Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Desember 2010 -
Baca: Yesaya 28:23-29
"Setiap harikah orang membajak, mencangkul dan menyisir tanahnya untuk menabur?" Yesaya 28:24
Di dalam Pengkotbah 3:1-2 tertulis: "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam;" Di sini dapat disimpulkan bahwa untuk segala sesuatu ada masanya atau waktunya. Ada waktu untuk membajak, mencangkul dan juga menabur. Jadi tidak seluruh waktu harus digunakan untuk membajak, atau tidak seluruh waktu kita gunakan untuk menabur saja, sebab nantinya juga ada waktu untuk menuai.
Daud berkata, "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (Mazmur 90:10). Artinya kita hidup di dunia ini ada batas waktunya. Karena itu kita harus menggunakan kesempatan yang ada sebaik mungkin untuk melakukan penaburan, sebab akan tiba waktunya kita akan mati; sewaktu-waktu kita pun dapat mati, karena hidup kita ini seperti uap saja, yang sebentar saja kelihatan, lalu lenyap.
Tuhan berfirman, "Jikalau kamu hidup menurut ketetapanKu dan tetap berpegang pada perintahKu serta melakukannya, maka Aku akan memberi kamu hujan pada masanya, sehingga tanah itu memberi hasilnya dan pohon-pohonan di ladangmu akan memberi buahnya. Lamanya musim mengirik bagimu akan sampai kepada musim memetik buah anggur dan lamanya musim memetik buah anggur akan sampai kepada musim menabur." (Imamat 26:3-5a). Berkat disediakan bagi umat yang hidup menurut ketetapan Tuhan dan perjanjianNya. Ini berbicara tentang berkat penuaian, dan berkat ini diberikan dengan maksud supaya kita giat menabur. Menabur dalam hal apa? Yaitu menabur dalam hukum Kristus. Kita tidak dapat melakukannya dengan hawa nafsu daging, tetapi harus di dalam Roh. Jadi, biji-biji buah Rohlah yang kita taburkan. Hal itu hanya dapat terwujud bila kita mau mematikan perbuatan-perbuatan daging, "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh..." (Galatia 5:17). Ketika menabur dalam Roh, kita harus rela mematikan perbuatan daging karena tidak semua yang kita tabur akan mempunyai nilai kekal.
Hanya bila kita menabur dalam Roh, penaburan kita akan memiliki nilai yang kekal.
Monday, December 13, 2010
Sunday, December 12, 2010
HIDUP DI DUNIA INI SINGKAT! SADARILAH.
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Desember 2010 -
Baca: Pengkotbah 7:1-22
"Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya." Pengkotbah 7:2
Setiap kita pasti pernah melayat ke rumah duka atau menghadiri upacara pemakaman seseorang, entah itu salah satu anggota keluarga kita, rekan bisnis, kenalan atau pun tetangga kita. Beberapa waktu yang lalu penulis menghadiri upacara pemakaman seorang sahabat rohani yang telah dipanggil pulang ke rumah Bapa di sorga di usia yang relatif masih sangat muda yaitu 24 tahun, meninggalkan dunia ini karena sakit. Kami semua sangat kehilangan dia. Rona kesedihan pun terpancar di setiap wajah yang hadir. Yang perlu kita renungkan setiap kali kita melayat orang yang meninggal adalah bukan masalah tata cara upacara pemakamannya atau bagaimana seseorang itu meninggal, melainkan makna rohani yang kita dapatkan seperti yang dikatakan oleh Salomo, di mana lebih baik pergi ke rumah duka dari pada pergi ke rumah pesta. Di rumah duka kita kembali diingatkan bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara. Kematian adalah sesuatu yang pasti dan akan dialami oleh semua orang. Kematian tidak mengenal usia dan juga status, tua atau muda, kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan. Dan tak seorang pun yang tahu kapan hari kematian itu datang. Setiap hari bisa saja menjadi hari terakhir bagi kita.
Menjalani hidup ini seperti seseorang yang sedang berkemah. "...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia. Selama kita di dalam kemah ini, kita mengeluh, karena kita rindu mengenakan tempat kediaman sorgawi di atas tempat kediaman kita yang sekarang ini," (2 Korintus 5:1-2). Jadi, kematian bukanlah akhir dari kehidupan manusia. Kematian hanyalah alat Tuhan untuk membawa kita dari dunia yang fana menuju kepada kehidupan yang baru yaitu di sorga yang baka. Bagi orang percaya kematian bukanlah suatu hal yang menakutkan, karena setiap kita yang ada di dalam Kristus, meski telah mati (jasmani), kita akan hidup (baca Yohanes 11:25).
Pertanyaannya sekarang: sudahkah kita ada di dalam Kristus? Jika belum, mengapa kita masih menunda-nunda waktu untuk datang kepada Dia?
Dosa akan membawa seseorang pada kematian kekal, tapi kehidupan kekal tersedia bagi setiap orang yang percaya kepada Kristus!
Baca: Pengkotbah 7:1-22
"Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya." Pengkotbah 7:2
Setiap kita pasti pernah melayat ke rumah duka atau menghadiri upacara pemakaman seseorang, entah itu salah satu anggota keluarga kita, rekan bisnis, kenalan atau pun tetangga kita. Beberapa waktu yang lalu penulis menghadiri upacara pemakaman seorang sahabat rohani yang telah dipanggil pulang ke rumah Bapa di sorga di usia yang relatif masih sangat muda yaitu 24 tahun, meninggalkan dunia ini karena sakit. Kami semua sangat kehilangan dia. Rona kesedihan pun terpancar di setiap wajah yang hadir. Yang perlu kita renungkan setiap kali kita melayat orang yang meninggal adalah bukan masalah tata cara upacara pemakamannya atau bagaimana seseorang itu meninggal, melainkan makna rohani yang kita dapatkan seperti yang dikatakan oleh Salomo, di mana lebih baik pergi ke rumah duka dari pada pergi ke rumah pesta. Di rumah duka kita kembali diingatkan bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara. Kematian adalah sesuatu yang pasti dan akan dialami oleh semua orang. Kematian tidak mengenal usia dan juga status, tua atau muda, kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan. Dan tak seorang pun yang tahu kapan hari kematian itu datang. Setiap hari bisa saja menjadi hari terakhir bagi kita.
Menjalani hidup ini seperti seseorang yang sedang berkemah. "...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia. Selama kita di dalam kemah ini, kita mengeluh, karena kita rindu mengenakan tempat kediaman sorgawi di atas tempat kediaman kita yang sekarang ini," (2 Korintus 5:1-2). Jadi, kematian bukanlah akhir dari kehidupan manusia. Kematian hanyalah alat Tuhan untuk membawa kita dari dunia yang fana menuju kepada kehidupan yang baru yaitu di sorga yang baka. Bagi orang percaya kematian bukanlah suatu hal yang menakutkan, karena setiap kita yang ada di dalam Kristus, meski telah mati (jasmani), kita akan hidup (baca Yohanes 11:25).
Pertanyaannya sekarang: sudahkah kita ada di dalam Kristus? Jika belum, mengapa kita masih menunda-nunda waktu untuk datang kepada Dia?
Dosa akan membawa seseorang pada kematian kekal, tapi kehidupan kekal tersedia bagi setiap orang yang percaya kepada Kristus!
Subscribe to:
Posts (Atom)