Sunday, December 12, 2010

HIDUP DI DUNIA INI SINGKAT! SADARILAH.

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Desember 2010 -

Baca: Pengkotbah 7:1-22
 
"Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia;  hendaknya orang yang hidup memperhatikannya."  Pengkotbah 7:2

Setiap kita pasti pernah melayat ke rumah duka atau menghadiri upacara pemakaman seseorang, entah itu salah satu anggota keluarga kita, rekan bisnis, kenalan atau pun tetangga kita.  Beberapa waktu yang lalu penulis menghadiri upacara pemakaman seorang sahabat rohani yang telah dipanggil pulang ke rumah Bapa di sorga di usia yang relatif masih sangat muda yaitu 24 tahun, meninggalkan dunia ini karena sakit.  Kami semua sangat kehilangan dia.  Rona kesedihan pun terpancar di setiap wajah yang hadir.  Yang perlu kita renungkan setiap kali kita melayat orang yang meninggal adalah bukan masalah tata cara upacara pemakamannya atau bagaimana seseorang itu meninggal, melainkan makna rohani yang kita dapatkan seperti yang dikatakan oleh Salomo, di mana lebih baik pergi ke rumah duka dari pada pergi ke rumah pesta.  Di rumah duka kita kembali diingatkan bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara.  Kematian adalah sesuatu yang pasti dan akan dialami oleh semua orang.  Kematian tidak mengenal usia dan juga status, tua atau muda, kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan.  Dan tak seorang pun yang tahu kapan hari kematian itu datang.  Setiap hari bisa saja menjadi hari terakhir bagi kita.

     Menjalani hidup ini seperti seseorang yang sedang berkemah.  "...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.  Selama kita di dalam kemah ini, kita mengeluh, karena kita rindu mengenakan tempat kediaman sorgawi di atas tempat kediaman kita yang sekarang ini,"  (2 Korintus 5:1-2).  Jadi, kematian bukanlah akhir dari kehidupan manusia.  Kematian hanyalah alat Tuhan untuk membawa kita dari dunia yang fana menuju kepada kehidupan yang baru yaitu di sorga yang baka.  Bagi orang percaya kematian bukanlah suatu hal yang menakutkan, karena setiap kita yang ada di dalam Kristus, meski telah mati (jasmani), kita akan hidup (baca Yohanes 11:25).

     Pertanyaannya sekarang:  sudahkah kita ada di dalam Kristus?  Jika belum, mengapa kita masih menunda-nunda waktu untuk datang kepada Dia?

Dosa akan membawa seseorang pada kematian kekal, tapi kehidupan kekal tersedia bagi setiap orang yang percaya kepada Kristus!

Saturday, December 11, 2010

BAIK ATAU BURUK: Tetap Mengucap Syukur

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Desember 2010 -

Baca: Ayub 2:1-13
 
"Tetapi jawab Ayub kepadanya (isterinya - Red.):  'Engkau berbicara seperti perempuan gila!  Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?'  Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya."  Ayub 2:10

Adalah sangat mudah mengucap syukur ketika keadaan selalu baik dan semuanya normal saja.  Tetapi jika keadaan berbalik 180 derajat, ada kesesakan, penderitaan, sakit-penyakit dan sebagainya, masih bisakah kita menaikkan pujian syukur kepada Tuhan?  Atau mungkin kita akan bersikap seperti isteri Ayub?  Ketika Ayub mengalami masalah dan penderitaan yang bertubi-tubi, hingga semua yang dimilikinya ludes, isterinya berkata kepada Ayub,  "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu?  Kutukilah Allahmu dan matilah!"  (ayat 9).

     Mengarungi lautan kehidupan di dunia ini tidak selalu mulus dan tenang, kadang ada riak-riak kecil, deburan ombak, hembusan angin, bahkan gelombang yang besar dan sangat ganas.  Orang dunia bilang bahwa hidup ini seperti roda yang berputar, kadang di atas kadang di bawah, ada suka ada duka.  Dalam hal ini Ayub berkata,  "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?"  Seringkali kita menuntut Tuhan untuk melakukan apa yang kita mau/kehendaki, sehingga ketika terjadi sesuatu dalam kehidupan kita yang tidak seperti yang kita inginkan kita langsung marah dan kecewa kepada Tuhan.  Iman kita mulai goyah dan kita mulai malas berdoa, malas beribadah dan sebagainya.  Kemudian kita mulai mereka-reka jalan sendiri yang menurut pemikiran kita baik, padahal belum tentu baik dan sesuai dengan kehendak Tuhan.  Mari kita belajar dari Ayub, yang meski harus mengalami ujian berat masih bisa menyikapinya dengan pikiran yang positif:  "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya.  Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!"  (Ayub 1:21).  Belajarlah menerima keadaan apa pun, karena Tuhan tahu yang terbaik bagi kita.

     Bila saat ini kita sedang mengalami hal-hal buruk, berhentilah mengomel.  Rasul Petrus juga menasihati,  "...kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa."  (1 Petrus 4:7b).  Jangan sampai hal-hal buruk ini dimanfaatkan Iblis untuk merampas damai sejahtera kita.  Mohon pertolongan Roh Kudus supaya kita diberi kekuatan untuk menjalaninya.

Tuhan berkata,  "Aku akan membuat padang gurun menjadi telaga dan memancarkan air dari tanah kering."  Yesaya 41:18b