Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Desember 2010 -
Baca: Matius 5:38-48
"Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menaganiaya kamu." Matius 5:44
Dunia mengajar kita untuk membalas setiap perbuatan jahat yang dilakukan oleh orang lain terhadap kita. Siapa pun yang menyakiti dan melukai kita harus dibalas dengan setimpal. Kalau bisa, pembalasan itu lebih kejam dari pada perbuatan. Mereka kita anggap sebagai musuh! Tetapi sebagai orang percaya kita diajar untuk mengasihi musuh kita. Tuhan mengajar kita untuk berbuat baik dan mendoakan orang-orang yang menganiaya dan membenci kita. Dikatakan, "Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu." (ayat 39-40).
Tentang hal mengasihi musuh ini kita bisa belajar dari Daud. Mari kita perhatikan bagaimana reaksi Daud saat mendapat kabar bahwa Saul dan Yonatan telah mati terbunuh di medan perang. "...Daud memegang pakaiannya dan mengoyakkannya; dan semua orang yang bersama-sama dengan dia berbuat demikian juga." (2 Samuel 1:11). Daud pun mengungkapkan demikian, "Saul dan Yonatan, orang-orang yang dicintai dan yang ramah, dalam hidup dan matinya tidak terpisah. Mereka lebih cepat dari burung rajawali, mereka lebih kuat dari singa." (2 Samuel 1:23). Luar biasa! Daud menyebut Saul sebagai orang yang banyak dicintai (termasuk oleh Daud) dan ramah, padahal Saul adalah seorang yang sangat membenci Daud. Hidup Daud menjadi tidak tenang dan menderita karena terus dikejar-kejar oleh Saul yang menginginkan kematiannya. Tetapi Daud tidak pernah membalas perbuatan jahat yang dilakukan Saul terhadapnya; ia tetap mengasihi Saul. Bahkan kematian Saul dan Yonatan benar-benar telah meninggalkan duka yang mendalam bagi Daud.
Seringkali kita menganggap teman sekantor yang suka memfitnah, rekan sepelayanan yang suka menyaingi kita, tetangga yang menjengkelkan atau orang lain yang berbeda status dan juga ras, sebagai musuh kita. Bila menjadi pengikut Kristus, mengasihi musuh adalah tindakan penyangkalan diri. Adakalanya Tuhan memakai orang-orang yang "menjengkelkan" sebagai cara untuk membentuk dan mempersiapkan kita menggenapi rencanaNya di dalam hidup kita.
Jika hal ini kita sadari, maka tindakan mengasihi musuh adalah sesuatu yang mutlak kita kerjakan!
Saturday, December 18, 2010
Friday, December 17, 2010
KRITERIA CALON UTUSAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Desember 2010 -
Baca: Maleakhi 2:1-9
"Sebab bibir seorang imam memelihara pengetahuan dan orang mencari pengajaran dari mulutnya, sebab dialah utusan Tuhan semesta alam." Maleakhi 2:7
Kata 'Maleakhi' berarti 'utusanKu'. Tuhan memberi nama ini untuk Maleakhi bukan tanpa maksud dan tujuan, tetapi dari awal ada rencanaNya yang indah yaitu supaya ia menjadi hamba Tuhan yang menyampaikan kebenaran firmanNya. Tuhan berkata, "Lihat, Aku menyuruh utusanKu, supaya ia mempersiapkan jalan di hadapanKu!" (Maleakhi 3:1a).
Untuk menjadi utusan Tuhan atau orang yang dipercaya olehNya kita pun harus memenuhi kriteria yang dikehendakiNya, seperti kata Rasul Paulus, "Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah." (1 Korintus 4:1). Rasul Paulus merasa sangat tersanjung karena telah dipilih dan dipercaya untuk menyatakan rahasia Allah. Ini adalah anugerah dan kemurahan Tuhan semata.
Ada pun kriteria untuk menjadi seorang utusan Tuhan adalah: 1. Memiliki hati yang takut akan Tuhan. "...ia (Lewi) takut kepadaKu dan gentar terhadap namaKu." (Maleakhi 2:5). Takut akan Tuhan adalah mutlak, artinya calon untuk utusan Tuhan (yaitu menjadi pelaku firman); berpikir benar dan bertindak benar, artinya pikiran dan tindakannya berjalan seirama. Ini berbicara tentang integritas! Sebagai utusan Tuhan, Rasul Paulus "...senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati yang murni di hadapan Allah dan manusia." (Kisah 24:16). 2. Menyatakan kebenaran. "Pengajaran yang benar ada dalam mulutnya (Lewi) dan kecurangan tidak terdapat pada bibirnya." (Maleakhi 2:6a). Calon pelayan yang benar selalu menjaga setiap perkataan atau ucapannya. Yang ia sampaikan adalah kebenaran, tidak ada rekayasa atau kompromi sedikit pun dengan dosa. 3. Senantiasa berjalan bersama Tuhan, "Dalam damai sejahtera dan kejujuran ia (Lewi) mengikuti Aku..." (Maleakhi 2:6b). Ia senantiasa karib dengan Tuhan dan ini menghasilkan kepekaan rohani dalam dirinya, artinya mampu memahami dan merespons setiap kegerakan Roh Kudus sehingga ia menjadi seorang yang teachable (rela diajar dan dikoreksi). 4. Membawa orang lain kembali kepada Tuhan (bertobat). "...banyak orang dibuatnya berbalik dari pada kesalahan." (Maleakhi 2:6c).
Hidup seorang utusan Tuhan sudah seharusnya menjadi teladan atau berdampak bagi orang lain, sehingga ia mampu menuntun orang datang kepada Tuhan (Yakobus 5:19-20).
Baca: Maleakhi 2:1-9
"Sebab bibir seorang imam memelihara pengetahuan dan orang mencari pengajaran dari mulutnya, sebab dialah utusan Tuhan semesta alam." Maleakhi 2:7
Kata 'Maleakhi' berarti 'utusanKu'. Tuhan memberi nama ini untuk Maleakhi bukan tanpa maksud dan tujuan, tetapi dari awal ada rencanaNya yang indah yaitu supaya ia menjadi hamba Tuhan yang menyampaikan kebenaran firmanNya. Tuhan berkata, "Lihat, Aku menyuruh utusanKu, supaya ia mempersiapkan jalan di hadapanKu!" (Maleakhi 3:1a).
Untuk menjadi utusan Tuhan atau orang yang dipercaya olehNya kita pun harus memenuhi kriteria yang dikehendakiNya, seperti kata Rasul Paulus, "Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah." (1 Korintus 4:1). Rasul Paulus merasa sangat tersanjung karena telah dipilih dan dipercaya untuk menyatakan rahasia Allah. Ini adalah anugerah dan kemurahan Tuhan semata.
Ada pun kriteria untuk menjadi seorang utusan Tuhan adalah: 1. Memiliki hati yang takut akan Tuhan. "...ia (Lewi) takut kepadaKu dan gentar terhadap namaKu." (Maleakhi 2:5). Takut akan Tuhan adalah mutlak, artinya calon untuk utusan Tuhan (yaitu menjadi pelaku firman); berpikir benar dan bertindak benar, artinya pikiran dan tindakannya berjalan seirama. Ini berbicara tentang integritas! Sebagai utusan Tuhan, Rasul Paulus "...senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati yang murni di hadapan Allah dan manusia." (Kisah 24:16). 2. Menyatakan kebenaran. "Pengajaran yang benar ada dalam mulutnya (Lewi) dan kecurangan tidak terdapat pada bibirnya." (Maleakhi 2:6a). Calon pelayan yang benar selalu menjaga setiap perkataan atau ucapannya. Yang ia sampaikan adalah kebenaran, tidak ada rekayasa atau kompromi sedikit pun dengan dosa. 3. Senantiasa berjalan bersama Tuhan, "Dalam damai sejahtera dan kejujuran ia (Lewi) mengikuti Aku..." (Maleakhi 2:6b). Ia senantiasa karib dengan Tuhan dan ini menghasilkan kepekaan rohani dalam dirinya, artinya mampu memahami dan merespons setiap kegerakan Roh Kudus sehingga ia menjadi seorang yang teachable (rela diajar dan dikoreksi). 4. Membawa orang lain kembali kepada Tuhan (bertobat). "...banyak orang dibuatnya berbalik dari pada kesalahan." (Maleakhi 2:6c).
Hidup seorang utusan Tuhan sudah seharusnya menjadi teladan atau berdampak bagi orang lain, sehingga ia mampu menuntun orang datang kepada Tuhan (Yakobus 5:19-20).
Subscribe to:
Posts (Atom)