkitab yang luar biasa, berasal dari kaum keturunan orang benar.
Setelah kematian Musa Tuhan berfirman kepada Yosua, "Hamba-Ku Musa telah mati; sebab itu bersiaplah sekarang, seberangilah sungai Yordan ini, engkau dan seluruh bangsa ini, menuju negeri yang akan Kuberikan kepada mereka, kepada orang Israel itu." (Yosua 1:2). Mengapa Yosua dipilih Tuhan? Karena "...Yosua bin Nun penuh dengan roh kebijaksanaan, sebab Musa telah meletakkan tangannya ke atasnya. Sebab itu orang Israel mendengarkan dia dan melakukan seperti yang diperintahkan Tuhan kepada Musa." (Ulangan 34:9). Dalam Alkitab tercatat bahwa Yosua bin Nun berhasil membawa bangsa Israel masuk ke Tanah Perjanjian disertai mujizat Tuhan yang heran. Bahkan tembok Yerikho dapat diruntuhkan dengan caraNya yang sangat mustahil bagi manusia yaitu hanya dengan mengelilingi tembok itu selama enam hari. Lalu di hari yang ketujuh mereka mengelilingi tembok itu sambil bersorak sehingga runtuhlah tembok itu, sehingga bangsa Israel dapat masuk dan merebut kota itu. Bangsa Israel menang tanpa harus berperang karena Tuhan yang menyertainya.
Sebagai umat pilihan Tuhan kita pun bisa mengalami pertolongan dan mujizat seperti yang dialami Yosua. Bila Yosua dapat dipakai secara luar biasa, kita pun bisa dipakai Tuhan, asalkan hidup kita berkenan kepadaNya. Yosua tidak dengan serta merta dipilih Tuhan; ia harus melewati proses pembentukan didikan dari Tuhan. Kesetiaannya telah teruji benar; selama mendampingi Musa ia tidak pernah memberontak, tapi memiliki hati yang taat. Komitmennya untuk melayani Tuhan luar biasa sebagaimana yang dikatakanya di hadapan umat Israel, "Jauhlah dari pada kami meninggalkan Tuhan untuk beribadah kepada allah lain!" (Yosua 24:16).
Apakah kita setia seperti Yosua? Dalam segala hal Yosua senantiasa mengandalkan Tuhan. Itulah sebabnya langkah hidupnya selalu di tuntun Tuhan. Bahkan Tuhan berjanji, "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu,..." (Yosua 1:3).
Alangkah bahagianya kehidupan orang yang berkenan di hadapan Tuhan, apa saja yang diperbuatnya dijadikan berhasil oleh Tuhan!
Tuesday, January 11, 2011
Monday, January 10, 2011
HAMBA TUHAN, JANGAN MEMEGAHKAN DIRI!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Januari 2011 -
Baca: 1 Korintus 9:1-18
"Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil." 1 Korintus 9:16
Banyak yang terjadi di kalangan kita, orang Kristen suka menilai, mengukur atau membanding-bandingkan hamba Tuhan yang melayani di gereja masing-masing. Berbagai faktor digunakan untuk menilai siapakah di antara mereka yang layak disebut sebagai hamba Tuhan yang berhasil, hebat, berpengaruh, banyak karunia, terkenal dan sebagainya.
Bukanlah pada tempatnya bila kita menilai atau mengukur pelayanan seorang hamba Tuhan menurut kriteria kita sendiri. Popularitas, jabatan dan jumlah anggota jemaat yang dilayani oleh seorang hamba Tuhan tidak sepenuhnya menjadi ukuran keberhasilan seorang pelayan Tuhan. Yang berhak untuk menilai dan punya kriteria itu adalah Tuhan, bukan kita, "Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah." (1 Korintus 3:13b-14). Jadi para hamba Tuhan itu tidak seharusnya dinilai oleh sesamanya manusia yang biasanya punya kecenderungan untuk menghakimi, dan juga tidak boleh menilai diri sendiri, yang mengarah pada kemegahan diri.
Rasul Paulus menyatakan hal yang harus diperhatikan oleh hamba Tuhan supaya pelayanannya dikenan Tuhan. Kata hamba secara harafiah berarti: orang yang berada di bawah perintah; tingkatan para budak yang paling rendah atau hina. Sebagai hamba Tuhan berarti kita adalah hamba-hamba Kristus, artinya di dalam segala hal kita harus tunduk kepadaNya. Paulus, meski sebagai seorang rasul, tidak memegahkan diri; ia tetap menilai dirinya sendiri sebagai seorang hamba, seorang budak hina dari Tuhannya. Kata Paulus, "Karena jika akau memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri." (1 Korintus 9:16a). Harus kita sadari bahwa seorang 'hamba' itu, kapan pun dan di mana pun dia berada selalu berada di posisi terendah, paling sedikit dihargai orang. Nah, karena memberitakan Injil itu adalah sebuah tanggung jawab dan perintah dari Tuan kita (Yesus Kristus), maka tujuan utamanya adalah hanya untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan, bukan untuk mencari hormat dan pujian diri sendiri.
Sebagai hamba, bagian kita adalah taat!
Baca: 1 Korintus 9:1-18
"Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil." 1 Korintus 9:16
Banyak yang terjadi di kalangan kita, orang Kristen suka menilai, mengukur atau membanding-bandingkan hamba Tuhan yang melayani di gereja masing-masing. Berbagai faktor digunakan untuk menilai siapakah di antara mereka yang layak disebut sebagai hamba Tuhan yang berhasil, hebat, berpengaruh, banyak karunia, terkenal dan sebagainya.
Bukanlah pada tempatnya bila kita menilai atau mengukur pelayanan seorang hamba Tuhan menurut kriteria kita sendiri. Popularitas, jabatan dan jumlah anggota jemaat yang dilayani oleh seorang hamba Tuhan tidak sepenuhnya menjadi ukuran keberhasilan seorang pelayan Tuhan. Yang berhak untuk menilai dan punya kriteria itu adalah Tuhan, bukan kita, "Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah." (1 Korintus 3:13b-14). Jadi para hamba Tuhan itu tidak seharusnya dinilai oleh sesamanya manusia yang biasanya punya kecenderungan untuk menghakimi, dan juga tidak boleh menilai diri sendiri, yang mengarah pada kemegahan diri.
Rasul Paulus menyatakan hal yang harus diperhatikan oleh hamba Tuhan supaya pelayanannya dikenan Tuhan. Kata hamba secara harafiah berarti: orang yang berada di bawah perintah; tingkatan para budak yang paling rendah atau hina. Sebagai hamba Tuhan berarti kita adalah hamba-hamba Kristus, artinya di dalam segala hal kita harus tunduk kepadaNya. Paulus, meski sebagai seorang rasul, tidak memegahkan diri; ia tetap menilai dirinya sendiri sebagai seorang hamba, seorang budak hina dari Tuhannya. Kata Paulus, "Karena jika akau memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri." (1 Korintus 9:16a). Harus kita sadari bahwa seorang 'hamba' itu, kapan pun dan di mana pun dia berada selalu berada di posisi terendah, paling sedikit dihargai orang. Nah, karena memberitakan Injil itu adalah sebuah tanggung jawab dan perintah dari Tuan kita (Yesus Kristus), maka tujuan utamanya adalah hanya untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan, bukan untuk mencari hormat dan pujian diri sendiri.
Sebagai hamba, bagian kita adalah taat!
Subscribe to:
Posts (Atom)